BCB 31

3K 94 10
                                    

Tujuh tahun lalu 🍁

Anggun bangun ketika alarm hariannya berdering memenuhi isi kamar. Masih enggan membuka mata, ia berpikir diluar sana tengah hujan deras karena subuh ini ia merasa hawanya sangat dingin. Mengeratkan selimut keseluruh tubuhnya, Anggun menggerakkan jemarinya tanpa membuka mata untuk mengambil ponsel yang biasanya memang ia letakan diujung kanan kasur.

Beberapa saat ia terdiam ketika telapak tangannya menyentuh sesuatu yang terasa aneh. Lekas membuka mata, Anggun memekik lalu membungkam bibirnya sendiri ketika mendapati Rangga, kakaknya tengah tidur disebelahnya tanpa memakai baju.

Lekas bangkit dari posisi tidurnya, ia kembali memekik ketika mendapati dirinya sendiri pun tengah tidak berbusana samasekali. Kembali membungkam bibirnya, Anggun mencoba mengamati sekitar, tampak baju babydoll yang ia kenakan semalam tergeletak di lantai. Diatas meja ada sepiring martabak yang baru dimakan sendikit. Anggun mencoba mengingat apa yang telah terjadi sambil ketakutan sendiri.

Yang ia ingat hanya ketika Rangga datang larut malam membawa martabak untuknya. Setelah itu mereka berbincang sambil makan martabak, setelah itu ia tak bisa mengingat apapun.

Menggeser tubuhnya untuk turun ranjang dan mengambil baju, Anggun refleks menjerit ketika area kewanitaannya terasa perih.

Panik kenapa bagian itu terasa perih dan aneh, Anggun menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri mencoba tak percaya dengan apa yang terjadi tadi malam. Meski jelas baju dan pakaian dalamnya, begitupun milik kakak angkatnya itu sama-sama ada dilantai.

Kembali menggeser tubuhnya perlahan, Anggun menggigit bibirnya kuat untuk melawan nyeri dibawah sana. Sampai di ujung ranjang ia pelan menggerakkan kakinya turun ke lantai, lalu berdiri sambil sedikit mengaduh. Berjalan pelan memungut pakaian dan memakai baju tidurnya.

Sepuluh menit berlalu, alarmnya kembali berbunyi, Anggun mematung kaku ketika Rangga bergerak, menggeliat lalu membuka matanya. Anggun lekas menyembunyikan celana dalam yang baru saja mau ia kenakan.

"Astaghfirullah..." Pekik Rangga lalu bangun dan mendekati Anggun yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Kak Angga ngapain aku?!" Pekik Anggun sambil memejamkan mata. Mungkin karena Rangga panik, ia lupa kalau tengah tak berbusana. Laki-laki itu lekas memakai celananya.

"Anggun ini..."

"Apa!? Kakak gila tahu nggak!"

Rangga terdiam, mencoba mengatur kalimat untuk menenangkan adiknya yang tampak histerik. Ia sebenarnya juga panik, tapi ia mengingat dengan jelas apa yang ia lakukan pada Anggun tadi malam.

"Kamu jangan panik, diem. Nggak papa..."

"Nggak papa apanya?!"

"Anggun please jangan teriak, nanti orang rumah ada yang tahu..."

"Biarin! Biar Kak Angga dipenjara!"

Rangga tahu ia salah, tapi tapi otaknya benar-benar tidak bisa bekerja saat ini.

"Please dengerin aku ngomong dulu..."

"Apa!? Mau bilang nggak ngapa-ngapain aku! Aku bangun nggak pake baju!!!" Pekik Anggun yang membuat Rangga reflek membekap bibir adiknya.

"Iyaa kakak khilaf. Tapi itu nggak sengaja Gun... Kakak..."

"Khilaf bukan berarti Kak Angga bisa membenarkan diri! Aku sekarang nggak perawan gara-gara Kak Angga!" Ucap Anggun lagi sambil menangis. Menyadari sulitnya ia menjaga diri ditengah kota yang pergaulan bebas sudah dianggap hal biasa.
"Aku udah nggak perawan..." Ulang Anggun lagi sambil menangis.

Rangga kehilangan kata-kata mendengar apa yang adiknya katakan sekarang. Merasa bersalah itu jelas, tapi ia tidak memiliki jalan keluar selain meminta adiknya itu untuk merahasiakan apa yang terjadi tadi malam.

Bersama Cahaya Bintang (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang