Perjalanan mereka selama 13 jam terasa begitu panjang. Jimin kini tengah tertidur pulas sementara Yoongi baru selesai membuat sedikit coretan koreksi pada lembar dokumen yang dibacanya sedari tadi.
Yoongi meregangkan tubuhnya. Pinggangnya begitu pegal. Yoongi menegakkan tubuhnya hendak ke kamar mandi saat sebuah isakan kecil terdengar dari si mungil yang masih memejamkan matanya. Yoongi yang penasaran tentu saja mendekat.
"Ibu..aku takut. Disini gelap. Ibu tolong aku!" rintih Jimin.
Yoongi menautkan kedua alisnya. Jimin masih menutup matanya dengan erat namun bibirnya merancau dan terisak kecil.
"Apa ini ada hubungannya dengan ketakutannya akan gelap?" batin Yoongi.
Keringat menghiasi jidat Jimin. Rambut di area jidatnya telah lepek. Yoongi masih menatap Jimin. Memperhatikan bagaimana Jimin mengigau dan menangis dalam tidurnya.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Jimin?"
Yoongi mendudukkan tubuhnya di depan kursi Jimin. Menatap lekat setiap inci paras wajah yang kini tengah menautkan kedua alisnya dan terisak dalam igaunya. Yoongi menyingkirkan anak rambut yang menutupi mata Jimin. Membelai pelan puncak kepala Jimin dan membisikkan kalimat penenang untuknya.
Nafas Jimin mulai teratur. Igau juga tak terdengar lagi. Bahkan isak tangis dari bibir penuhnya menghilang. Yoongi senang karena kalimat penenangnya nyatanya banyak membantu Jimin.
Tangan Yoongi masih betah membelai pucuk kepala Jimin. Yoongi suka menyentuh lembutnya rambut Jimin yang berwarna silver keperakan itu. Ah tidak, Yoongi menyukai semua yang ada pada Jimin.
Jimin sedikit terusik dengan belaian Yoongi di puncak kelapanya. Ia membuka matanya perlahan dari rasa kantuknya. Di depannya kini ada Yoongi yang tengah berjongkok. Jika Jimin tak salah, maka tangan yang membelai kepalanya adalah milik Yoongi.
Yoongi yang melamun tentu tidak sadar dengan tatapan penuh tanya dari Jimin yang kini tengah menatapnya. Hingga Jimin berdeham dan menariknya dari dalam lamunan.
"O-oh Jimin, k-kau sudah b-bangun?" tanya Yoongi yang menarik tangannya dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Salah tingkah karena tertangkap basah oleh Jimin.
"Apa kau perlu sesuatu, Yoongi?" tanya Jimin yang kini telah mendudukkan tubuhnya
"T-tidak ada. A-aku hanya mendengar kau terisak dalam tidurmu. Makanya aku mendekat. Ku pikir ada yang sakit." jelas Yoongi malu.
"Aku terisak? sungguh?" tanya Jimin menatap Yoongi penuh selidik.
"I-iya be-betul."
"Oh."
Jimin terdiam. Jimin tau dirinya suka mengigau dalam tidur. Hal ini terjadi semenjak ia mengalami pembullyan yang dilakukan oleh teman sekolahnya waktu ia kecil dulu. Ia dikurung dalam ruang penyimpanan perlengkapan olah raga. Beruntung ada seseorang yang menolongnya saat itu.
Semenjak itu, Jimin takut berada dalam kegelapan sendirian. Ia akan mendadak sesak nafas, gemetaran bahkan pingsan jika dibiarkan dalam gelap sendirian.
"Jimin, apa isak tangis dalam tidurmu itu adalah alasanmu takut pada kegelapan?" tanya Yoongi hati-hati.
Jimin tak langsung menjawab. Ia hanya menatap Yoongi. Dirinya bimbang. Haruskah ia mengatakan pada Yoongi kelemahannya.
"Tak apa kalau kau tak mau cerita. Tapi Jimin, kau harus ingat ada aku jika kau tak tau mau bercerita dengan siapa. Jangan pendam sendiri semuanya." ucap Yoongi seraya menegakkan tubuhnya.
Jimin menengadahkan kepalanya mengikuti pergerakan Yoongi. Menatap manik coklat gelap milik Yoongi. Terdapat keseriusan dalam ucapannya.
"Terima kasih, Yoongi." ucap Jimin tersenyum manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Redamancy || Yoonmin
FanfictionKetika Jimin terjebak pada sebuah pertunangan dengan seseorang yang tak diinginkannya, Min Yoongi