Semua orang menoleh ke arah sumber suara. Mereka kaget dengan kedatangan Mama Tari bersama Rayyan malam ini.
Setahu mereka, Mama tari akan datang besok. Kedatangannya yang mendadak, tentu saja mereka kaget.
Nadine mengepalkan tangan, sambil menatap sendu ke arah Mama Tari yang tengah berjalan ke arah meja makan, di ikuti oleh Rayyan yang berjalan di belakangnya.
Ketika matanya bersitatap dengan mata Mama Tari, Nadine mengerjapkan matanya agar tidak ketakutkan. Sorot mata itu terlihat kemarahan dan kebencian.
Dulu saat Nadine masih berhubungan dengan Riandi, Mama Tari begitu baik dan menyayangi dirinya seperti anak kandung sendiri. Bahkan Mama Tari sering menyuruh dirinya untuk sering datang ke kediamannya.
Tapi sekarang keadaan sudah berbeda, jangankan mengakrabkan diri, Mama Tari saja seperti enggan bertemu dengannya.
"Ma," Hanin menghampiri, seraya salim dan memeluk tubuh Ibu mertuanya. Lalu ia melempar senyum pada Rayyan. "Ya Allah, kenapa mendadak sekali?"
Mama Tari tersenyum simpul. Ingin rasanya ia mengacak-acak rambut Nadine sekarang juga, tapi langkahnya tertahan oleh Hanin.
"Tau tuh Mama, ngotot banget pengen buru-buru ke sini," sahut Rayyan mengompori.
Mama Tari mencubit gemas putra bungsunya. Ia tahu jika Rayyan tengah kesal, karena dirinya memaksa untuk ke kediaman Hanin malam ini.
Rayyan tengah sibuk dengan laptop, karena mengurus beberapa berkas. Tiba-tiba Mama Tari datang dan ngotot padanya. Tidak ada yang bisa Rayyan lakukan selain pasrah, asalkan Mamanya bahagia sajalah intinya.
"Aish jutek banget kamu sama Mama, Ray," gemas Mama Tari sambil mencubit pipi tirus putra bungsunya.
Rayyan berdecak, rasanya malu di perlakukan seperti anak kecil di hadapan semua orang. Seketika image-nya jadi luntur.
"Apaan sih Ma, nggak usah cubit-cubit. Rayyan udah besar, Ma," cibir Rayyan dengan wajah menekuk.
Bukannya berhenti, Mama Tari justru semakin senang menggoda sang putra. "Bagi Mama, kamu sama Rian itu anak kecil. Kenapa sih ngambek mulu setiap kali Mama giniin kamu."
"Yo ndak tau, kok Mama tanya saya. Tuh gantian. Unyel-unyel aja Kak Rian. Ray jabanin Kak Rian gak bakalan nolak." Riandi menatap tajam, jangankan Rayyan, Riandi saja selalu merasa risih jika di perlakukan seperti anak kecil.
Gerakan Mama Tari tertahan. Ah ia lupa, bahwa dia harus memberikan Nadine pelajaran. Jujur saja ia kaget melihat Nadine selalu memojokan Hanin.
"Cih! Benar-benar nggak tau diri istri keduamu itu, Rian! Selama ini kamu mengasatu atapkan istri sama pelakor? Yang benar saja dong kamu, Rian!" ketus Mama Tari, menatap Riandi dan Nadine secara bergantian.
"Aku bukan pelakor, Ma. Mas Rian sendiri yang mutusin buat nikahin aku," sergah Nadine. Ia tidak terima di cap pelakor, ia tersinggung dengan perkataan Ibu mertuanya itu.
"Manusia yang mau sama seseorang yang udah berumah tangga itu apalagi kalau bukan pelakor? Mau ngelak apa lagi sih kamu? Saya nggak habis pikir. Harusnya kamu tuh sadar diri, udah jadi orang ketiga malah bersikap semena-mena."
"Aku nggak bersikap semena-mena. Aku cuma mencurahkan isi hatiku aja, Ma. Putra yang Mama banggakan ini nggak bisa berlaku adil padaku." Nadine menangis, sementara Mama Tari memutar bola mata, merasa jengah dengan sikap Nadine yang banyak drama seperti itu.
Sebagai orang yang sudah mengenal Nadine sejak lama, Mama Tari tentu saja tahu betul tabiat Nadine itu seperti apa. Ia menyesal karena dulu terlalu baik pada Nadine.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Madu Dari Suamiku (TAMAT)
RomanceHanin harus menerima kenyataan pahit saat kehilangan anak yang di kandungnya, akibat kecelakaan itu Hanin di nyatakan tidak bisa memiliki keturunan lagi. Sebulan setelah insiden itu terjadi, Riandi datang bersama seorang wanita di hadapan keluarga d...