BCB 11

6.1K 202 13
                                    

Jangan pernah memandang rendah seseorang karena masa lalunya yang kelam. Kamu tidak tahu seberapa banyak air mata yang dia tumpahkan ketika sujud karena menyesali perbuatan tersebut. Kamu tidak tahu seberapa keras dia berusaha untuk menjadi seseorang yang lebih baik. Dan kamu tidak tahu, bahwa apa yang kamu pikirkan tentang orang tersebut mencerminkan betapa buruk hatimu karena merasa lebih baik dari orang lain. Bukankah jauh lebih memalukan rendah dimata Allah SWT daripada dimata manusia?

🍁 Anggun POV 🍁

Kadang aku berpikir apakah kehidupan ku ini adalah kutukan?

Dari ibuku yang menjadi yatim piatu sejak SMA kelas dua, lalu menikah dengan seorang pria keturunan Rusia yang meninggalkannya kembali ke negaranya disaat usiaku belum sampai dua tahun.

Bu Farah bilang, dulu satpam menemukanku digerbang panti asuhan saat pagi hari. Saat itu usiaku empat tahun. Ibuku, Maura Belviana meletakkan ku di panti asuhan lengkap dengan akte kelahiran, surat, pakaian, makanan, dan sejumlah uang serta perhiasan yang nilainya cukup banyak. Tentu saja Bu Farah dan suaminya Pak Wira yang waktu itu masih hidup dengan mudah melacak keberadaan ibuku setelah melaporkannya ke kantor polisi. Sekitar tiga hari, investigasi tersebut berakhir disebuah kuburan yang masih basah. Dari keterangan penjaga makam, ibuku dikuburkan oleh pihak rumah sakit. Bu Farah dan Pak Wira pun mendatangi rumah sakit itu dan mendapat keterangan bahwa ibuku meninggal karena kanker darah. Sejak itulah aku resmi bergabung di panti asuhan Sholeh dan Sholehah yang mereka kelola.

Lalu setelah besar aku mengalami hal yang sama, yang membuat kedua anakku tidak memiliki kehidupan sempurna dengan keluarga lengkap seperti teman-temannya. Kadang aku sakit hati sendiri memikirkan hal itu, meski disisi lain aku meyakini Allah SWT memberikan takdir tersebut karena aku, maupun almarhumah ibuku mampu untuk menjalaninya. Tapi tetap saja, rasanya iri melihat orang lain yang seolah-olah hidupnya normal-normal saja.

"Sudah Nak... Ibu ngerti kok gimana perasaan kamu. Tapi kamu juga harus paham, nggak hanya tentang kamu yang bertemu lagi dengan seseorang yang ingin kamu kubur dimasa lalu, bahkan sebutir nasi yang masuk ke dalam perut kita, itu sudah diatur dan tertulis di lauhul mahfudz sana. Allah yang ngatur semuanya Nak... Tugas kita sebagai hamba itu perbanyak baik sangka, apalagi sama Allah SWT yang menciptakan kita dengan cinta-Nya" kata Bu Farah yang entah kenapa kali ini nasihat perempuan itu belum mampu membuat ketakutan ku sirna. Aku dengan isak ku yang belum berhenti sejak beberapa menit tadi, menumbuhkan kegelisahan ku di dekapan Bu Farah yang sudah ku anggap Ibuku sendiri.

"Tapi calon istrinya Kak Rangga udah tahu tentang Bintang sama Cahaya Bu..." Ucapku lagi, entah jelas atau tidak ditelinga Bu Farah.

Bu Farah kali ini tak menyahuti ku lagi. Aku bisa bisa merasakan dekapan perempuan yang sudah berusia senja itu semakin erat memelukku, mengusap-usap belakangku.

"Udah Ibu dua anak kok masih cengeng..." Kata perempuan itu lalu melonggarkan pelukannya. Lalu memberikan tisu padaku.

Aku masih sesenggukan, setiap ingat Michelle, aku ketakutan sendiri. Takut kalau-kalau perempuan itu tiba-tiba datang ke rumahku dengan Rangga, ke butikku dengan laki-laki itu, atau tak sengaja melihat Bintang dan Cahaya karena kami berada di kota yang sama. Bohong jika Michelle tak menyadari wajah kedua anakku itu mirip dengan calon suaminya.

"Kalau kamu memang nggak mau Bintang sama Cahaya tahu siapa ayahnya, kalau kamu nggak mau Rangga ngusik kehidupan kamu. Kamu harus nikah. Bintang sama Cahaya sudah besar Nggun... Mereka sudah paham keluarga itu terdiri dari siapa aja. Sampai kapan kamu bohongin mereka? Kamu mau mereka nanti tahu kenyataannya disaat kamu sudah berusaha payah menutupi semua yang terjadi sebenarnya?" Kata Bu Farah lagi yang semakin membuat isi kepala ku buntu.

Bersama Cahaya Bintang (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang