BCB 7

8.4K 260 7
                                    

"Kuatkan privasi, sehingga apa yang disampaikan orang-orang tentang mu hanyalah sebatas asumsi"

🍁 Anggun 🍁

Aku meninggalkannya dengan perasaan yang teramat sesak. Rasanya hampir sama dengan tujuh tahun lalu saat aku diusir oleh orang-orang yang begitu ku sayangi, Papa, Mama, dan juga dia. Tapi bedanya kali ini aku lebih dewasa dalam menghadapi situasi yang sudah pernah ku alami.

Di dalam lift aku terduduk, menyembunyikan wajahku dengan ujung jilbab yang dijadikan tisu . Jujur saat ini aku sedang tak marah atau ingin memukul laki-laki itu untuk melampiaskan emosi. Tapi yang kurasakan sekarang adalah ketakutan yang begitu mencekam. Dunia terasa begitu sempit hingga mempertemukan ku dengan orang yang ingin sekali ku hapus dari kepalaku sejak beberapa tahun lalu.

Maaf katamu? Batin ku dengan isak yang tak bisa ku tahan lagi. Aku terkekeh dengan air mata berderai, membayangkan bagaimana tersiksanya aku tujuh tahun lalu hingga hampir memilih untuk mengakhiri hidup didunia yang begitu kejam ini.

Sampai di basemen aku langsung mengendarai motorku meninggalkan Clara yang sebenarnya menunggu ku. Aku tak ingin Clara bertanya apapun tentang ku, ataupun tentang Rangga.

Menyadari kondisi wajahku yang terlihat sembab, aku tidak mungkin datang ke butik untuk menjemput Cahaya yang ku titipkan disana. Akupun meminta Pak Harto untuk sekalian menjemput Cahaya setelah menjemput Bintang dari sekolahnya.

Kalian tahu apa yang paling ku takutkan saat bertemu Rangga? Aku takut laki-laki itu menanyakan soal bayi yang tujuh tahun lalu tumbuh di rahimku. Aku takut laki-laki itu mengusik keluarga kecil yang ku bangun mati-matian diatas masa lalu yang begitu memalukan.

Bagiku, tak ada yang lebih memalukan untuk seorang perempuan daripada kehilangan mahkota paling berharganya ditangan laki-laki yang bukan mahram. Hamil diluar nikah lalu melahirkan anak-anak tanpa ayah.

Sekalipun aku tidak melakukan itu semua karena sukarela, tapi aku tetap merasa bersalah kenapa malam itu aku tak memilih berdiam diri didalam kamar, daripada peduli pada seseorang yang pada akhirnya menyeret ku ke dalam lubang neraka jahanam.

Suara langkah kaki berlari Bintang dan Cahaya membuatku terburu-buru ke kamar mandi, mencuci wajahku lalu mengoleskan masker agar sembab itu tak terlalu kentara.

Aku keluar dan menyambut mereka yang ternyata sudah ada didepan pintu kamar mandi. Aku berjongkok, melebarkan tanganku, lalu mendekap keduanya.

Mendongak menatap langit-langit kamar, aku menggigit bibirku kuat mencoba untuk menahan air mata yang sudah berkumpul dipelupuk. Aku takut Rangga kembali lagi mengusik hidupku lalu mencuri lagi hal yang selama ini begitu ku jaga. Kehormatan ku boleh ia rampas, tapi aku tak akan membiarkannya merampas Bintang dan Cahaya. Aku tak peduli sekalipun Rangga adalah ayah biologis dari kedua anakku.

Apa haknya? Bukankah jelas-jelas dulu ia mengusirku meski aku tengah mengandung anaknya? Bahkan memintaku untuk menggugurkan bayi yang belum genap satu bulan.
Bintang dan Cahaya tidak perlu tahu seberapa kejam ayah mereka. Aku ingin kedua anakku tumbuh dengan baik, tanpa dendam dan benci didalam hati.

"Mama kenapa?" Tanya Bintang yang menyadarkan ku dari lamunan barusan.

Aku mengedipkan mataku, membiarkan air mata itu berjatuhan dari pelupuk mata. Lalu melepas pelukanku, menatap Bintang dan Cahaya.

"Pasti Abang sama Adek laper kan? Mama tadi beliin sesuatu buat kalian... Mau nggak?" Kataku mencoba mengalihkan suasana. Serapuh apapun aku detik ini, aku harus tetap tegak dan tidak boleh runtuh, karena ada Bintang dan Cahaya yang harus ku lindungi apapun yang terjadi kedepannya nanti.

Bersama Cahaya Bintang (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang