Dia perempuan yang muncul dalam mimpiku. Dia yang membunuh Godfrey di atas ranjangnya!
Ya Tuhan, tolong kami. Semoga ini bukan pertanda buruk.
"Raynald? Kau baik-baik saja?"
Seperti dilempar sesuatu tepat di mukanya, Raynald tersentak dari kekagetannya yang luar biasa saat bertemu pandang dengan Godiva saat Hafshah menyahut memanggilnya, menyuruhnya duduk bergabung bersama mereka bertiga.
"Aku-ya, aku tidak apa-apa. Maafkan aku, nona-nona. Aku baru saja mengadakan pertemuan untuk persiapan Natal dengan beberapa orang uskup di kapel kami."
"Tidak apa-apa, Yang Mulia."
Raynald menghampiri istri dan tamu-tamunya, dan sesekali melirik Godiva dengan curiga. Saat yang bersamaan juga ia merasakan udara di dalam ruangan sedikit berbeda. Agak hangat dan-
Hmm? Kenapa hawanya seperti ini?
Wajahnya mulai merona merah ketika sesuatu yang ganjil terjadi pada tubuhnya. Ia merasa pangkal pahanya menghangat, dan sesuatu yang tidak terlihat seakan membelai bawah pusarnya hingga lekukan yang disamarkan tuniknya. Ia berusaha mengabaikan perasaan aneh itu di depan tamunya dan duduk di sisi Hafshah, mencoba untuk tidak membuat semua orang di dalam ruangan tidak cemas.
Apa sebaiknya kami membicarakannya sekarang?
"Hafshah, apakah kita tidak menyajikan minuman untuk mereka? Maaf, nona-nona, kami tidak tahu akan kedatangan tamu hari ini."
Hafshah menggeleng seraya melirik kedua tamunya, memastikan apakah mereka benar-benar tidak butuh apapun sebelum ia mengambil Jehanne dari Raynald dan Godiva mendahuluinya sebelum ia sempat menjawab.
"Tidak, Yang Mulia. Terima kasih."
Raynald tersenyum meringis, lalu menyerah untuk menanyakan hal yang sama lagi. Kedua wanita di depannya sangat cantik dan terlihat sangat menggairahkan secara ganjil, namun Raynald tahu ada yang tidak beres di sini dan keberadaan mereka agak mengintimidasi. Ia memutuskan untuk segera menyelesaikan urusan dengan kedua tamunya.
"Baiklah, kalau begitu. Saya Raynald, Comte di kota ini. Dan ini istri saya, Hafshah." Raynald menggenggam tangan istrinya dengan bangga. Sensasi aneh yang mengganggunya sejak tadi mulai terabaikan, tergantikan oleh keinginan untuk bersikap sopan pada tamunya dengan cara yang senonoh. "Jadi, ada yang bisa kami bantu, nona-nona?"
Mereka berdua menggeleng bersamaan seraya tersenyum lega, namun Raynald melihat dua kesan berbeda di antara kedua wanita itu; senyum ramah tulus Godiva, dan senyum licik Meridiana.
"Kami hanya ingin mengabari kalian, Yang Mulia Tuanku." ujar Godiva hati-hati, mengulangi kata-katanya tadi. Ia merasa lega karena setidaknya pernah tahu rasanya menjadi seorang baroness walaupun tidak lama, sehingga ia merasa perlu bersikap lebih formal seperti pada sesama bangsawan. "Kalau Baron Godfrey sudah tewas. Kudengar kalian pernah berselisih cukup sengit dengannya bertahun-tahun yang lalu."
Raynald dan Hafshah berpandangan, dan ia bertanya-tanya dalam hati apakah mimpi semalam itu sungguh ada kaitannya dengan mereka berdua. Mimpi itu terlalu nyata untuk diabaikannya begitu saja, dan cukup menguras tenaganya-walaupun Raynald masih terkejut pada dirinya sendiri mengingat ia masih kuat untuk bercinta dengan Hafshah setelahnya.
"Oh. Begitu." Raynald mengangguk gugup, terlalu kaget untuk langsung menanggapi. Pandangannya langsung tertuju pada Godiva, penasaran dengan orang-orang ini. "Memang benar, nona. Ya, kami pernah punya masalah dengan orang itu, karena..."
Ia melirik Hafshah dengan memohon, dan perempuan itu tersenyum meyakinkannya. Tidak apa-apa, Raynald. Kurasa mereka berhak tahu, jika mereka memberitahu kita kabar bagus.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Redemption of Succubus
Fantasy‼️TW‼️: 21+ ke atas. Tuhan memberikan pertolongannya lewat siapapun, termasuk lewat tangan iblis. Desa Locksley, Britania 1128. Paska Perang Salib Pertama. Godiva, seorang pelacur generasi kedua di rumah bordil tempatnya bernaung mulai mendambakan k...