Hanin tidak menyerah begitu saja, ia berusaha untuk membujuk Riandi agar mau berbicara lagi padanya. Riandi memang seperti itu jika sedang marah, lebih baik mendiamkan dari pada nantinya lepas kendali dan berkata yang menyakiti hati.
Hanin mengecupi bahu, punggung dan pipi Riandi secara berganti. Biarlah sikapnya agresif seperti ini, lagian hanya pada suaminya ini.
Riandi hanya bisa menghembuskan napas panjang saat Hanin berusaha membujuknya. Ia juga tidak tega sebenarnya, tapi ia pun kesal, karena Hanin memaksanya untuk menemui Riandi. Apalagi Riandi sedang malas bertemu dengan Nadine.
"Diam. Tidur Hanin," ucap Riandi tanpa membuka mata dan tanpa menghiraukan Hanin yang berusaha meluluhkan hatinya.
"Iya nanti tidur kalau Mas tidurnya peluk Hanin. Hanin minta maaf, jangan ngambek dong Mas," ujar Hanin dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Sungguh, Hanin tidak kuat jika di diamkan oleh Riandi.
Biasanya Riandi akan mudah luluh ketika Hanin membujuknya. Sepertinya Riandi benar-benar kesal padanya. Tapi kenapa sekesal itu? Bukankah sudah tugas Riandi menjaga perasaan istrinya juga?
"Peluk di belakang 'kan bisa, ngapain cium-cium gitu? Kamu pikir Mas bakalan luluh? Nggak," timpal Riandi serius.
Di belakang Riandi, Hanin tidak kuasa menahan tangisnya. Harusnya ia bisa menahannya, tapi air matanya luruh begitu saja. Apalagi mendengar nada dingin suaminya saat bicara. Apa Riandi sedang ada masalah? Sehingga suaminya sensitif seperti itu? Mungkin saja.
"Maunya di peluk bukan meluk, yaudah kalau nggak mau."
Alhasil Hanin pun menyerah, ia membaringkan tubuhnya di samping Riandi hingga keduanya saling memunggungi. Hanin membekap mulutnya agar tangisannya tidak terdengar. Ia fokus memejamkan mata agar lanjut tidur, karena hari masih malam.
Suara isakan tangis Hanin membuat Riandi tersentak, ia membuka mata dan membalikkan badan. Hatinya mencelos saat memperhatikan tubuh Hanin yang bergetar.
Dengan cepat Riandi menggeser tubuh dan memeluk Hanin dari belakang, seraya melayangkan kecupan di pundak istrinya yang banyak tanda merah buatannya.
"Loh kok malah nangis? Mas yang ngambek, malah kamu yang nangis," ucap Riandi. Tidak habis pikir, tapi itulah perempuan, selalu sensitif soal perasaan.
Demi menenangkan Hanin yang masih menangis, di saat itulah Riandi memeluk dan mengusap rambut istrinya yang tergerai.
"Udah ya sayang nangisnya. Mas benar-benar minta maaf, Mas nggak bermaksud diemin kamu, refleks doang tadi," katanya meluruskan.
Namun, penjelasan itu sudah tidak di gubris oleh Hanin. Hanin hanya mendengarkan saja tanpa berniat untuk menjawab. Hingga ia merasakan kantuk dan mulai terlelap ke alam mimpi.
Tidak ada yang membuka pembicaraan, keduanya fokus pada pikiran masing-masing. Hingga suara dengkuran Hanin terdengar, Riandi menoleh dan tersenyum tipis. Merasa lega karena istrinya sudah tidur.
Riandi mengangkat setengah badannya, untuk melihat wajah merah Hanin yang sudah terlelap, lalu mencium singkat bibirnya. "Good sleep my wife."
Jika Hanin sudah lelap dalam tidurnya, berbeda dengan Riandi yang masih belum bisa tidur. Matanya sulit sekali terpejam malam ini.
"Hamba hanya mencintai wanita yang ada di pelukan hamba, ya Rabb...apakah hamba tidak berdosa menceraikan istri kedua hamba?"
Riandi mengacak rambut frustasi. Tadinya ia memang akan menceraikan Nadine, tapi mengingat Nadine itu perempuan yang ambisius, pasti tidak akan mudah melepaskannya begitu saja. Yang ia khawatirkan, Nadine akan melakukan berbagai cara, Riandi takut berimbas kepada Hanin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Madu Dari Suamiku (TAMAT)
RomanceHanin harus menerima kenyataan pahit saat kehilangan anak yang di kandungnya, akibat kecelakaan itu Hanin di nyatakan tidak bisa memiliki keturunan lagi. Sebulan setelah insiden itu terjadi, Riandi datang bersama seorang wanita di hadapan keluarga d...