05. Tetanggaku Si Calon Madu

1.2K 33 0
                                    

Hening.

Suasana kamar di malam hari biasanya di isi dengan obrolan kedua insan kini menjadi hening. Tidak ada yang membuka suara, keduanya fokus pada pemikiran masing-masing.

Bukan Riandi tidak membuka topik pembicaraan, melainkan Hanin yang terus menerus mendiamkannya. Kendati itu, Riandi tidak akan memaksa.

Mungkin ia harus memberikan ruang pada Hanin agar istrinya itu tenang. Bahkan saat pergi saja Hanin tidak banyak berkata, Hanin tidak acuh saja.

Riandi menghela nafas pasrah, semakin larut malah masih tidak bisa tidur. Kebiasaan tidur memeluk sang istri, sekalinya tidak memeluk malah seperti ini jadinya.

Susah untuk mengikis jarak, karena Hanin memberi jarak menggunakan dua bantal guling.

Rasa bersalah kini menggerogoti hati Riandi, belum pernah sekali pun melihat Hanin semarah ini. Ini pertama kalinya dan itu karena dirinya.

Di lihatnya punggung Hanin yang bergetar. Meskipun tak bersuara, Riandi tahu jika Hanin tidak bisa tidur dan menangis.

"Kamu menangis sayang?" Hanin tersentak, jika di tanyai seperti itu bukannya berhenti malah semakin menjadi-jadi. "Maafkan Mas, perlu kamu tau, Mas cuma sayang dan cinta pada Hanin seorang."

Biasanya Hanin akan senang mendengar kalimat ini. Tapi kali ini rasanya biasa saja, malah seperti jijik dan muak mendengarnya.

"Hanin, tolong jangan seperti ini. Izinkan Mas nyentuh kamu walaupun cuma meluk aja. Hanin tau 'kan kalau Mas nggak bakalan bisa tidur," ujar Riandi yang mulai frustasi. Lama-lama tangannya gatal ingin mendekap tubuh mungil istri kecilnya.

Hanin tidak menghiraukan. Jangankan membalas, menoleh pun tidak. "Terbiasalah. Kelak Mas akan berbagi ranjang dengan istri barumu, terbiasalah tanpa aku, Mas."

"Nggak bisa Hanin nggak bisa! Sekali pun Mas punya istri dua atau pun tiga, Mas cuma cinta ke kamu doang." Riandi tak bisa mengendalikan diri. Rasa kesal dan sedih mendera diri.

Bukannya Hanin marah saat Riandi akan menikah lagi, Hanin hanya membutuhkan waktu untuk menerima semua ini. Karena di madu bukanlah perkara mudah.

"Yasudah. Hanin cape, Hanin pengen tidur," sahur Hanin dengan suara parau.

Riandi melempar bantal guling ke sembarangan arah, meski Hanin menolak di sentuh, Riandi tetap akan melakukannya.

"Mas...Hanin pengen nenangin diri..." Riandi tak mengidahkan. Baru beberapa menit berpelukan ia sudah mengantuk.

"Kamu tidak mau di sentuh oleh suamimu? Kamu mau jadi istri durhaka? Apa pun keadaanya, jadilah istri penurut dan baik seperti yang Mas kenal sayang." Hanin terdiam. Menimang kembali ucapan suaminya.

Benar juga, jika ia bersikap seperti ini takutnya ia durhaka pada suaminya tanpa sadar.

Tidak bisa memberikan keturunan, setidaknya Hanin tidak menolak memberikan haknya pada sang suami.

"Kapan kamu akan mempertemukan aku dengan calon istrimu?" tanya Hanin sedikit mendesak.

Ia masih penasaran, wanita mana yang akan suaminya nikahi dan menjadi madunya nanti.

"Besok. Mas mau menghabiskan waktu dengan Hanin sebelum kita berpisah ranjang nantinya."

Sakit, kala mendengar kalimat itu. Sehari tidak ada Riandi saja Hanin gelisah dan tidak bisa tidur. Apalagi kelak, ia harus terbiasa tidur sendiri.

Rupanya jika di pelukan Riandi seperti ini rasa kantuk Hanin kian datang. Sama seperti halnya dengan Riandi. Keduanya sudah mengantuk meski baru sebentar berpelukan.

Sang Madu Dari Suamiku (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang