I'm waiting for youSudah delapan tahun ya....
Delapan tahun ku seperti di neraka, aku hilang arah dan tak mempunyai tujuan hidup.
Delapan tahun ini aku begitu tersiksa.Apakah pernah kalian menunggu sesuatu? Bagaimana rasanya menunggu sesuatu hal yang kembali nya tak mempunyai kepastian?
menunggu adalah hal paling menyiksa yang pernah aku rasakan. Aku lebih baik mati sekarang, dari pada harus di suruh menunggu lagi.Sudah delapan tahun, agan. Aku menunggu kamu selama itu, katanya kamu akan kembali. Tapi sampai detik ini aku masih duduk di bangku yang sama, bangku di taman yang sering kita berdua duduki dulu, tapi saat ini aku harus melakukannya tanpa kamu.
Kamu bohong gan, katanya kamu mencintaiku. Tapi melihat keadaan sekarang aku yakin bahwa ucapan mu hanya omong kosong semata.
Sebenarnya aku juga takut gan, takut kalau selama delapan tahun ini kamu melupakan dan terus membuat ku menunggu berharap kamu datang menepati janji.
"Aru! Keluarga tuan Martadinata sepertinya sudah pulang!"
Aku langsung menatap gladis, satu-satunya teman setelah kepergian agan dari hidup ku.
"Kamu serius?" Balas ku berusaha tenang, padahal dalam hati sudah berteriak saking tak percaya.
"Iya, aku juga liat bunda kamu disana tadi" gladis menatap ku dengan manik penuh binar bahagia, "pulang ru, sudah waktunya kamu berhenti menunggu" dia menggenggam tangan ku erat.
Aku tersenyum bahagia, memeluk gladis sejenak kemudian berlari pulang ke arah rumah.
"TERIMAKASIH GLADIS! NANTI AKU TRAKTIR" aku berteriak karena posisi kami yang sudah menjauh.
Rasanya tubuh ku meringan, aku berlari begitu kencang menuju rumah. Tak peduli dengan orang-orang yang menatap aneh ke arah ku.
Setelah tiba di gang menuju rumah, langkah kaki ini mulai terayun pelan. Banyak hal yang aku pikirkan tentang agan.
Bagaimana keadaan laki-laki itu sekarang?
Apakah agan masih seperti dulu? Agan yang polos, agan yang menyebalkan, agan yang pintar tapi selalu bodoh di mata ku.
Aku takut agan berubah, aku takut dia sudah tidak menginginkan hadir ku lagi.
Tapi bukan itu yang ku perduli kan sekarang, aku hanya ingin melihat laki-laki itu saja. Ingin memastikan bahwa selama delapan tahun ini dia baik-baik saja.
Aku seperti kehabisan nafas, sesak terasa begitu menyiksa. Berlari benar-benar menyita energi begitu banyak.
Aku menatap ke dalam rumah agan, rumah yang ia dan kedua orang tuanya tempati sebelum mereka meninggalkan kota ini.
"em? Aru? Mengapa berdiri saja disana?"
Aku menatap bibi tri, perempuan seumuran bunda itu menjadi satu satunya orang yang sadar dengan kehadiranku disana.
Netra ini menatap gelisah ke setiap sudut rumah, berusaha mencari sosok laki-laki yang selama ini aku rindukan. Aku mencari agan, cinta pertama ku.
Tapi aku kehilangan Dia, disana tidak ada agan. Aku tak menemukan laki-laki itu disana.Ibu agan menyambar memeluk ku, tangan nya tak tinggal diam ia mengelus pucuk rambut ku dengan lembut.
"Arunika, bagaimana kabar mu nak? Bibi kangen" ucap nya.
"Aku baik bi, bunda menjaga ku dengan baik" balas ku.
Bunda yang duduk di sofa, tersenyum mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story
Short StoryRandom short story✓ One shoot✓ Terimakasih untuk yang sudah mampir dan untuk yang sudah tekan vote. Aku sungguh menghargai itu.... Thank you very khamsa.