OSIS Eliam High School memberikan pengumuman adanya pendaftaran calon ketua OSIS dan penerimaan anggota OSIS baru. OSIS lama sudah sibuk wira-wiri menyiapkan materi wawancara dan promosi. Banyak Eliams yang antusias. Biasanya scientist garcep mendaftar OSIS, tetapi kali ini society pun nggak kalah menggebu-gebu daftar, baik itu kelas X maupun kelas XI.
Tak kalah antusias, yaitu Lalisa Aurora Santiawan. Lisa adalah putri satu-satunya Pak Aji Santiawan, kepala sekolah Eliam H.S. Cewek cheerfull ini sudah berkata kepada ayahnya kalau mau menjadi bagian dari kepanitian pendaftaran ketua dan wakil ketua OSIS. Kelak juga bisa berpartisipasi menjadi bagian dari OSIS. Padahal, tanpa tes pun Lisa bisa saja masuk OSIS dengan mudah. Tetapi, namanya Lalisa yang mandiri, anti memakai label keluarganya. Selagi bisa sendiri, why not?
Lalisa berjalan cepat mencari sosok Kak Cintya anak kelas XII yang notabene wakil ketua OSIS dan akan segera purna. Ia ingin menyerahkan formulir pendaftaran. Akhirnya Lisa melihat sosok Kak Cintya yang ada di kantin. Tetapi, kayaknya bukan waktu yang tepat karena di kantin lagi ada keributan. Lisa melihat Elang membawa kertas dan mengangkatnya ke atas sambil marah-marah. Seperti memperdebatkan sebuah kertas ke seseorang yang ada di depannya. Orang itu adalah Defga.
“Lo kan yang nulis surat ini dan meneror OSIS?” tanya Elang yang amarahnya sudah tak tertahan lagi. Ia ingin maju menghajar Defga, tetapi ditahan oleh teman-temannya.
Surat dari sosok “L” ternyata sudah tersebar seantero Eliam khususnya anak kelas XI. Elang yang penasaran meminta paksa ke Bagas agar kertas itu diberikan padanya. Saat olimpiade OSN kemarin, dia mendengar beberapa anak OSIS membaca kutukan surat itu yang berkata bahwa scientist akan kalah. Terbukti nyatanya Defga dari society yang menang. Bukan dari anak scientist.
“Woy! Jangan asal nuduh, dong! Surat itu bukan bukti yang kuat. Lagipula, kenapa bisa ada di ruang OSIS? Sorry, ya! Ogah banget jamah ruang OSIS yang lewatin lorong scientist. Kena hajar sama kalian sih iya!” Jawab Dewa yang turut geram dengan fitnah yang ditujukan ke Defga. Defga diam seribu bahasa. Bukan nggak mau membela diri. Dia tidak mau menanggapi bacotan Elang yang menyudutkannya. Buang waktu dan energi saja.
“Bukti? Isi di surat ini jelas kalau scientist akan kalah. Buktinya kemarin saat olimpiade!” terang Elang.
“Waduh…. Anak orang paling kaya di sini ternyata nggak punya mata,” ejek Dewa. Dewa melirik ke arah teman-temannya seakan mengkode bahwa orang yang ada di depan mereka memang bodoh.
“Defangga kok dilawan, cah! Mau jurusan IPA, IPS, atau jurusan Jakarta-Bandung, ya tetap bisa Defga kuasai. Nggak ingat yang dikatakan Pak Yaksa ketua komite SMA Jayakarta?” tanya Dewa yang merendahkan Elang, “Atau tahu tapi pura-pura nggak tahu?”
“Budek berarti, Lo!” jawab Dewa yang membara sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah Elang.
“Bereng….”
“Stop!” belum selesai Elang berbicara, dari jauh sana ada Nona yang menghentikan bacotan Elang. Dia menarik kertas yang Elang pegang dan mencocokkannya ke buku yang ia pegang. Buku itu tertuliskan nama Defangga. Ia cermati tulisan yang ada di surat dengan yang ada di buku.
“Ini bukan tulisan Defga,” kata Nona sambil mengibarkan kertas itu ke hadapan Eliams yang ada di kantin, “Tulisannya sangat beda. Kenapa aku bisa bilang begitu? Ini buku atas nama Defangga. Sangat jauh tulisannya dengan tulisan pada kertas. Kalau nggak percaya, lihat, nih!” Nona menunjukkan semuanya ke Elang. Elang ternganga. Ternyata itu bukan tulisan Defga.
Nona yang sedikit jengkel dengan kasar menyerahkan kertas itu kepada Elang. Lalu ia dengan cepat berjalan mendekati Defga. Defga tak henti melihat Nona. Ia terpesona. Dia juga terkejut ada cewek yang baru dia kenal tetapi sudah sangat berani membelanya. Apakah Nona tidak tahu kalau yang dia lawan adalah Elang?
“Memang rese, tuh cucu ketua komite!” jawaban Nona tadi membuat Defga lega. Ternyata dia tahu siapa Elang. Tetapi kenapa dia berani? Aneh. Masih timbul pertanyaan dibenak Defga.
“Ciee…. Yang dibelain cewek paling cantik di social class. Bangga kan, lo?” Elang tetap berdalih. Dia tetap tidak mau kalah dari Defga.
“Bisa aja kan lo nyuruh orang biar bisa menyelinap ke ruang OSIS?”
“Elang, cukup. Jangan memperkeruh keadaan. Jangan menuduh orang juga karena belum tentu benar,” ucap Bagas yang tidak tahu harus berbuat apa karena yang ia hadapi adalah seorang Elang.
Elang yang mau melawan terpaksa mengurungkan niatannya karena bel masuk kelas sudah berbunyi. Bagas meminta semua Eliams untuk meninggalkan kantin. Ia juga mengambil kertas yang Elang pegang sembari berkata, “Ini urusan OSIS. Biar kami yang cari sendiri.”
Segelintir siswa mulai meninggalkan kantin. Mereka yang berseteru juga mulai meninggalkan kantin. Tetapi, ada mata yang sedari tadi tidak lepas menatap wajah Defga.
“Bee…” Syarla menyenggol lengan Bella. Bella yang tersadar langsung menunjukkan wajah sumringahnya lagi. Ia pun mengajak Pink Lowkey untuk meninggalkan kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
"L" Letter
Teen FictionSurat yang ditulis oleh inisial "L" menggemparkan Eliams -penghuni Eliam High School-. Surat yang berisi teror, tuduhan, dan adu domba menyerang antarsiswa super power. Surat singkat yang berhasil mencobak-cabik seluruh sekolah. Terutama, saat Defg...