BCB 4

9.2K 285 2
                                    

Kepada luka aku bertanya, kenapa kau masih ada didalam dada setelah sekian lama?

Menyisakan sesak yang membuat ruang nafasku terasa penuh dengan luka

Dibawah selembar hamparan kain yang dirajut aku mengadu

Yaa Allah, apakah Kau belum mengampuniku... - Novel BCB-

🍁 Anggun POV 🍁

Meskipun pertemuan kami begitu singkat, tak ada perbincangan panjang yang melelahkan, dan aku juga berpura-pura tak mengenalnya. Nyatanya akulah kini yang paling memikirkan berulang kali arti pertemuan itu.

Kalian pasti sudah tak asing kan dengan kata-kata, tak ada pertemuan yang kebetulan. Itu semua adalah bagian takdir yang sudah direncanakan oleh Allah SWT.

Aku tidak menyukai situasi seperti ini. Aku sudah berjanji untuk memaafkan mereka semua, lalu melupakannya dan menjalani kehidupan dengan lebih baik lagi. Lalu adilkah jika sudah bertahun-tahun aku cukup merasa tenang kini mulai terusik lagi? Luka itu, sakit itu, kini seolah-olah terulang kembali, seolah baru kemarin di sayatkannya.

"Kau belum mengampuni hamba Yaa Allah?" Tanyaku dengan linangan air mata yang tak bisa ku bendung.

"Hamba tahu hamba kotor bahkan menjijikan. Tapi jika bukan pada-Mu, pada siapa Hamba kembali? Jika bukan pada-Mu, pada siapa hamba yang berlumuran dosa ini mengadu?" Bisikku dengan isak kecil yang kudengar sendiri dikedua telingaku.

Entah berapa menit aku bersujud, hanya kalimat itu yang ku ulang-ulang. Berharap rasa sakit yang kini menyerang, menghantam hatiku bertubi-tubi, hilang seperti kemarin-kemarin.

Aku takut jika masalah itu menguap ke permukaan, dan orang-orang menghakimi kedua anakku yang samasekali tidak tahu tentang masa laluku. Bintang dan Cahaya samasekali tidak pantas untuk ikut diseret kedalam permasalahan ini.

Selesai shalat malam aku berbaring disebelah Bintang. Beruntung lukanya tak parah, hanya lecet dibeberapa bagian luar saja. Paling parah hanya bagian lutut hingga putra kecilku ini harus mendapatkan 6 jahitan dikakinya.

Ku tatap dalam-dalam rupa wajahnya. Bintang, meski cerewetnya sebelas dua belas dengan Cahaya, namun ia tidak pernah sekalipun menanyakan tentang sosok ayahnya padaku.

"Mama pingin kamu tumbuh jadi laki-laki yang baik dan bertanggung jawab Nak..." Lirihku sambil mengusap rambutnya.

Bintang menggeliat dan aku lekas mengangkat tanganku. Melihat ini masih pukul setengah empat pagi, yang artinya masih ada sekitar satu jam menuju subuh, aku mencoba memejamkan mata sambil mengingat apakah ada tugas kuliah besok.

Aku, dengan usiaku yang seharusnya sudah lulus kuliah, kini baru berada di semester 6 jurusan fashion design atau tata busana.

Ya, umurku sekarang sudah 24 tahun. Mahasiswa semester 6 disebuah kampus swasta, pemilik butik ternama Cahaya Bintang, dan rencananya, insyaallah setelah lulus aku ingin membuka cabang dibeberapa tempat lain untuk memperluas lapangan pekerjaan untuk anak-anak muda yang berbakat dalam hal menjahit maupun design.

Tentang butik, aku memulainya sejak empat tahun lalu. Saat Bintang dan Cahaya berusia dua tahun dan sudah berhenti menyusu badan denganku. Setelah meminta pendapat dan doa dari Bu Farah, aku nekat meminjam uang di bank lalu menyewa sebuah ruko. Tanpa karyawan, ditemani dua anakku yang saat itu sudah bisa berjalan, bermain, bahkan mulai belajar makan sendiri, aku menjual pakaian hasil design ku sendiri secara offline maupun online.

Bersama Cahaya Bintang (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang