Defangga El Sadam W.

69 7 0
                                    

Scientist Kelas XI IPA 4 berebut menempati posisi tempat duduk yang strategis bagi mereka agar terhindar dari incaran perhatian guru-guru. Khusus siswa yang basiknya bodoh dan hanya mengandalkan ketek orang tua, jelas memilih kursi belakang. Sedangkan, yang pintar lebih santai mau duduk di mana saja, boleh. Kelompok gang Elang memilih posisi belakang. Untuk Def memilih di depan agar terhindar dari bacotan gang Elang.

Hari pertama masuk sekolah, guru-guru mengadakan rapat. Semua kelas jam kosong. Riuh kelas tak terhelakkan. Termasuk kelas ini meskipun berpredikat priorty class tetap saja namanya jam kosong pasti ramai. Karena bangku guru kosong, bossy Elang dengan santainya duduk dibangku itu, sedangkan anak buahnya duduk didekat Elang. Termasuk Shalom dan Pink Lowkey. Saat, mereka sedang bercengkerama, ada pemandangan yang membuat mata Defga risih. Sangat risih. Di kelas yang ramai dipenuhi Eliams, dengan beraninya tangan Elang menggerepe bagian belakang Shalom. Shalom yang tampak jijik berusaha menyingkirkan tangan Elang, tetapi tak digubris Elang. Malah, tangan Elang semakin jahil menggoda Shalom. Bella berani menegur Elang, tetapi dilawan sama Elang. Sedangkan, teman-teman lainnya nggak ada yang berani menegur Elang. Mau cari mati?

Tangan Elang yang tetap nakal. Gelagat Shalom terlihat sangat ingin menyingkir dari Elang. Nggak ada yang berani membantu Shalom sehingga membuat Defga yang melihat adegan senonoh itu langsung maju ke arah Elang dan menarik lengannya.

"Woy! Anda bisa sopan nggak sama cewek?"

"Apa urusan, Lo?" Elang mendorong bahu Defga sangat kencang sehingga badan Def hampir terjatuh.

"Anda nggak risih badan Anda dijamah kayak gitu? Sebenarnya risih, tetapi nggak berani nolak. Iya kan?" tanya Defga ke Shalom.

Elang yang nggak terima menarik kerah baju Def dan menghajarnya, "Nggak usah sok tahu! Dia fine aja gua gituin. Napa lo yang sewot, dork?"

Def bangkit dan balik menghajar Elang. Elang terjatuh. Bella menarik tangan Def dan mengajaknya keluar kelas. Elang yang hendak mengejar Defga langsung dihalangi oleh teman-temannya agar tak terjadi keributan lagi.

"Kamu apaan sih! Kamu mau cari mati? Yang kamu lawan itu Elang, Dee! Elang!" ucap Bella ke Def dengan nada tinggi.

"Anda nggak risih lihat Shalom digituin? Sahabat Anda, Bee! Saya tahu kalian jijik dan mau lawan tapi takut! Kalau Anda yang digituin sama cowok siapa pun itu, mati dia!"

"Anda? Saya? Kata 'aku' dan 'kamu' ke mana sekarang? Kalau lagi marah kayak gini, Lo?"

Tidak ada jawaban dari Def. Mata mereka saling beradu. Nggak ada dari mereka bicara lagi.

Pengumuman untuk Defangga El Sadam W. dari kelas XI IPA 4 agar bisa menuju ruang kepala sekolah. Sekali lagi... untuk Defangga El Sadam W. dari kelas XI IPA 4 agar bisa menuju ruang kepala sekolah.

Tatapan mereka terhenti saat mendengarkan pengumuman itu. Wajah Bella panik mendengar nama Defga dipanggil. Firasatnya benar, pasti Def akan kena masalah. Mendengar namanya dipanggil, Def beranjak pergi tapi ditahan Bella.

"Aku ikut!" tanpa jawaban, Def pergi meninggalkan Bella. Bella mengikuti langkah Def dari belakang.

***

Saat perkelahian berlangsung, ada salah satu siswa menghubungi Pak Hardi Sabda, ketua komite Eliam alias kakek dari Elang. Pak Hardi menghubungi Pak Aji Santiawan, kepala sekolah agar membereskan orang yang berani melawan cucunya. Saat Defga masuk, tampak dari wajah Pak Aji yang resah.

"Bella, kamu keluar, ya. Saya mau bicara sama Def berdua saja," pinta Pak Aji. Dengan berat hati Bella menuruti permintaan Pak Aji.

Saat Bella keluar, dia melihat beberapa siswa yang sudah berkerumun di depan ruang Pak Aji. Ternyata, saat mendengar pengumuman tadi, beberapa siswa langsung ke ruang Pak Aji. Mereka penasaran dengan punishment yang akan diterima Def.

"Ngapain kalian di sini?" tanya Bella, "Pergi sana!"

Pak Aji yang mendengar kegaduhan langsung ke luar dan meminta Pak Seno, guru Geografi sekaligus waka sarana prasana untuk membubarkan mereka. Mereka yang diusir merasa kecewa. Bella tidak ikut pergi dengan teman-temannya. Dia menunggu di luar. Pak Seno meminta Bella untuk mengusir siswa yang kepo dengan kasus Def. Kemudian, Pak Seno masuk ke ruangan Pak Aji.

Bella mencoba mengintip dari cela-cela jendela. Ia mendengar samar-samar percakapan Pak Aji dan Def. Pak Aji yang jarang berbicara keras, kali ini seperti meluapkan emosinya.

"Nggak mungkin saya ngeluarin kamu, Def! Prestasi terbanyak di sekolah ini dari siapa? Dari kamu."

Pak Aji menatap tajam Def. Def tersenyum sinis ke Pak Aji. Pak Aji semakin frustasi. Dia tahu, Def nggak akan masalah kalau dikeluarkan. Pak Aji menggaruk kepalanya dengan keras. Sesekali memukul meja. Dia bingung harus bagaimana. Di satu sisi, ini perintah ketua komite, tapi yang harus disingkirkan adalah Def, aset paling berharga sekolah ini. Kalau Def keluar, kacau. Tapi kacau kenapa? Hanya Pak Aji yang tahu.

"Saya nggak masalah dikeluarkan, Pak," jawab Def dengan santainya.

"Nggak! Saya akan cari solusi lain agar kamu tetap di sini."

Pak Aji mengajak Pak Seno ke pojok ruangan untuk berdiskusi. Pak Seno juga tidak setuju jika Def dikeluarkan. Bukan hanya mereka, semua guru pasti akan protes jika Def dikeluarkan. Def yang mencoba menerawang perbincangan mereka, sepertinya mereka sudah menemukan solusi.

"Def," Pak Aji berbicara dengan nada pelan, "Kami ada solusi. Kami akan berusaha agar kamu tidak dikeluarkan. Kami harap kamu setuju. Ini ide dari Pak Seno."

Pak Aji mempersilakan Pak Seno untuk berbicara, "Bagaimana kalau kamu masuk IPS?" tanya Pak Seno, "Kamu bisa dalam segala hal, Def. Kalau hanya mendalami pelajaran IPS sangat mudah buat kamu. Saya yakin itu," Def mengerutkan dahinya dan menatap wajah Pak Seno dengan ragu.

"Bukan hanya itu, saya yakin society pasti akan senang kalau kamu ada dibarisan mereka. Kenapa saya sangat yakin? Karena kamu... Defangga!"

"Saya akan negosiasi dengan Pak Hardi. Kamu tunggu hasilnya. Setelah ini kamu boleh pulang. Nggak mungkin kamu balik ke kelas. Bisa semakin runyam."

Pak Aji mengakhiri percakapan ini. Def hanya menunggu hasil keputusan tentang hidupnya di esok hari. Di luar, ternyata bukan hanya ada Bella. Namun, ada Lutfi, sahabat Def yang sudah meneteng tas milik Def. Sama seperti Bella, Lutfi punya firasat buruk. Dia tahu konsep punishment sekolah ini. Def mengambil tasnya lalu pergi tanpa berpamitan kepada Bella dan Lutfi.

"L" LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang