Ruang OSIS sudah terisi para pengurus dan Pak Aji. Bukan hanya mereka saja. Kali ini ada Bella dan Lutfi. Mereka mendapat mandat khusus dari Pak Aji untuk ikut rapat ini. Asta belum tampak. Semenjak gebrakan yang dilakukan Dewa tadi membuat jiwanya terguncang. Pak Aji memimpin rapat pleno hari ini.
“Sebentar lagi pemilihan ketua dan wakil ketua OSIS akan dihelat. Kandidat kali ini sudah mutlak. Hanya ada dua pesaing. Di mana kalian tahu bahwa mereka bukan orang sembarangan terutama para calon ketua. Levin’s dan Lukas’,” ucap Pak Aji sembari meletakkan kertas penetapan kandidat calon ketua dan waket OSIS.
“Dan ini…” Pak Aji mengambil kumpulan kertas yang ada di sisi kanan mejanya, “Calon pengurus OSIS yang juga akan menjadi bagian dari panitia perhelatan ini.”
“Lutfi tidak tahu ke mana Asta?” Lutfi menggelengkan kepalanya. Setelah pelajaran terakhir, Asta sudah keluar kelas duluan. Dia kira Asta langsung menuju ruang OSIS.
“Besok kita adakan rapat khusus panitia. Bagas dan OSIS lama memimpin jalannya rapat, beri tahu mereka semua tentang skematik pemilihan.”
Ruang OSIS seperti tak berpenghuni padahal ramai. Mereka semua tegang. Seharusnya ada Asta di sana. Selain rapat ini, mereka akan membahas trik untuk memenangkannya. Percuma karena batang hidungnya nggak nampak sama sekali.
“Baik saya rasa rapat hari ini selesai. Kalian bisa melaksanakan tugas masing-masing di esok hari. Mohon bantuan dan kekompakan dari kalian. Jangan ada yang goyah dan jangan mudah terpengaruh dengan apa pun.”
Satu demi satu pengurus OSIS pergi. Pak Aji, Lutfi, Bella, Cintya, dan Bagas pergi ke ruang kepala sekolah. Ada hal yang harus dirapatkan lagi.
Pintu ruang Pak Aji diketok oleh seseorang. Pak Aji membuka pintu dan yang datang adalah Asta. Pak Aji tersenyum lega. Emosi anak ini sudah redup. Mereka yang duduk langsung berdiri. Tidak menyangka Asta akan datang.
“Silakan duduk,” Pak Aji mempersilakan Asta duduk disamping Bella.
“Ada hal yang mengganjal dalam diri saya. Kenapa tuan “L” tidak muncul lagi akhir-akhir ini? Jika penulisnya dari Eliams tentunya akan semangat mengadu domba kalian, bukan?”
“Atau dia sengaja, Pak?” celah Bella. Pak Aji mengerutkan dahinya.
“Eliams sedang panas-panasnya, Pak. Dia sengaja membiarkan kita semua terbuai dengan huru-hara ini. “L” ini bak sutradara, Pak. Dia berhasil membuat Eliams memerankan peran sesuai dengan apa yang dia inginkan tanpa dia turun tangan. Mungkin dia sedang tertawa melihat penghuni Eliams berantem.”
“Saya setuju Bella, Pak,” imbuh Bagas, “Dia pasti bakal muncul, Pak. Nunggu momen yang tepat. Tugas kita sekarang bagaimana membuat Elang dan Asta unggul. Bisa menarik perhatian Eliams.”
“Susah!” teriak Asta. Semua mata tertuju ke sumber suara. Teriakan Asta membuat mereka terkejut.
“Bisa kok, Ta. Te….”
“Susah! Kalian nggak lihat tadi di kantin semua orang terutama cewek-cewek histeris melihat postingan Dewa dan Defga. Cowok aja kagum. Gua? Apa keahlian gua? Cuma jago bacot doang,” Asta memotong pembicaraan Bagas. Amarah Asta terluapkan lagi. Mata dan pipinya merah. Semua paham dia sedang dilanda insecure.
“Kami akan bantu,” Bagas coba menenangkan Asta. Asta berdiri mau pergi. Lutfi menarik baju Asta dan menamparnya.
Pemandangan yang mencengangkan. Semua mulut ternganga.“Sadar lo! Lo yang mau jadi pemimpin Eliams. Malah lo yang ciut. Bukan mereka yang cupu. Lo yang cupu!” Gantian Lutfi yang teriak tepat di depan muka Asta. Biar dia sadar.
“Nggak dengar tadi Kak Bagas bilang. Kami akan bantu. Kenapa lo ragu? Mereka tuh lagi ngetes kita. Tenanglah!” Lutfi memundurkan badannya dari Asta.
“Semuanya duduk. Kita bicarakan dengan lebih tenang. Sekadar informasi, penulisnya bukan Eliams. Saat pra tes, semua guru mengecek tulisan kalian dan tulisan “L”. Tidak ada yang sama. Kita dapat PR lagi. Tapi, kalau saya akan membiarkannya jadi sutradara. Biar kita jadi pemainnya yang bisa mengubah alur cerita yang dia buat. Perlahan, dia yang akan terjebak dengan permainannya sendiri.” Pak Aji menyerutup kopi yang sudah tidak panas lagi.
“Cintya dan Bagas katanya kalian ada ide untuk Elang dan Asta. Coba kalian jelaskan di sini. Biar yang lain bisa menanggapi dan memberikan saran.”
“Baik, Pak. Izinkan saya yang menjelaskan,” kata Cintya. Asta, Lutfi, dan Bella menyimak rencana Cintya dan Bagas. Rencana yang mereka susun baik tetapi akan mudah terbaca. Bella dan Lutfi coba memberi masukan sedangkan Asta memilih diam karena kepalanya masih tidak bisa diajak kompromi.
“O.K.! By the way ide yang kalian sampaikan sama seperti saran dari Elang, loh! Bagus. Bisa digabungkan dengan ide kami,” kata Bagas.
“Elang sebelumnya sudah kami beri tahu soalnya,” imbuh Bagas.
“Berarti rencana ini bisa dijalankan,” kata Pak Aji.
“Iya, Pak. Besok setelah rapat panitia akan ditempel poster para kandidat dan pengumuman jadwal showcase. Agar antar kandidat bisa mempersiapkan diri untuk menampilkan keahlian mereka. Rencana, showcase akan dilakukan saat ulang tahun sekolah,” terang Cintya.
“Baik. Saya setuju. Saya akan menyampaikan ide ini ke para guru agar pengisi acara khusus ulang tahun sekolah diisi oleh penampilan kandidat. Sedangkan anak-anak yang lain menjadi penonton dan menikmati calon pemimpin Eliams yang akan unjuk gigi.”
“Iya, Pak. Kami para OSIS berharap kali ini fair, Pak. Tidak ada saling jegal. Mereka harus benar-benar berkompetisi. Kami harap Pak Aji selaku kepala sekolah bisa tegas untuk showcase yang fair. Jika ada yang berbuat curang, kandidat tersebut harus dieliminasi,” pinta Bagas.
“Baik akan saya kabulkan.”
Pak Aji menutup pertemuan ini. Mereka pergi meninggalkan ruangan. Karena keadaan Asta yang belum stabil, Bella meminta Lutfi yang tidak membawa kendaraan untuk menaiki motor Asta ke rumahnya. Sedangkan Asta naik mobil Bella. Bella mengantarkan Asta karena dia takut akan terjadi hal yang buruk di jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
"L" Letter
Teen FictionSurat yang ditulis oleh inisial "L" menggemparkan Eliams -penghuni Eliam High School-. Surat yang berisi teror, tuduhan, dan adu domba menyerang antarsiswa super power. Surat singkat yang berhasil mencobak-cabik seluruh sekolah. Terutama, saat Defg...