LEMBAR 31

1.8K 169 19
                                    

Yoongi menelan suapan demi suapan yang Jimin berikan tanpa protes. Mengunyah dengan tenang dan menikmatinya. Sementara Jimin tengah menatap Yoongi heran dan takjub karena sifat Yoongi yang ini begitu baru untuk Jimin.

"Yoongi, boleh aku bertanya?" tanya Jimin di sela kegiatan menyuapnya.

"Tentu. Mau tanya apa?"

"Jika di rumah, siapa yang mengurusimu jika sakit?" tanya Jimin ragu

"Bibi Lee dan Soobin. Hanya mereka berdua yang aku percaya di kediaman keluarga Min." jawab Yoongi enteng.

"Hanya mereka berdua?"

"Iya, hanya mereka berdua. Eh tidak tiga, termasuk Yeonjun. Tapi yang mengurusiku hanya Soobin dan Bibi Lee."

"Kenapa?"

"Kenapa apa?"

"Kenapa hanya percaya mereka? Bukankah ada ibu dan adikmu yang bisa membantumu?"

"Aku tak terlalu akrab dengan ibuku. Aku dibesarkan oleh kedua orang tua yang sibuk dengan bisnis dan kehidupan sosialita mereka. Aku lebih banyak menghabiskan waktuku di rumah kakek. Dan Suran, dia bukan adik kandungku. Aku sesungguhnya anak tunggal. Suatu malam, ibu membawa Suran pulang dan memperkenalkannya padaku. Kata ibu dia akan menjadi adikku. Suran sebenarnya adalah anak dari mendiang sahabatnya. Jadi ibu sudah menganggapnya seperti anaknya sendiri." Jelas Yoongi.

"Lalu kenapa kau percaya padaku untuk mengurusimu? bahkan menyuapimu makan?"

"Itu aku juga tak tau. Mungkin karena disini hanya ada kau."

"Betulkah?"

"Aku tak tau. Aku hanya ingin diurus oleh dirimu, itu saja. Jangan banyak tanya." rajuk Yoongi.

"Ehm baiklah. Sekarang minum obatmu ya."

Jimin menyerahkan obat pada Yoongi yang segara Yoongi minum tanpa babibu.

"Kau tau Yoongi, bahkan kau meminum obat tanpa bertanya padaku obat apa yang kau berikan padamu."

"Memangnya obat apa yang kau berikan padaku?" tanya Yoongi bingung.

"Obat demam, apalagi memangnya. Lain kali, apapun yang diberikan orang lain padamu, tanyakan dulu dari siapa dan apa? jangan main terima saja." rutuk Jimin terhadap keteledoran Yoongi.

"Bahkan dari kau? Tapi aku mempercayaimu." rengek Yoongi.

"Terima kasih telah mempercayaiku, Tuan Min. Sekarang kembali tidur, oke." atur Jimin yang membantu Yoongi untuk kembali rebah dan menarik selimut menutupi tubuh Yoongi.

"Jimin, boleh aku minta sesuatu?" tanya Yoongi ditengah Jimin merapikan selimut Yoongi.

"Apa?" tanya Jimin.

"Temani aku ya disini. Aku tak suka sendirian ketika aku sakit. Apa boleh?" cicit Yoongi.

Demi jantung ikan paus, Jimin begitu menahan gemasnya pada Yoongi mode anak kecil seperti ini. Bagaimana Yoongi merajuk, bagaimana Yoongi merengek, bahkan bagaimana Yoongi memintanya menemaninya di kamar. Benar-benar hal yang tak bisa dilihat setiap saat. Jimin akan merekam jelas semuanya tanpa terkecuali. Karena kelak hanya kenangan ini yang dapat ia putar ulang ketika mereka berpisah nanti.

"Tentu. Aku kembalikan dulu piring kotornya ya." senyum Jimin seraya bangkit meninggalkan Yoongi.

Yoongi menatap punggung sempit itu menjauh. Hatinya menghangat. Bolehkan dirinya berharap Jimin mau bertahan dengannya dan menjalani pertunangan ini dengan sesungguhnya? Semoga saja.

***

Jimin kini tengah terbaring disamping Yoongi bertumpu punggung pada kepala kasur. Tangan kanannya sibuk mengusap surai legam milik Yoongi. Dengkur halus sudah terdengar dari 15 menit yang lalu. Namun tangannya masih betah membelai rambut Yoongi. Sementara tangan kirinya sibuk menggulir layar ponsel miliknya memeriksa setiap email masuk yang harus dia jawab.

Redamancy || YoonminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang