BCB 40

2.7K 117 8
                                    

Anggun POV 🍁

Seminggu yang terasa lambat dan setiap detiknya menyisakan sesak tak terkira.

Bintang yang masih dalam kondisi kritis, dan aku yang yakin seratus persen bahwa kecelakaan itu ada hubungannya dengan Michelle. Namun karena tak tak bukti samasekali kecuali sepotong ancaman diundangan, perempuan itu kini dinyatakan tak bersalah.

Pak Siswanto, pria berumur 45 tahun yang kini ditetapkan sebagai tersangka dan dijatuhi hukuman 20 tahun, entah kenapa aku sangat meragukan semuanya. Meski jelas ia mengakui perbuatannya menerobos lampu merah dengan alasan terburu-buru ke rumah sakit, tetap saja ada janggal.

Polisi juga sudah memastikan apakah laki-laki itu benar-benar terburu-buru ke rumah sakit, yaa itu benar. Dari laporan yang kudapat, anak semata wayang bapak itu dan ibunya memang tengah dirawat di RSUD.

Kejanggalan lain yang menurutku sedikit aneh ialah, Pak Siswanto pasrah begitu saja menyerahkan dirinya ke kantor polisi. Bahkan saat sidang tersangka dua hari lalu, ia tak mengatakan apa-apa sebagai pembelaan, atau meminta keringanan hukuman.

"Kok adek dirawat di rumah sakit" Tanya si cerewet Cahaya saat sadar.

Aku berupaya tersenyum senatural mungkin dihadapan anak itu.

"Karena kamu lagi sakit..."

"Abang mana?"

"Ke sekolah" jawabku lalu mengalihkan wajahku ke nakas, mengambil mochi kesukaan Cahaya. Pertanyaannya barusan berhasil membuat mataku berkaca-kaca. "Nih Mama bawa makanan kesukaan kamu..." Kataku lalu membantu anak itu duduk dan bersandar dibantal yang ku tinggikan.

"Adek sakit apa Maa? Ini kenapa? Ini kenapa juga?" Tanyanya lagi sambil memandangi kaki dan tangannya yang masih diperban.

"Itu luka, gara-gara jatuh."

"Kok adek lupa. Jatuh dimana?"

"Dijalan. Makannya pelan-pelan yaa, jangan sambil ngomong. Nanti keselek."

Cahaya mengangguk lalu mulai menyantap mochinya.

"Maa minum..."

Aku mengambil air mineral yang sudah ku pindah ke botol milik Cahaya dan memberikan padanya.

"Maa mau pulang aja, nggak mau disini."

"Belum boleh, nanti dokternya marah. Boleh pulang kalau sudah sembuh..."

"Sembuhnya kapan? Adek mau sekolah. Mau main sama Abang..."

"Bentar lagi... Sabar yaa..."

"Abang nanti pulang sekolah suruh kesini yaa Maa..."

"Iyaa... Kalau Abang mau. Kan capek pulang sekolah masa ke sini..."

"Terus dirumah sama siapa?"

"Sama Bu Diah..."

"Yahhh... Adek mau ketemu Abang..."

"Iyaa... Makanya adek cepet sembuh..."

Cahaya hanya mengangguk dengan wajah agak merajuk.

Sebenarnya Cahaya sudah boleh dibawa pulang untuk dirawat dirumah, hanya saja aku memilih agar ia tetap berada dirumah sakit minimal sampai Bintang melewati masa kritisnya. Toh aku juga banyak menghabiskan waktu disini, mulai pakaian hingga laptop untuk mengerjakan tugas sudah kubawa kesini.

Aku menoleh ke arah pintu yang diketuk beberapa kali lalu terbuka sendiri. Melihat siapa yang datang, aku tersenyum lebar menatapnya.

"Kak Anggun..." Katanya dengan suara berbisik dan berjalan cepat ke arahku.

Bersama Cahaya Bintang (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang