Di rumah sakit. Dewa dan Defga yang sedang menyingkir dari teman-temannya untuk berdiskusi berhenti. Lisa menghampiri mereka.
“Kak, aku mau ngomong.”
Lisa mengajak mereka ke suatu tempat – setelah mereka pergi dari rumah sakit. Tempat yang tidak asing. Sebuah taman. Taman belakang rumah kedua Lisa. Dewa, Defga, dan Setffy terkejut. Ada Lutfi di sana.
“Aku yang ajak dia,” kata Lisa. Lisa melangkah ke tengah taman. Lisa membalikkan badannya. Dia sadar kalau orang yang di belakangnya berhenti.
“Kenapa berhenti? Aku nggak mau mengadu domba kalian. Kita harus ngomong.”
Mereka pun melanjutkan langkah. Hingga sampai di bangku taman. Lutfi yang didekati tidak berkata apa-apa. Dia hanya terdiam duduk di bangku itu.
“Baik. Semua sudah berkumpul di sini kecuali satu orang. Aku sengaja tidak mengundang dia karena aku mau kita dulu yang bertemu.”
Suasana hening. Tidak ada yang merespon perkataan Lisa.
“Oke... oke… Jangan tegang gitu, dong. Tujuan aku ngumpulin kalian semua di sini karena…,” Lisa menjeda omongannya, “Aku kangen kita yang dulu.”
Semua menatap heran Lisa. “Aku juga mau buat pengakuan ke kalian. Tapi, sebelumnya aku mau minta maaf beribu maaf. Kalian pasti akan marah besar dengan kejujuranku.”
“Apa?” tanya Steffi.
Lisa mengeluarkan sebuah kotak. Dia letakkan di tengah meja lingkar agar bisa dilihat oleh semuanya. Lisa buka kotak itu.
“Surat-surat kusam siapa ini?” tanya Dewa yang penasaran.
Surat-surat yang sudah kucel itu dibuka satu per satu. Coretan-coretan surat yang mau diberikan ke seseorang tetapi tidak jadi karena banyak kata yang salah. Sehingga surat-surat itu dirunyamkan oleh tangan penulis. Yang paling mencengangkan ada diakhir tulisan.
“Lo yang nulis ini?” mata Dewa melotot, “Jadi selama ini lo!!!”
“Iya! Maaf semua. Makanya aku mau jelasin ke kalian semua dan alasan kenapa aku menjadi Mr. L.”
“Gila!!!! Selama ini kita dipermainkan sama adik kesayangan kita, guys!” Dewa jengkel. Dia melemparkan tutup kotak ke sembarang tempat.
“Tenang, beb. Kita dengarkan Lisa dulu,” jawab Steffy yang mencoba menenangkan Dewa.
“Semua duduk dulu ya yang tenang. Sama makan dan minum dulu. Sudah aku siapkan.”
“Cepetan, Ca!” desak Lutfi.
Btw, panggilan mereka untuk Lisa adalah Caca – Lica.
“Kapan aku menulai surat? Sejak Kak Def dipermainkan komite. Aku nggak terima. Ayah juga. Mereka nggak tahu saja siapa yang mereka lawan. Untung ayah berhasil lobi komite dan Kak Def setuju. Jadi Kak Def masih aman. Tapi…. Aku tetap nggak terima. Kalian tahu kan kita semua paling tidak suka sama ketidakadilan? Ya udah. Tiba-tiba muncul ide itu.”
“Awalnya, aku hanya mau sekali nulis buat berontak. Tapi responnya begitu bagus.”
“Bagus buat lo! Celaka buat kita, Ca!” gertak Dewa.
“Iya… maaf Kak Wa. Aku lanjutin lagi, ya.”
“Aku nggak tahu kalau surat pertama bisa membuat suasan semakin keruh tapi seru. Semua mengalir gitu aja. Dibumbui problematika kalian, aku jadi semangat melanjutkan misi surat itu. Surat pertama tentang Kak Def, kemudian OSIS, Pikwa, Praduga, dan lain-lain. Ide di dalam isi surat itu pun muncul karena mengalir sesuai keadaan sekolah. Sampai malah semakin keruh seperti sekarang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
"L" Letter
Fiksi RemajaSurat yang ditulis oleh inisial "L" menggemparkan Eliams -penghuni Eliam High School-. Surat yang berisi teror, tuduhan, dan adu domba menyerang antarsiswa super power. Surat singkat yang berhasil mencobak-cabik seluruh sekolah. Terutama, saat Defg...