Aku benci Juli

122 19 1
                                    

Aku benci juli






Hujan di bulan Juli turun Malam itu, derasnya mengimbangi suara tangis seorang gadis yang meringkuk menahan sesak di hati. Teriak kan dari tangisnya sudah tak terdengar karena hujan tak memberikan celah untuk bersimpati.

Ia ingin kembali kepada satu orang yang amat ia sayangi. Tak tahu dosa nya apa, hingga tuhan tega mengambil sesuatu hal yang berharga darinya. Laki-lakinya, cinta nya, jiwa nya, hidupnya dan segalanya.

Dia sudah terlalu hancur, sangat hancur hingga bernafas saja sangat sulit untuk nya.

Gadis itu menatap wajah pucat yang terbaring di atas kasur rumah sakit, tangannya mulai menelusuri setiap inci wajah laki-laki itu. Dia masih tampan, walau bibir laki-laki itu sudah tidak semerah biasanya.

"Berhenti menangis Ra, aku paling tidak suka ketika melihat kamu sedih."

Biasanya, Nara akan di omeli oleh laki-laki dihadapan nya itu jika ia menangis, tapi sekarang laki-laki itu sudah tidak bisa membuka suara. Dia sudah tak bernyawa, tuhan telah merenggut nya dari pelukan Nara.

Nara ingin di omeli sekarang, tak peduli semarah apa laki-laki itu jika melihat keadaan Nara yang begitu kacaunya. Yang terpenting Nara ingin dia kembali ke dalam pelukannya.

"Kak wildan, tolong jangan pergi sekarang" ucap Nara pelan, tangis nya meluruh tak tertahankan.

Tak ada respon dari laki-laki yang Naya panggil Wildan itu, membuat Nara kembali tertarik oleh kenyataan bahwa laki-laki nya benar-benar sudah pergi meninggalkan dirinya seorang.

Nara sendiri, Wildan nya sudah pergi. Nara hancur, kekasihnya sudah di renggut tuhan.

Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Tuhan mengambil Wildan darinya berkali-kali. Dan dari sekian banyaknya perpisahan itu, satu kalipun nara tak pernah di beri kesempatan untuk sekedar mengucapkan selamat tinggal.

Nara benci, Nara menyesal dengan kebodohannya sendiri. Ia harusnya mampu bertahan, harusnya Nara percaya bahwa Wildan memang benar-benar mencintainya.

Juli ini, Nara di timpa dengan banyak cobaan dalam pernikahan nya. Dari datangnya orang ketiga, hingga ia dan Wildan hampir bercerai. Lalu dari pihak keluarga yang selalu memaksa Nara untuk cepat-cepat memiliki anak. Padahal ada fakta yang Nara dan Wildan sembunyikan, bahwa Nara bermasalah. Ia tidak bisa hamil.

Wildan tak pernah masalah dengan fakta itu. Karena tujuannya menikah pun bukan karena ingin mempunyai anak, melainkan ia ingin membuat Nara menjadi miliknya. Ia ingin membahagiakan perempuan yang selama ini ia Kagumi dan akui kehadirannya.

Tapi Nara yang masalah, ia merasa gagal menjadi seorang istri. Tekanan dari keluarganya membuat ia berkali-kali menaruh curiga pada suaminya. Apalagi Nara sering mendengar kabar bahwa Wildan sedang dekat dengan seorang perempuan di kantor tempat ia bekerja.

Pikiran Nara sudah tak jernih lagi, hal itu yang membuat ia sering meminta cerai.

Tentu Wildan menolak, dengan segala usaha ia terus meyakinkan Nara bahwa perempuan satu-satunya untuk Wildan hanya Nara.

Terakhir, Nara kembali berulah. Sikapnya benar-benar membuat Wildan kewalahan. Wildan berusaha sabar dan bertahan. Hingga malam itu, Wildan kembali menerima surat cerai yang dikirimkan ke kantornya. Wildan marah, ia tak suka dengan Nara yang selalu meminta cerai Padanya.

Malam itu juga, Wildan langsung pulang ke rumah untuk membicarakan hal itu dengan Nara. Tapi karena Wildan juga manusia biasa, jelas pikiran nya dipenuhi dengan kemungkinan buruk mengenai hubungan mereka. Wildan sama dengan Nara, ia juga lelah dan tertekan dengan segalanya.

Kecelakaan yang Wildan alami malam itu merenggut nyawanya beserta dengan segala mimpi indahnya bersama nara.


"kak Nara tolong jangan kayak gini, kita semua kehilangan kak wildan, tolong ikhlas kak"

Nara tersenyum kecut, ia menatap ke arah adik iparnya yang berwajah sembab.

Wildan sudah dimakamkan, tapi Nara tak bisa hadir di pemakaman itu. Ia tak sanggup melihat nisan yang bertuliskan nama laki-laki yang amat ia hormati itu, Suaminya sendiri.

"Aku mau sendiri" kata nara.

Bunga, adik iparnya itu mengerti. Pasti sangat sakit kehilangan seseorang yang dekat dengan kita. Apalagi itu adalah orang yang kita cintai.

Bunga beranjak keluar dari kamar Nara, kamar yang ia tempati dengan Wildan. Kamar yang menjadi saksi kisah cinta mereka berdua.

Nara sepertinya tak sanggup jika harus sendiri, ia mulai melangkah menuju kamar mandi, mengunci pintu itu dari dalam dan membiarkan air mengalir di bathtub nya.

Sejenak ia memandang dirinya di cermin, netra nya menangkap sosok perempuan dengan keadaan yang berantakan. Mata bengkak dan rambutnya yang sudah tak terawat.

Ia ingin kembali ke dalam pelukan Wildan, Nara akan melakukan apapun agar Wildan nya tetap berada di sisinya. Walaupun kematian adalah caranya.

Nara sudah memilih, ia mulai merendamkan tubuhnya ke dalam bathtub yang sudah terisi penuh oleh air.

Cutter di tangan nya ia arahkan ke bagian leher. Tanpa berpikir lagi, cutter itu langsung digoreskan hingga Nara meringis pelan. Goresan itu semakin dalam, sampai Nara merasakan susah untuk bernafas.

Darahnya mengalir deras di tengkuknya, hingga Nara mulai melemas.

Kak wildan, tunggu aku.

Itu kata terakhir yang Nara ucapkan, hingga pandangan nya memburam dan Nara benar-benar meninggalkan dunia itu.

TAMAT

Short Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang