LEMBAR 15

1.5K 121 4
                                    

Secercah sinar matahari mengenai wajah Jimin yang tengah tertidur pulas. Ia menggeliat kecil dan mengusap kedua matanya. Ia mengerjap membiasakan cahaya yang mulai menerangi kamarnya.

"Tunggu dulu, dimana? kamarku? bagaimana mungkin?"

Jimin menyadari seseorang kini tengah menatapnya heran dari seberang tempat tidurnya, lebih tepatnya dari sofa.

"Yoongi" cicit Jimin. Ekspresinya terlihat kaget. Kepalanya tertunduk, wajahnya menahan malu seakan ia didapati telah melakukan hal yang memalukan.

"Sudah bangun? Apa tidurmu nyenyak, Jimin?" tanya Yoongi. Suaranya terdengar dalam namun terasa hangat menurut Jimin.

Jimin menganggukkan kepalanya. Mencoba mengingat kejadian apa yang membuat dirinya dan Yoongi pada akhirnya berada di satu ruangan yang sama, yaitu kamar dirinya (kamar Yoongi).

Hening menyelimuti kedua manusia yang tengah sibuk dengan pikiran masing-masing. Dimana yang berkulit putih menatap si yang kecil  dengan obsidiannya tanpa kedip. Sementara si yang kecil masih memproses setiap kejadian dalam pikirannya. Matanya menbelalak saat bagaimana bayangan dirinya yang ditolong oleh Yoongi kemarin. Mengundang untuk membalas tatapan dari obsidian yang sedari tadi menatapnya tanpa jedah.

"Kau disini semalaman, Yoongi?" tanya Jimin

Yoongi hanya memiringkan kepalanya.

"T-tidak. Maksudku kenapa bisa disini, apa kau ada perlu denganku?" tanya Jimin kembali. Rasanya ia ingin memukul bibirnya yang asal saja bertanya tanpa arah.

"Tidak ada. Aku hanya, ehm mengikuti katamu semalam untuk tetap tinggal." jawab Yoongi singkat dan dingin. Sementara yang bertanya hanya mampu mengeguk salivanya dengan kasar.

"Yoongi, T-terima kasih sudah membantuku semalam." cicit Jimin.

Yoongi hanya tersenyum.

"Hanya terima kasih? padahal seluruh tubuhku rasanya begitu kaku karena harus tidur di sofa ini." 

Wajah Jimin memerah. 

"M-maaf. Aku tak bermaksud menyusahkanmu. Pikiranku sedang kacau semalam, dan kau mungkin lebih bisa berfikir jernih dari pada aku. Padahal kau bisa meninggalkanku saat aku tertidur kan?"

Kedua alis Yoongi menukik tak senang. Raut wajahnya kembali masam. 

"Jadi menurutmu aku salah karena mengikuti permintaanmu, Jimin?"

"Bukan begitu, Yoongi. Aku tak bermaksud begitu. Hanya saja perlakuanmu terhadapku sangat tidak biasa. Tidak seperti kau yang selalu dingin dan tidak perduli padaku."

Yoongi mendecih tak senang. Ternyata rasa pedulinya terhadap Jimin dianggap sesuatu yang aneh. 

"Aku tak tau kau bisa berfikir seperti itu terhadapku, Jimin. Lagipula aku hanya tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu. Kakek pasti akan marah padaku jika kau sampai terluka. Aku melakukannya untuk diriku sendiri." jawab Yoongi menatap Jimin tajam dan segera berdiri meninggalkan Jimin tanpa menoleh sedikit pun. 

Di luar kamar, Yoongi berpapasan dengan Suran. Ia memiringkan kepalanya dan melihat Jimin yang tengah terduduk di atas kasur. Mengalihkan pandangannya pada Yoongi dengan rasa ingin tahu luar biasa. Namun darahnya berdesir deras lantaran emosi yang kini memenuhi dirinya.

"Kak Yoongi, kenapa bisa keluar dari Kamar Jimin?"

Yoongi nyatanya menulikan pendengarannya. Mengabaikan Suran dan melanjutkan langkahnya seperti tak bertemu dengan siapa pun.

Melihat reaksi Yoongi, membuat Suran semakin penasaran. Jadi Suran memutuskan untuk mengikuti Yoongi seraya menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan memenuhi rasa ingin tahunya.

Redamancy || YoonminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang