BCB 2

12.1K 391 6
                                    

Hidup yang ideal itu hanya angan-angan. Sangat wajar kita yang penuh dosa ini mendapatkan ujian sedangkan para Nabi yang suci pun diuji jauh lebih berat dari yang kita dapatkan - BCB

🍁 Anggun POV 🍁

Aku berhasil mengelabui diriku sendiri. Tak peduli Mbak Dine benar-benar mengenaliku atau tidak. Yang penting ialah tidak banyak percakapan diantara kami.

Mbak Dine berlalu setelah berdebat denganku hampir setengah jam. Aku tak ingin menuntut apapun, minta maafnya itu sudah lebih dari cukup. Lagipula, aku tak ingin karena hal ini akan mengharuskan kami berbincang lebih panjang, dan aku akan lupa jika tengah berpura-pura.

Kecelakaan Bintang sudah cukup menjadi masalah utamanya, tak perlu aku memikirkan bertemu siapa barusan.

Bukankah itu sudah terlalu lama untuk dikenang? Lagipula aku tak menginginkan apapun dari masa lalu, tak berharap juga Tuhan menulisnya ulang kisah ku menjadi lebih baik. Yang kutanamkan dalam diriku sekarang ialah sabar, menerima, lalu mensyukurinya. Apapun itu bentuknya, nikmat atau ujian, keduanya bersumber dari dzat yang sama, yaitu Allah SWT.

Setelah diperiksa dan mendapatkan perawatan, dokter memperbolehkan aku masuk untuk menunggui Bintang hingga siuman.

Ku raba keningnya yang terjahit pendek, juga lututnya yang lecet. Air mataku menetes, merasa gagal menjaga sesuatu yang seharusnya tak menimpa putraku.

Oh ya, kalian pasti bertanya-tanya kenapa Bintang dan Cahaya tidak satu sekolah? Bukankah mereka seumuran?

Biarlah ku ceritakan.

- 7 tahun lalu -

Aku tertatih menuju kamar untuk mengambil ponselnya. Perutku tiba-tiba terasa begitu sakit di iringi cairan bening yang mengalir disepanjang paha hingga menetes ke lantai.

Terduduk sambil memegangi perutnya dan mengambil nafas beberapa kali, aku menelfon seseorang yang membantuku selama ini.

Bu Farah, pemilik yayasan panti asuhan Anak Sholeh dan Sholehah yang menampung ku dulu sebelum aku diangkat menjadi anak asuh oleh keluarga kaya raya.

"Bu... Kayaknya Anggun mau melahirkan... Ini sakit banget, air ketubannya juga udah keluar..." Kata ku langsung ketika ponsel terhubung.

"Astaghfirullah Nak... Kamu dirumah aja, ini Ibu kesana jemput kamu ke rumah sakit. Jangan kemana-mana yaa, duduk yang tenang, nyender, zikir minta pertolongan sama Allah..." Sahut Bu Farah.

Aku meletakkan ponselku sembarang lalu memperbaiki susunan bantal untuk bersandar. Ku raih jilbab instan yang tersampir dikepala ranjang. Bibirku melantunkan istighfar dan sholawat bergantian.

Beruntung aku sudah mengenakan baju baby doll terusan yang panjang, sehingga tidak perlu berganti pakaian lagi.

Ketika rasa sakit terasa berkurang, aku bangun perlahan menuju lemari. Mengeluarkan sebuah tas yang jauh hari sudah ku persiapkan untuk persalinanku. Ku masukan kedalamnya keperluanku dan calon kedua anakku yang sebentar lagi akan lahir menemaniku di dunia ini.

Tak lupa ku ambil uang tabunganku yang beberapa bulan ini ku simpan, hasil dari bekerja disebuah butik sebagai perancang dan penjahit.

Tak berselang lama mobil Bu Farah datang. Beliau tak datang sendiri, tapi ditemani beberapa teman masa kecilku saat masih tinggal disana. Mereka menuntun ku keluar rumah, lalu menenangkan ku, dan membawaku ke rumah sakit yang bekerja sama dengan pihak panti asuhan.

"Minum dulu Gun, bibir kamu kering banget..." Kata Sukma seraya membantuku minum. Aku sendiri sudah tak peduli bagaimana kondisiku saat ini.

Sampai dirumah sakit aku langsung disambut beberapa perawat yang langsung menaikan ku ke kursi roda. Aku segera dibawa untuk diperiksa.

Bersama Cahaya Bintang (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang