BCB 55

8K 195 26
                                    

Rangga POV 🍁

"Lama banget kita nggak ketemu..." Kataku sambil menatap matanya yang berkaca-kaca. Aku tahu dia tak percaya jika aku akan mengunjunginya ditempat ini. Meski hanya bertemu lewat kaca dengan titik-titik kecilnya, aku bisa melihat dengan jelas ekspresinya.

"Makasih sudah mau datang..." Katanya terharu dengan jemari menempel dikaca seolah hendak memegangku. Aku tak membalasnya.
"Kamu bakal tungguin aku sampai aku bebas kan Rangga... Kita udah tunangan..." Katanya lagi.

Aku tersenyum tipis padanya. "Sorry aku nggak bisa Cel..." Sahutku yang membuat wajah sendunya berubah seketika.

"Maksud kamu?!" Katanya dengan alis bertaut tak terima.

"Aku nggak bisa ngomong banyak. Aku kesini cuma mau ngasih kamu sesuatu." Kataku lalu mengeluarkan kertas coklat muda dengan pita merah menghiasinya. Karena tidak mungkin Michelle menerimanya, aku memperlihatkan undangan itu dengan membuka dan menempelkannya ke kaca dihadapannya.

Michelle beberapa detik terdiam fokus mencari intinya hingga ia menemui sesuatu yang terlihat dari perubahan wajahnya.

"Nggak mungkin! Enggak! Aku nggak terima kamu giniin aku Rangga!! Apalagi kamu nikah sama orang yang udah bikin hidup aku berantakan kayak gini! Enggakkk!" Teriak Michelle seperti orang kesurupan hingga seorang penjaga datang dan memeriksa ke dalam.

Tak ingin berlama-lama, aku berpamitan padanya.

"Aku harus pulang sekarang soalnya banyak banget yang diurus untuk persiapan pernikahan kami. Aku tahu kamu nggak bisa datang Cel, tapi nggak papa kok. Cukup doain kami bahagia aja yaa..." Kataku yang membuat perempuan itu semakin kesetanan.

Hingga langkahku benar-benar keluar ruangan itu, suara teriakan Michelle masih agak terdengar.

Aku membawa mobilku melaju menuju sekolah Cahaya. Setelah keluar dari penjara dua bulan lalu, aku dan Anggun memang sepakat untuk tetap bersama dalam mengurus anak-anak. Seminggu bersamaku, seminggu bersamanya, begitulah pembagiannya.

"Ayahh!!!" Teriak Cahaya saat melihat mobilku sudah standby menunggunya. Aku lekas keluar mobil lalu memeluknya sebentar dan menggendongnya masuk ke dalam mobil, duduk disebelahku. Setelah memakaikan seat belt, aku langsung masuk juga dan pergi menuju sekolah Bintang jagoan ku.

"Nanti mau makan apa?"

"Spaghetti..."

"Kalau ketahuan mama gimana? Kamu makan mie terus..."

"Ayah jangan bilangin Mama."

"Oke. Tapi besok nggak lagi yaa?"

"Kok nggak bolehhh... Ayah kan bukan Mama..."

"Bolehhh, tapi jangan keseringan makam mie... Nanti sakit, kalau sakit adek nggak bisa sekolah. Kalau nggak sekolah nanti nggak bisa membaca."

"Okee deh..."

"Kita jemput Abang dulu yaa..."

"Oke ayah..."

Sampai didepan sekolah Bintang, aku memarkirkan mobil cukup jauh karena disekitar gerbang sudah banyak orang tua yang juga menjemput anaknya. Agar Bintang tak bingung, aku dan Cahaya turun dari mobil dan berjalan ke dekat gerbang yang belum dibuka.

Sejauh ini tak pernah kubayangkan aku akan berada dikondisi sekarang. Dipanggil ayah lalu mengantar dan menjemput anak-anak pulang sekolah. Anggun memaafkan ku, bahkan beberapa hari lagi kami akan menikah dan menjadi suami istri. Membahagiakan perempuan itu adalah tujuan utama disisa usiaku, membayar semua kepedihan yang pernah ia jalani karena kejahatan ku dimasa lalu.

Bersama Cahaya Bintang (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang