BCB 48

3.1K 131 7
                                    

Anggun POV 🍁

Berselang sehari setelah penahanan Michelle di Polda Metro Jaya Jakarta, Pak Sanusi ayahnya ditahan juga atas kasus kecelakaan yang menewaskan Pak Harto. Karena keduanya termasuk publik figur dan orang kaya, berita itu menjadi topik hangat yang setiap hari ditampilkan di televisi. Meski belum ditetapkan sebagai tersangka, dan aku yakin akan ada banyak sidang pembelaan yang akan diadakan, tetap saja itu semua adalah sebuah kejutan.

Aku menatap Bintang dan Cahaya yang berlarian, berbaur dengan anak-anak lain yang juga ada di taman. Kadang aku merasa aku ibu yang sangat jahat karena tak memberikan kesempatan kepada mereka untuk merasakan kasih sayang seorang ayah. Juga merasa egois karena melibatkan mereka berdua yang tidak tahu menahu soal masa lalu itu.

"Ayah ayo kesana! Ayah ayoooo!"

Aku menoleh ke asal suara. Tampak seorang anak kecil yang sepertinya lebih muda dari Bintang dan Cahaya, tengah menarik jemari ayahnya yang tengah sibuk menelfon.

Aku kembali menatap Bintang dan Cahaya yang sekarang naik seluncuran, keduanya tampak saling terkekeh dan berlomba memanjat untuk meluncur lagi.

Pikiranku melayang dengan tatapan kosong, fokus menatap anak-anak yang cekikikan tanpa saling kenal.

Tiba-tiba Cahaya yang tengah berlari tersandung hingga anak itu jatuh tersungkur ditanah. Bintang yang sudah naik dan siap meluncur bergegas turun menghampiri saudara kembarnya itu.

Aku juga langsung berdiri untuk menghampiri mereka. Belum melangkah, aku membeku ditempatku meyaksikan hal tak terduga.

"Ayah sakit..." Rengek Cahaya pada Rangga.

Aku masih diposisiku dengan tatapan tak percaya juga bibir tak bisa berkata-kata.

Rangga menggendong Cahaya yang merengek ke arahku. Bintang mengikuti laki-laki itu dengan tangan saling menggenggam. Pemandangan yang dulu sempat ku bayangkan akan ada disalah satu fase hidupku.

"Maa sakit..." Rengek Cahaya padaku. Aku yang masih tertegun lekas menyambut anak itu ketika Rangga menyerahkannya padaku, kebetulan aku tengah duduk dikursi panjang sekitar taman.

"Ihhh kaki adek lecet Paa..." Kata Bintang meringis seolah ia ikut merasakan lecet itu.

"Sayang aku ambil kotak p3k di mobil bentar yaa?" Kata Rangga padaku. Aku mengangguk kaku sambil menelan liur.

"Ayah... Abang ikut"

"Sini..." Kata Rangga lalu meraih kedua ketiak Bintang dan menggendong anak itu sayang. Aku masih tak bisa berkata-kata, sama seperti otakku yang sekarang seperti berhenti bekerja.

Aku menatap Cahaya di pangkuanku.

"Kok adek bisa jatuh?" Tanyaku.

"Abang larinya laju banget..." Sahut Cahaya.

Tak lama Rangga datang dengan satu tangan memegang Bintang dibahunya, sedangkan tangan lain memegang kotak p3k serta totebag berisi minuman dan camilan. Lagi-lagi aku dibuat bingung namun bibirku seperti terkunci, tak mampu protes dengan apa yang terjadi saat ini.

"Adek peluk Mama yaa biar sakitnya nggak kerasa..." Kata Rangga menatapku dalam. Aku hanya bisa mendelik tak percaya padanya. "Sayang gini..." Kata Rangga lagi lalu membetulkan posisi Cahaya di dekapan ku.

Aku memeluk Cahaya erat sambil menatap Rangga yang mengobati lutut Cahaya yang berdarah sedikit.

"Ayah perihh..." Pekik Cahaya menggerakkan kakinya. Aku semakin erat memeluk anak itu.

"Iyaa bentar yaa Dek, itu ayah lagi obatin biar cepet sembuh terus bisa main lagi..." Kataku begitu saja, lalu setelahnya aku kembali bertanya-tanya pada diriku sendiri, apakah ini semua nyata dan semua hal buruk yang terjadi hanyalah mimpi.

Bersama Cahaya Bintang (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang