BCB 39

3K 149 13
                                    

Rangga POV 🍁

Aku menekan dahi kuat saat Michelle tiba-tiba berkunjung ke rumah.

"Kamu mau kemana?"

"Aku ada urusan penting."

"Aku ikut yaa?"

Aku diam sesaat sebelum menolak permintaannya.

"Kamu mau ngapain sih kesini?"

"Kok kamu nanya gitu? Aku calon istri kamu loh Gaa? Nggak boleh emang?" Sahutnya kesal.

"Bukan gitu maksudku Cel."

"Terus?"

"Bisa nggak kalau mau datang itu nelfon dulu kek? Tanyain aku ada dirumah apa enggak? Sibuk apa enggak?"

"Iyaa deh. Sorry lain kali aku kalau mau dateng telfon kamu dulu. Emang mau kemana sih wangi sama tapi banget?"

"Aku ada janji sama orang?"

"Klien?"

"Maybe... Aku buru-buru, kamu mending balik, soalnya dirumah juga nggak ada orang." Kataku berharap Michelle segera pergi. Aku ingin sekali jujur kalau ingin pergi bertemu Anggun dan anak-anaknya, tapi ku tahan takut perempuan dihadapan ku ini berbuat macam-macam. Aku sangat kenal Michelle, gadis manja yang akan melakukan segala cara untuk mencapai apa yang diinginkannya.

"Oke deh, kalau gitu aku balik yaa Sayang. Hati-hati dijalan." Katanya melambaikan tangan. Berat dan terpaksa, aku mencoba tersenyum tipis dan membalas lambaiannya. Setelah ku rasa Michelle sudah jauh, aku baru keluar menuju taman Bugenvil. Berangkat satu jam lebih cepat, aku singgah sebentar ke toko mainan anak-anak. Entah berapa puluh menit yang ku habiskan karena aku sendiri tak tahu mainan seperti apa yang disukai anakku. Menyedihkan, tapi aku meyakini tak ada kata terlambat untuk sedikit memperbaiki semuanya.

Setengah jam lebih berada di toko mainan, aku memutuskan membeli sebuah robot, mobil remote, boneka Barbie dan mainan masak-masakan.
Tak lupa meminta tolong pada petugas toko untuk langsung membungkusnya dengan kertas kado.

Setelah beres aku langsung menuju taman Bugenvil. Tak langsung membawa mainan yang tadi ku beli, aku berharap pertemuan kami kali ini benar-benar berjalan mulus seperti harapanku.

Karena Anggun tak mengatakan kami bertemu dibagian mana, aku mencari tempat duduk yang cukup untuk kami berempat. Bangku panjang tak jauh dari tempat bermain adalah pilihan yang tepat.

Semenit, dua menit, hingga belasan menit berlalu. Taman semakin ramai karena malam ini memang ada pasar malam disini. Beberapa pedagang tampak mendirikan tenda-tenda sebagai persiapan jualannya.

Aku memandangi jam tanganku lama lalu beralih ke ponsel. Tak ada yang salah, mungkin Anggun sedang dijalan menuju ke sini. Bukankah tak mudah mengurus dua orang anak yang masih kecil sekaligus. Bisa jadi mereka sedang singgah di minimarket karena pikiran anak-anak ketika diajak keluar ialah jajan dan bersenang-senang.

"Boleh ikut duduk Mas?" Tanya dua orang perempuan padaku. Sejak aku duduk disini, aku meletakkan sepatu dan tasku di bangku agar orang-orang yang lalu tahu bahwa tempat duduk itu sudah ada yang punya.

"Oh itu Mbak, sebentar lagi temen saya datang..." Tolakku.

"Tapi dari setengah jam yang lalu temennya nggak datang-datang loh Mas. Kita cuma ikut duduk bentar kok, nanti kalau temennya datang kita pindah..."

Aku mengangguk lalu mengambil sepatuku diatas bangku.

Berkali-kali ingin menghubungi tapi aku takut malah mengganggunya. Tetap menunggu adalah pilihan terbaik, terlebih untuk penjahat sepertiku.

Bersama Cahaya Bintang (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang