24. Riandi Merajuk

799 20 0
                                    

"Yaudah atuh ya. Mama pulang dulu. Nanti kalau kerjaaan Mama udah selesai, Mama bakalan sering mampir. Rian, jaga Hanin ya," pesan Mama Tari pada putra sulungnya di di balas anggukan kepala oleh Riandi.

Hanin sendiri hanya bisa memeluk tubuh Ibu mertuanya, seolah tidak mau lepas dan terpisahkan. Hanin sedih, jika Mama Tari pulang dirinya tidak ada teman ngobrol. Selama ini, Hanin sering menghabiskan waktu sendiri tanpa kegiatan apa pun.

Mama Tari mengusap pipi Hanin yang sedang menempelkan pipinya pada Ibu mertua. Ia melakukannya tanpa malu dan tidak sungkan saking akrabnya. Pun Mama Tari juga tidak keberatan, ia merasa senang jika Hanin selalu dekat dengannya. Karena dari dulu, Mama Tari ingin mempunyai anak perempuan.

Tapi ia di beri kepercayaan oleh Tuhan dengan hadirnya dua anak laki-laki. Setelah Rayyan, Mama Tari tidak hamil lagi. Meskipun tidak mempunyai anak perempuan. Masih ada menantu perempuan yang ia anggap sebagai anak sendiri.

"Aduh anak gadis Mama nempel-nempel mulu nih dari tadi. Jangan sedih ah. Nanti Mama 'kan ke sini lagi atau kamu yang ke rumah Mama kalau lagi bosen," Mama Tari mengusap punggung tangan menantunya yang terlihat sendu.

Mama Tari sendiri juga tahu, jika Ibunya Hanin sudah meninggal. Sejak kecil Hanin di urus oleh Ayahnya. Wajar saja jika ia sangat dekat dengan Mama Tari. Karena Hanin bisa merasakan kasih sayang seorang Ibu di dalam diri Ibu mertuanya.

Ia sangat bersyukur, mendapatkan Ibu mertua dan suami yang baik.

"Mana ada anak gadis, wong Hanin udah sering—" suara Rayyan tertahan di tenggorokan saat Riandi menyelanya.

"Sering apa, Ray?" sela Riandi, memicingkan mata penuh intimidasi pada adik bungsunya.

Rayyan menggaruk tengkuk sambil memperlihatkan deretan gigi putihnya. "Nggak kok nggak."

Riandi memutar bola mata, mengerti maksud arahan topik yang adiknya bahas.

Rayyan menarik ujung jilbab besar Hanin agar Hanin tidak nempel-nempel terus. Jika sudah nempel begini, kapan pulangnya coba?

"Hust. Lepasin nggak? Kalau pelukan terus kayak gini mah, kapan pulangnya coba?" Rayyan menggerutu. Dari tadi di suruh buru-buru pulang. Tapi saat pulang malah lama oleh cepika-cepiki Mama dan kakak iparnya. Uh, menyebalkan sekali.

"Diam dulu dong Kak Ray, malah tarik-tarik kerudungku. Kalau lepas gimana? Awas, sana jauh-jauh," Hanin menimpali seraya menyuruh Rayyan menjauh.

"Biarin aja sih Ray. Udah gede masih aja ngambekan. Harus ngalah sama cewek, itu baru gantleman," sahut Riandi. Membuat Hanin tersenyum senang karena sang suami membelanya.

"Tuh kata Mas Rian juga nggak papa. Mama Tari juga nggak keberatan. Iya 'kan, Ma?" tanya Mama Tari.

Mama Tari mengangguk dan terkekeh geli melihat wajah Rayyan yang tampak kesal.

"Iya dah terserah. Salah mulu Ray kalau di sini. Ray tunggu di luar, awas loh jangan lama-lama ya, Ma," kata Rayyan, akhirnya pria dewasa itu melenggang pergi keluar rumah. Niatnya ingin mencari udara segar, karena ia merasa gerah karena belum mandi.

Sementara Hanin yang masih betah pun terpaksa melerai pelukan. Takutnya terlalu lama mengulur waktu, apalagi hari sudah semakin malam. Hanin khawatir jika Mama Tari ngantuk di perjalanan jika terlalu malam.

Jadinya ia melepas pelukan dan berdiri di samping Mama Tari.

Netra Mama Tari menatap Riandi dan Hanin secara bergantian. Rasanya enggan untuk meninggalkan anak dan menantunya, apalagi mereka baru lagi bertemu.

"Semoga pernikahan kalian langgeng, hingga maut yang memisahkan," ucap Mama Tari dan di di amini oleh dua sejoli itu.

"Mama semangat kerjanya. Jangan kecapean ya, harus istirahat yang cukup supaya strong," kata Hanin.

Sang Madu Dari Suamiku (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang