Sampai sekarang aku masih tak paham. Kenapa waktu sering kali mempertemukan kita dengan seseorang yang begitu kita hindari?
🍁 Anggun POV 🍁
Aku dan Clara sudah tiba didepan gerbang PT Elia Mediatama Indonesia.
Sebelum masuk kami diberhentikan oleh satpam, dimintai keterangan tentang hal ihwal masuk ke dalam. Aku maupun Clara menunjukkan surat dari kampus. Kami pun diperbolehkan masuk.
Persis seperti hotel-hotel bintang 5, kami berhenti di lobi untuk mengisi beberapa hal yang sudah masuk ke dalam aturan perusahaan. Setelah itu seorang karyawan menggiring kami, mengarahkan kami ke sebuah ruangan untuk menemui EIC (editor in chief) atau lebih sering dikenal dengan pimpinan redaksi.
Tak kusangka, beberapa karyawan disana ada yang mengenaliku, bahkan menyapaku duluan.
"Mbak Anggun kan yaa? CEO-nya butik Cahaya Bintang? Wahh kemarin waktu kakak sepupu saya nikahan, pesen baju buat bridesmaid-nya di butik Mbak... Masyaallah bagus banget. Sampai-sampai kakak sepupu saya nyesel kenapa baju pengantinnya nggak di fitting disana juga hehehe..." Celetuknya yang lagi-lagi aku hanya bisa menyahutinya dengan senyuman. Atau sekedar kata oh dan terima kasih sebagai jawabannya.
Sampai didepan ruangan berdinding kaca buram tak tembus pandang, aku dan Clara saling dorong siapa yang mengetuk dan mengucap salam.
"Kak Anggun dehh... Aku takut..." Bisik Clara.
Aku sendiri sebenarnya takut juga, alias gugup, karena yang akan kami temui tentu bukan orang sembarangan. Merasa diriku tua, aku akhirnya mengalah dan mendekati pintu itu, mengetuknya pelan tiga kali, lalu mengucapkan salam. Aku sampai lupa kalau Clara bukan orang Islam, dan anehnya Clara mungkin juga lupa apa agamanya saking gugupnya. Ia malah ikut mengucapkan assalamualaikum sepertiku.
"Yaa, waalaikumsalam, masuk aja nggak dikunci pintunya."
Terdengar jawaban seorang pria dari dalam.
Aku menoleh ke arah Clara. Memberi isyarat agar gantian ia yang sekarang masuk duluan.
Clara meringis lalu mau tak mau mendorong pintu tersebut pelan, masuk ke dalam dengan sopan. Begitupun aku yang mengikutinya dibelakang.
Setelah masuk kami masih berdiri didepan pintu yang telah kami tutup kembali. Pria yang baru berdiri dari lantai dan membelakangi kami itu terlihat tengah melipat sajadah dan melepas kopiah yang terpasang dikepalanya. Sepertinya ia baru saja mengerjakan shalat Dhuha, masyaallah.
Belum pimpinan redaksi itu berbalik, aku terkejut, melotot sendiri sambil merogoh tasku, mencari ponselku yang berdering dengan kerasnya. Mungkin hp ku habis dimainkan anak-anak sehingga volumenya full.
Clara meringis menatapku. Aku sendiri gugup hingga berkeringat dingin karena dering ponselku memenuhi ruangan yang beberapa detik lalu begitu senyap ini.
"Aku angkat telfon bentar Cla..." Bisikku padanya lalu berjalan mundur dan keluar ruangan.
Baru ku angkat dan menempelkan ponsel ke telinga, suara dibalik ponsel membuatku beristighfar dalam hati berulang kali.
"Maaf-maaf salah telfon, namanya sama soalnya Mbak... Tuttuttut..."
Panggilan berakhir.
Aku mengusap dadaku berulang kali, lalu membuka kamera untuk merapikan jilbabku. Setelah dirasa penampilanku cukup rapi, aku kembali masuk dan mendapati Clara sudah duduk di sofa seorang diri. Aku menghampirinya dan ikut juga.
"Bapaknya ganteng banget Kak... Udah gitu baik lagiiii. Ini beliau lagi ambilin kita minum ama cemilan, biar ngobrolnya enak katanya..." Bisik Clara dengan ekspresi terlampau lebay menurutku. Entah ia begitu kagum atau terharu, yang pasti Clara meringis seperti hendak menangis saat mengatakan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Cahaya Bintang (✔)
Romance🌻 FOLLOW SEBELUM BACA 🌻 Anggun masih ingat, bagaimana hari itu Rangga dan keluarga mengusir dirinya yang tengah berbadan dua. Di usianya yang baru lulus SMA, Anggun menghentikan mimpinya demi bayi yang dikandungnya. ••••• "Kak Angga aku hamil..." ...