10. Menyerahkan Tugas Pada Nadine

1.1K 28 0
                                    

Sebelum ke rumah sakit untuk mengantar Hanin kontrol, Riandi mandi terlebih dahulu agar badannya lebih fresh dan segar. Bekerja sepanjang hari membuatnya lelah, tapi rasa lelahnya hilang ketika melihat senyum yang terpancar di bibir ranum istrinya.

Masih dengan handuk yang melingkar di pinggangnya, Hanin yang berjalan mendahului Riandi terlihat malu-malu. Riandi mengernyit bingung. Ada apa dengan istrinya itu?

Apa karena Riandi meminta menemaninya mandi? Apa hal itu Hanin salah tingkah sekarang.

Riandi terkekeh gemas, ia menarik kerah belakang gamis sang istri, sehingga tubuh Hanin membentur dada polos suaminya yang masih basah.

"Ada apa denganmu? Biasanya kamu selalu menempel jika aku sudah selesai mandi. Sekarang malah menghindar seperti itu, katakan, ada apa?" tanya Riandi sambil tersenyum geli. Tanpa Hanin jawab pun Riandi tahu jawabannya.

Hanya iseng-iseng saja bertanya, pasalnya Riandi sangat suka menggoda istrinya mudanya itu.

"Nggak, Mas harus segera bersiap, kita ke rumah sakit sekarang. Nanti suruh Kak Nadine aja yang nempel-nempel!" timpal Hanin.

Riandi di buat ngakak oleh tingkah laku Hanin. Meski tidak mengungkapkan oleh kata, tapi sikap Hanin menunjukan jika wanitanya sedang cemburu.

Sebuah tangan melingkar di perut Hanin, membuat dirinya berjengit dengan jantung berdebar kencang. Apalagi Riandi menyangga dagunya di bahu Hanin, sembari mengecupi tengkuk, bahu dan pipi istrinya.

"Kamu cemburu, hmm?" tanya Riandi.

Hanin berdecih, jika jujur, ia memang cemburu. Tapi mau bagaimana lagi, melihat kemesraan Riandi dan Nadine, Hanin bisa menyimpulkan jika Riandi sangat menikmati sentuhan istri barunya.

Jadi untuk apa cemburu? Hal itu tidak ada gunanya, Hanin perlu terbiasa saja meski itu sulit.

"Apaan sih, Mas. Kekanakan banget," cibir Hanin, berusaha untuk melepaskan pegangan tangan kekar sang suami.

Tapi suaminya justru semakin mengeratkan, seolah tak memberikan celah untuk melepaskan. Apalagi seharian ini Riandi tidak memeluk Hanin. Jangankan sehari, satu jam saja rasanya hampa.

"Maafin Mas, Nin. Gak seharunya Mas menduakan kamu. Mas benar-benar minta maaf," lirih Riandi, suaranya terdengar parau.

Membuat Hanin mengatupkan bibir rapat-rapat, hatinya terenyuh mendengar penuturan tulus Riandi.

Meski ini menyakitkan, selagi Riandi mampu berbuat adil, Hanin akan bertahan. Sesulit apa pun jalannya, mungkin ini ujian di rumah tangganya.

Ini juga bukan sepenuhnya salah Riandi. Sebagai pria, dia tentu ingin merasakan rasanya punya anak dan menjadi seorang Ayah. Juga Riandi menyetujui permintaan Omanya untuk menikah lagi.

"Mas...jangan terlalu menyalahkan diri sendiri, ini bukan sepenuhnya salah kamu, Mas. Ini juga salah Hanin, karena Hanin nggak bisa memberikan keturunan," balas Hanin dengan lembut.

Jari jemari tangannya mengusap punggung tangan Riandi, matanya kembali berkaca-kaca. "Mas mohon, jangan tinggalkan Mas. Cuma kamu yang Mas cinta, Hanin."

Seulas senyum tercetak di bibir Hanin, rasanya lega ketika Riandi berkata seperti itu. "InsyaAllah Hanin akan bertahan, demi Mas."

Pria di belakangnya terharu, ia semakin merapatkan tubuh hingga menempel tanpa celah. Bibirnya menyesap tengkuk leher Hanin saking gemasnya.

"Mas udah ih! Geli tau! Mendingan Mas di baju dulu, nanti keburu malem loh!" kekeh Hanin tak kuasa menahan rasa gelinya.

"Oke, Mas mau di baju. Tapi ada syaratnya." Hanin membalikan badan, menghadap suami dan memicingkan mata.

Sang Madu Dari Suamiku (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang