La Bouf

75 17 0
                                    


La Bouf



Breena dan Yota beristirahat di bawah pepohonan yang berada di hutan, bekal makan siang yang mereka bawa dinikmati di bawah pohon itu.

Sandwich isi sayur adalah menu makan siang mereka hari itu.

"Seperti nya jamur ini bisa di makan deh" kaya Yota, ia melihat sekumpulan jamur yang tumbuh di samping pohon tempat mereka berteduh.

"Hm, tidak tahu. Ini baru pertamakali aku melihatnya" jawab breena, ia menelisik ke arah jamur yang berwarna putih pucat itu.

Obrolan mereka berhenti disana, breena dan yota kembali menikmati makan siang mereka. Suasana hutan hari itu benar-benar baik, semilir angin memberikan kesan sejuk dan burung-burung terdengar bersiul di sekitaran mereka.

Selesai dengan makan siang, mereka kembali mencari tanaman herbal. Pekerjaan yang mungkin terdengar tak menyenangkan, tapi bagi breena dan yota tak ada hal paling menyenangkan selain menelusuri hutan dan bermain petak umpet dengan tumbuhan-tumbuhan itu.

Ketika mereka menemukan apa yang mereka cari, rasanya seperti dibawa terbang. Senangnya bukan main lagi.

Mereka terus menelusuri jalan setapak di hutan, lama kelamaan jalan setapak itu menghilang dan digantikan oleh semak belukar yang membatasi jarak pandang mereka.

Bukannya takut dan mencari jalan keluar, kedua gadis itu malah melangkah semakin jauh kedalam hutan.

"Ini sudah terlalu jauh, ayo kembali" ajak breena,

Yota membalas dengan anggukan, tapi ketika mereka berbalik jalan yang mereka lihat membuat mereka kebingungan.

"Breena..."

Breena sadar dengan perubahan suara Yota, gadis itu tampak menatap gulungan kertas dan kompas yang berada di tangannya. Kompas serta sebuah peta yang biasa mereka bawa ketika ke hutan.

"Kita tidak mungkin tersesat Yota, tenanglah" kata breena, ia memimpin jalan untuk kembali pulang.

***

Hari ini Herga memilih untuk mengambil libur kerjanya, ia tak peduli dengan panggilan dari fawn yang memintanya untuk berkeliling negri La Bouf.

Seperti biasa, Kuroko nampak sepi. Hanya di isi oleh dirinya dan dua orang laki-laki yang sedang menikmati siang mereka di tempat santai itu.

Herga memutar-mutar gelas di hadapannya, sembari ia mengangguk berpura-pura menyimak obrolan kedua pelanggannya itu.

"Ratu sepertinya telah melakukan kesalahan" ujar laki-laki berambut biru laut itu,

"Kesalahan seperti apa?" Teman di sampingnya menjawab.

"Entahlah, tapi info yang ku dapat dari para prajurit istana, ratu Ensley di larang keluar istana"

"Maksud mu dia di kurung?"

"Iya, seperti itulah."

Telinga Herga yang panjang terasa berdengung, tapi bukan karena obrolan dua peri di hadapannya. Melainkan dengung itu biasa terjadi jika pintu masuk menuju negeri La Bouf berusaha di bobol.

Ia terdiam sejenak, memastikan apakah dengungan itu benar adanya atau hanya perasaan nya saja. Ketika ia menerima signal dari fawn yang berada entah dimana ia mulai yakin dengan apa yang ia rasakan.

Buru-buru ia meninggalkan Kuroko, memberi isyarat kepada dua peri tadi agar berdiam diri disana untuk sementara.

Bersama dengan pedang nya, herga melesat cepat dengan kekuatan yang ia miliki. Dengan radarnya, ia berusaha mencari di titik bagian mana pintu negeri La Bouf berusaha di bobol.

Ia berusaha menghubungi fawn dengan radar. Dimana radar ini akan selalu terhubung antara peri yang satu dengan peri yang lainnya.

Herga tak kuat lagi, walaupun kecepatan larinya tak usah diragukan ia tetap kelelahan. Sial, andai saja sayapnya masih bisa digunakan ia tak akan mungkin berlari seperti ini.

Dengan eraman kecil, ia mulai merubah bentuknya. Dari tangannya keluar cakar-cakar yang tajam, gigi nya memunculkan taring, perutnya membesar. Herga berubah menjadi seekor kucing raksasa, 100 kali lipat lebih besar dibanding kucing pada umumnya.

Setidaknya dengan berubah wujud seperti itu ia tak akan terlalu kelelahan.

Herga dengan wujud kucing berhenti di sebuah gua. Sebuah pintu yang memang paling jarang dikunjungi oleh dia maupun prajurit lainnya.

Ia perlahan mendekat, dengan hidung kucingnya berusaha mengendus kedalam gua itu. Karena gua itu besarnya tak sebanding dengan tubuh raksasa nya ia sedikit kewalahan masuk kedalam sana.

"Bodoh, kau akan kecolongan jika berwujud kucing jelek seperti itu"

Entah sejak kapan dan muncul dari mana, Fawn sudah melayang di atas gua. Tangannya menggenggam pedang yang biasa ia gunakan untuk berperang.

Dengan wujud kucing nya Herga tak bisa membalas cemoohan dari fawn dan saat ini ia tak bisa kembali ke wujud aslinya. Ia membutuhkan waktu minimal seharian agar kekuatan nya untuk berubah wujud kembali. Sebab kekuatan di negeri La Bouf memiliki batasnya, hanya si penguasa yang kekuatannya tidak terbatas.


"Meoww...." Herga mengaung, tangan kucing raksasa nya berusaha mencakar fawn yang terbang di atas nya.

Fawn mendarat di ambang gua, ia melangkah kedalam dengan perlahan. Pintu itu sudah di bobol tapi fawn masih tak tahu seperti apa wujud orang yang membobol negeri nya.

Ia harap itu si kerdil. Laki-laki pendek dengan hidung panjang yang gemar sekali keluar masuk negeri la Bouf.

***

Warga desa berkumpul di rumah ayah breena, jam sudah menunjukkan tengah malam. Tapi Breena dan Yota sama sekali tak bisa di temukan.

Ibu Yota sudah pingsan berkali-kali, ayah breena hanya tertunduk sambil komat-kamit tak jelas.

Warga desa hanya bisa menatap dengan iba, malam-malam begini tak ada yang berani memasuki hutan itu. Hutan yang memang sudah banyak sekali memakan korban.

Menurut rumor yang beredar, di dalam hutan ada sosok manusia kerdil yang gemar sekali menculik warga desa yang beraktivitas dalam hutan. Manusia kerdil itu di percayai sebagai penjaga hutan itu.

"Sepertinya penjaga hutan belum puas mengambil ibu breena, itu sebabnya sekarang anaknya menjadi korban juga" ucap salah seorang perempuan paruh baya.

"Lalu Yota bagaimana? Kasihan dia..."

Warga desa saling berpandangan, suasana di rumah breena malam itu di selimuti oleh kesedihan. Ayah dan ibu Yota sudah nampak kalut, khawatir dengan Yota yang tak kunjung juga menampakkan batang hidungnya.

Dibalik wajah lesu ayah breena, siapa yang tahu apa yang ada di pikiran laki-laki berkepala empat itu.

Ia hanya terdiam, tatapan matanya kosong menembus kegelapan malam.

"Dia putri ku, kau tak berhak mengambilnya" racau laki-laki itu, nada suaranya sangat pelan hingga tak terdengar oleh orang-orang di sekitarnya.

Short Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang