Semua orang munafik
"Kak aku capek sama omongan orang-orang"
Sebagaimana manusia normal, pasti ada masanya ia akan merasa lelah dengan kehidupan. Ada masanya ia akan merasa terluka karena ucapan-ucapan penghakiman dari orang-orang.
Aku mengerti dengan rasa sakit itu, lelahnya mengangkat tangan untuk menutup kedua telinga pasti sudah tak tertahankan.
"Fa, terkadang ucapan manusia itu lebih najis dari pada air liur anjing itu sendiri. Mereka berusaha melangit untuk menyaingi Tuhannya, tapi sayang kaki mereka akan tetap berpijak pada tanah. Karena sudah kodratnya seperti itu"
Haifa sepertinya setuju dengan ucapan ku barusan, bukti nya perempuan tiga tahun di bawah ku itu langsung berkaca-kaca.
"Gak ada yang salah sama kamu. Semua hal yang ada di kamu baik-baik aja.wajah kamu, sikap kamu dan semuanya. Cuman orang-orang seperti mereka yang memang memiliki noda di hatinya akan susah melihat hal baik-baik itu"
Bukan pertama kalinya aku melihat Haifa sehancur ini, gadis yang masih menginjakkan kakinya di bangku SMA itu memang sering kali mendapatkan perundungan dari teman-teman sekolahnya.
Penyerangan dari segi ucapan yang merusak mental, lalu kekerasan pada fisik sudah menjadi makanan sehari-hari Haifa ketika di sekolah.
Aku tidak bisa membantu banyak, melaporkan kepada pihak sekolah sudah sering kali ku lakukan, tapi respon dari mereka benar-benar membuat hati siapapun akan tersayat.
Hanya karena pelaku perundungan adalah seorang anak dari investor terbesar di sekolah itu, mereka di lindungi dengan berbagai cara, salah satu cara paling biadab nya adalah dengan memutar balikkan fakta bahwa korban di buat sebagai pelakunya.
Aku kasihan dengan haifa, ia di rundung hanya karena Haifa adalah anak beasiswa. Haifa tumbuh besar di panti asuhan, selama hidupnya dia selalu berusaha untuk bermanfaat bagi adik-adiknya di panti.
Haifa bahkan rela melakukan kerja part time untuk membantu memenuhi kebutuhan di panti.
"Mereka bilang aku manusia naif dan penuh kemunafikan, kak"
"Semua manusia di muka bumi ini memiliki sifat itu fa. Aku, kamu dan mereka juga..."
"Tapi kenapa hanya aku yang di kecam habis-habisan?"
"Karena kamu istimewa, sebaik apapun kamu kalau mereka memang sudah tidak suka, selamanya akan seperti itu"
Dia tertegun sejenak, hingga mulai menunduk dan menangis sesenggukan.
Tangan ku bergerak mengusap punggung gadis itu dengan lembut, selain hal ini cara seperti apa lagi yang bisa kulakukan untuk menenangkan nya?
Aku bertemu Haifa di cafe tempat ku bekerja sekarang. Menjadi seorang mahasiswa di salah satu universitas di kota Yogyakarta memaksa ku untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Kedua orang tua ku masih hidup sebenarnya, hidup mereka juga terbilang kaya dan mapan.
Tapi setelah lepas dari baju putih abu-abu, aku memutuskan untuk minggat dari rumah karena beberapa masalah. Salah satunya seperti pemaksaan kehendak. Orang tua ku selalu menginginkan anak-anak nya meneruskan profesi mereka, yaitu seorang dokter spesialis bedah.
Aku sama sekali tak pernah tertarik dengan kesehatan, satu-satunya hal yang aku suka di dunia ini hanyalah membaca, menulis, menonton dan mendengarkan musik.
Tanpa hal-hal itu tak ada yang menarik di dunia.
***
"Haifa gak masuk kerja hari ini?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story
Cerita PendekRandom short story✓ One shoot✓ Terimakasih untuk yang sudah mampir dan untuk yang sudah tekan vote. Aku sungguh menghargai itu.... Thank you very khamsa.