Aku sudah berusaha
Siang itu hujan bulan Juli turun di langit kota Bandung. Seakan-akan mengerti dengan suasana hati ku sekarang, hujan turun begitu derasnya.
Aku menghela nafas berat, di sekitar kampus masih banyak mahasiswa yang lalu lalang. Ada juga yang sedang menunggu hujan reda seperti ku sekarang ini.
Kejadian beberapa menit lalu berhasil membuat ku meneteskan air mata, tak peduli dengan orang-orang yang menatap dengan tatapan yang beragam.
"Masih belum bisa, revisi lagi ya"
Aku mengingat ucapan terkahir dosen pembimbing ku, kalimat terakhir nya itu berhasil membuat ku kembali terjatuh dalam keterpurukan.
Ini bukan tentang patah hati karena cinta, bukan patah hati karena menerima penghianatan dari seorang teman, bukan juga patah hati tentang keluarga. Patah ini hanya mengenai skripsi sialan yang tak kunjung di ACC.
Mungkin sebagian orang mengira itu adalah hal yang tidak perlu di tangisi, tapi bagi ku itu jauh lebih penting dari pada menangisi sesuatu hal seperti cinta dan sebagainya.
Saat ini, aku hanya ingin lulus tepat waktu.
Bukan yang pertama atau kedua bahkan ketiga kali, tapi ini sudah lebih dari kata berkali-kali.
Kapan skripsi ku di terima?
Teman-teman seangkatan ku sudah selesai dengan skripsi mereka, Bahkan sidang pun sudah mereka lalui. Sedangkan aku, jangan tanya dengan posisi ku Sekarang. Aku masih berada di start sedang teman-teman ku sudah mendekati finish bahkan ada yang sudah sampai finish.
Aku tak perduli dengan derasnya hujan itu, kaki ini ku langkahkan dengan berat menerobos derasnya.
Benar kata papa, menjadi dewasa tidak se-menyenangkan yang ku kira.
Aku menatap kertas yang mama lemparkan tepat di hadapan ku, perempuan paruh baya itu bernafas dengan memburu. Sepertinya ia sudah tahu dengan tugas akhir kuliah ku yang tak kunjung juga menampakkan kehebatannya.
"Sampai kapan!" Bentaknya keras, sembari menggebrak meja makan. Bahkan makanan di depan sudah tidak berselera untuk ku makan karena Omelan nya itu.
"Aku udah usaha ma" balas ku berusaha tak tersulut emosi, saat ini aku hanya ingin makan dengan tenang tanpa mendengar penghakiman dari mulut perempuan yang amat ku hormati itu.
"Mama capek sama kamu!" Ketus nya
Aku tersenyum miring "kakak juga capek ma sama diri sendiri"
Aku tahu mengapa mama bersikap seperti ini, aku juga sangat mengerti. Tapi apapun itu alasannya, bukan kah sangat tidak pantas rasanya menghakimi anak sendiri? Ucapan-ucapan yang keluar dari mulut beliau selalu berhasil membuat ku ingin menyerah dengan segalanya. Penghakiman yang ia beri terlalu menghakimi hingga aku terkadang tercekat dengan nafas sendiri.
Mama bekerja sebagai seorang psikolog, bahkan hebatnya beliau... ia juga masih bisa mengajar di kampus tempat ku berkuliah sekarang.
"Mama malu karena punya anak bodoh kayak kamu!" Bentaknya lagi
Aku terdiam, kepala ku menunduk menatap ayam goreng yang tergeletak di atas piring. Anehnya ayam lezat itu tak berhasil membuat ku tertarik untuk memakannya.
"Nyokap Lo keren ya dis, selain jadi dosen dia juga udah nyembuhin mental banyak orang"
Pikiran ku di penuhi oleh ucapan-ucapan pujian dari teman-teman ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story
Short StoryRandom short story✓ One shoot✓ Terimakasih untuk yang sudah mampir dan untuk yang sudah tekan vote. Aku sungguh menghargai itu.... Thank you very khamsa.