BCB 22

4K 190 10
                                    

Rangga POV 🍁

Diantara banyak hal yang paling ku sesali selama hidupku ialah fakta bahwa aku seorang pembunuh. Membunuh janin yang samasekali tidak bersalah, juga menelantarkan ibunya yang mungkin saat itu, entah bagaimana, aku tak bisa membayangkan apa yang Anggun rasakan saat janin didalam kandungannya lenyap tiba-tiba tanpa rasa.

Aku mungkin juga melakukan kesalahan lain seperti menyetubuhinya, tapi sungguh itu terjadi diluar kesadaran karena aku sedang berada didalam pengaruh obat yang dimasukkan temanku. Tapi untuk pembunuhan itu, akulah pelakunya, aku juga merencanakannya jauh-jauh hari sebelum akhirnya Anggun mengatakan apa yang terjadi pada Papa dan Mama.

Tidak ada yang tahu apa yang ku lakukan kecuali seseorang yang sekarang entah dimana perempuan itu berada. Sejak kematian Mama, aku memberhentikannya bekerja.

Dulu, sekitar tujuh tahun lalu, aku ingat sekali bagaimana aku terkejut saat Bu Diah yang ku suruh membuatkan susu untuk Anggun memergoki ku yang tengah mencampurkan bubuk penggugur kandungan di bubur Anggun yang memang saat itu mulai mual-mual karena hamil.

Entah karena itu salah satu tindak kriminal yang kulakukan untuk pertama kali, tentu saja aku gugup setengah mati seperti maling yang tertangkap dikepung warga. Aku yang sedang mengaduk bubur berdiri mematung dengan tatapan tak percaya melihat Bu Diah melihat apa yang ku perbuat. Saking gugupnya aku saat itu, aku benar-benar tak sadar sudah membongkar tentang kehamilan Anggun duluan. Yaa, jadi sebelum Anggun mengatakan yang sebenarnya pada Papa dan Mama, aku lebih dulu mengakui hal itu pada Bu Diah, asisten rumah tangga sekaligus pengasuh yang sudah belasan tahun bekerja bahkan ku anggap sebagai ibu kedua setelah Mama.

"Itu dicampur apa Den buburnya?" Tanyanya saat itu dengan tatapan curiga.

"Anu Bu... Itu..." Kataku terputus karena memang tak pernah berbohong padanya.

"Jangan aneh-aneh, Non Anggun lagi sakit."

"Iya Bu, ini cuma..." Kataku terputus-putus karena bingung apa yang harus dikatakan. Aku memang tak ahli dalam merangkai kata untuk berbohong, apalagi secara dadakan.

Bu Diah mengambil bungkus serbuk yang ada ditanganku lalu menciumnya. Matanya terbelalak, yang ku pikirkan saat itu ialah Bu Diah tahu itu obat apa karena katanya pernah menjadi bidan kampung sebelum bekerja pada keluargaku.

"Ini kan..." Katanya yang langsung ku potong agar perempuan itu tak melanjutkan ucapannya.

"Ini demi masa depan Anggun Bu...  Tolong jangan kasih tahu siapa-siapa. Anggun punya mimpi, dia masih muda, dia harus kuliah, dia dapat beasiswa, dia harus jadi designer. Kalau orang-orang tahu dia hamil, dia akan kehilangan masa depannya..." Ceplosku saat itu dengan polosnya karena mengira Bu Diah tahu itu obat apa.

Perempuan itu terdiam dengan wajah tegang menatapku. Wajahnya memerah marah. Disituasi itu aku samasekali tak memikirkan bahwa sudah membongkar yang seharusnya ku rahasiakan berdua dengan Anggun, yang ku takutkan ialah Bu Diah marah dan melaporkannya pada Mama dan Papa.

"Siapa yang tega ngehamilin Non Anggun Den? Bukan Den Rangga kan?" Katanya yang membuatku semakin panik dan kehilangan akal untuk berpikir jernih.

"Saya Bu... Tapi saya nggak sadar waktu ngelakuinnya..." Aku ku lalu menjatuhkan tubuhku ke lantai, bersimpuh pada Bu Diah yang ikutan syok mendengar pengakuanku barusan.

"Tolong jangan kasih siapa-siapa Bu, apalagi Papa sama Mama..." Kataku dengan tangan bertangkup pada perempuan itu.

"Biarin semuanya kembali seperti semula. Kita sama-sama seperti kemarin tanpa ada keributan. Saya beneran nggak sadar waktu melakukan itu ke Anggun Bu..." Mohonku lagi.

Bersama Cahaya Bintang (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang