LEMBAR 32

1.6K 139 15
                                    

Demamnya sudah hilang. Kini ia tengah mengancingkan kemerjanya ketika sebuah ketukan dari pintu terdengar. 

"Yoongi, apa aku boleh masuk?" tanya Jimin. 

"Masuklah." izin Yoongi. 

Kepalanya mengintip dari balik pintu yang sedikit terbuka. Mengecek situasi sepertinya. Kemudian menyelipkan tubuhnya melewati pintu dan menatap Yoongi yang kini sudah siap sama seperti dirinya. 

"Kau mau kemana sepagi ini? Memangnya demammu sudah hilang?" tanya Jimin mendekati Yoongi yang kini menatapnya dengan lembut dan tersenyum. 

Tangan Jimin terulur memeriksa suhu tubuh Yoongi pada kening dan sisi rahang wajahnya. Menimbang tempratur suhu badan yang ternyata memang sudah tidak panas lagi. 

"Kau sembuh." ucap Jimin menjauh. 

"Kan aku sudah bilang kalau aku hanya kelelahan."

"Ya. ya."

"Kenapa kau mendadak sedih seperti itu? kau ingin aku sakit terus ya?"

"T-Tidak! Aku tidak sedih. Siapa yang sedih? Aku malah senang kau sembuh. Itu berarti aku tak perlu mengurusi mu lagi." jawab Jimin namun terdapat rona merah muda menghiasi pipinya yang berisi. Kilas balik kejadian dimana Yoongi membungkam ocehnya mendadak terputar di pikirannya.

"Lihat siapa yang merona. Apa yang kau pikirkan, Jimin?" tanya Yoongi dengan suara rendahnya. Membalikkan tubuhnya mendekati Jimin yang kini tengah memilin jari jemari satu seraya tertunduk. 

"T-tidak ada. Aku harus mengecek beberapa dokumen dulu. Aku permisi." pamit Jimin buru-buru sebelum langkahnya terhenti karena di tarik yang lebih besar ke dalam peluknya. Jimin yang tak siap tentu saja goyah dan nyaris terjerembab. Namun dengan sigap Yoongi menahan pinggang ramping si mungil dan menariknya mendekat. 

"Selamat pagi, Jimin. Kau..cantik hari ini. Rona itu cocok di kulit putihmu." bisik Yoongi di samping telinganya. 

Jimin hanya diam. Memproses setiap kata yang diucap Yoongi kepadanya. Wangi maskulin dari parfum yang Yoongi pakai menyeruak masuk memenuhi rongga paru-parunya. Wangi yang belakangan begitu akrab di hidungnya. Sementara Yoongi menyimpan wangi harum dari Jimin dalam ingatannya, white tea yang begitu lembut dan membuatnya nyaman. Cocok untuk Jimin yang elegan. Selama beberapa menit, mereka berdiam dalam pikiran mereka masing-masing. Menikmati wangi dari masing-masing yang mereka simpan dalam memori. 

Yoongi lebih dulu sadar dari lamunnya. Menjauh dari tubuh yang lebih kecil sebelum mencuri cium pada pipi penuh yang makin merona merah. 

Jimin mengerjap. Kejadian barusan terjadi hanya dalam hitungan sepersekian detik. Dan Yoongi kini tengah melepaskan tangannya dari pinggang ramping Jimin. Menatap lekat bagaimana wajah di depannya mendadak kosong dan rona merah merambat naik menghiasi pipi dan telinganya. Sementara Yoongi hanya menatap wajah lucu itu dengan tersenyum hangat. Jemarinya ia angkat. Mengusap halus lembut pipi Jimin. 

Jimin tersadar. Dirinya mendadak kikuk mendapat perlakuan Yoongi. Lelaki di depannya ini sungguh amat sangat susah di tebak. Dan sekarang, bahkan seorang Min Yoongi sudah berani mencoba mencuri cium dari dirinya. 

"Yoongi, kau..."

"Maafkan aku. Aku hanya tak dapat menahan rasa kagumku pada kecantikanmu, Jimin."

"Aku laki-laki. Dan aku tidak cantik. Satu lagi, aku benci kau Min Yoongi!" pekik Jimin meninggalkan Yoongi yang tak melunturkan senyumnya bahkan sedikit pun. Menatap bagaimana Jimin meninggalkan kamarnya seraya menghentakkan kakinya dengan kesal. 

Sementara Jimin, pipinya kini sudah semerah buah tomat matang. Dirinya merutuki setiap kebodohannya yang diam saja menerima perlakuan Yoongi kepadanya. 

Redamancy || YoonminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang