BCB 14

6.4K 220 9
                                    

🍁 Rangga 🍁

Ini untuk pertama kalinya aku kembali kesini setelah beberapa tahun lalu saat mencari Anggun.

Aku masih ingat bagaimana raut marah Bu Farah dan suaminya yang mengusirku, meminta ku untuk jangan menginjakkan kembali kaki ke tempat ini.

Mencoba rileks dan berprasangka baik dengan apapun yang ku terima nanti, aku menekan bel pagar hingga penjaganya bergegas membuka gerbang.

Menatapku sekilas dari atas sampai bawah, laki-laki itu membuka pintu gerbangnya dan mempersilakan aku masuk dengan mobilku.

"Bu Farahnya ada kan?" Tanyaku langsung saat turun.

"Ada Pak. Masuk aja, nanti didalam ada yang ngarahin ke ruangan beliau." Katanya lagi.

Aku bergegas masuk seraya memperhatikan bangunan panti asuhan yang kini berubah drastis. Bahkan aku jadi lupa bagaimana bangunan sederhana yang dulu.

Didalam aku ditanya apakah sudah membuat janji dengan Bu Farah. Aku bilang aku adalah salah satu anak di panti ini dan ingin mengunjungi beliau. Perempuan yang berjaga seperti resepsionis itupun memanggil salah satu anak panti untuk mengantarku kesana. Sambil berjalan aku mengobrol ringan dengannya.

"Disini ada yang namanya Kak Anggun nggak?" Tanyaku pada anak kecil yang ku gandeng itu.

"Kak Anggun yang mana Om?"

"Yang..."

Karena bingung menjelaskannya dan pastinya juga membuang waktu, aku membuka ponsel dan memperlihatkan foto Anggun yang ku ambil diam-diam setiap hari saat di kantor kecuali hari ini.

"Ohh Mamanya Bintang sama Cahaya... Kenal lah Om... Kak Anggun itu kakak kesayangan kami. Kalau Kak Anggun datang pasti bawa makanan sama hadiah banyak buat kami..." Katanya yang membuatku menelan liur pahit.

Tak lama kami sampai didepan sebuah ruangan bertulisan ketua panti. Setelah berterima kasih dan memberi anak itu uang jajan, aku mengetuk pintu pelan sambil membaca sholawat dalam hati. Berharap kemarahan perempuan itu padaku tak bertahan hingga saat ini.

"Masuk!" Sahutnya dari dalam.

Aku merapikan pakaian ku, berdehem pelan agar suaraku tak aneh saat berbicara nanti.

Menekan kenop pintu perlahan, aku membukanya pelan dengan sholawat dan istighfar dalam hati bergantian ku gemakan.

Kami bertatapan beberapa detik, mungkin Bu Farah yang terlihat lebih tua dari papa itu mencoba mengenali aku siapa.

"Duduk Nak Rangga..." Katanya mempersilakan. Mendengar suara tegasnya menyebut namaku, aku lemas sendiri ketika menarik kursi dan duduk dihadapannya.

Saking groginya, aku sampai lupa dengan rencana yang sudah ku susun untuk salim bahkan meminta maaf pada Bu Farah sebelum bertanya soal Anggun.

"Ada perlu apa?" Tanyanya.

Aku memberanikan diri menatap Bu Farah meski perempuan itu sibuk menatap layar tabletnya.

"Saya... Saya mau minta maaf Bu..." Kataku terbata.

Perempuan itu tampak menarik nafas berat lalu melepas kacamatanya. Baru setelah itu ia menatapku.

"Memang kamu punya salah apa sama saya sampai datang ke sini untuk minta maaf?" Tanyanya lagi yang membuatku benar-benar terjebak.

Entah mungkin hampir satu menit aku memilih tak menyahut.

Bu Farah berdehem lalu berdiri dari kursinya. Aku kira perempuan itu ingin meninggalkan ku, ternyata Bu Farah mengambil minuman kaleng dan menyuruhku untuk duduk di sofa ruangan itu.

Bersama Cahaya Bintang (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang