Hanin tersenyum getir kala melihat dua orang yang sedang duduk di kursi pelaminan serta hadirnya penghulu di antara mereka. Selesai bersiap, kedua mempelai turun untuk melaksanakan ijab qobul.
Melihat itu mata Hanin tak mampu untuk terbuka, ia hanya bisa memejamkan mata sambil menahan tubuhnya di tembok. Sebentar lagi mereka akan resmi menjadi suami istri, Hanin tak sanggup menyaksikan keduanya.
Apalagi melihat mempelai wanita yang tampil cantik dengan senyum yang terbit di bibirnya, berbeda dengan Riandi yang datar-datar saja.
Ainun merangkul pundak Hanin untuk menahan bobot tubuhnya yang sedang limbung. Ainun yang melihatnya saja jengkel. Ia salut pada Hanin yang ikut serta menyaksikan suaminya menikah lagi.
Lagi pula Ainun tahu, jika Hanin sosok wanita yang baik hati. "Sabar, Hanin. Apa sebaiknya kita keluar saja? Teteh akan menemani kamu, kemana pun kamu mau. Barangkali kamu ingin ke suatu tempat untuk menenangkan diri."
"Hanin nggak apa kok, Teh. Kalau Hanin pergi takutnya Mas Rian nyariin."
Hanin menoleh dengan senyum tipis di bibirnya. Sedari tadi banyak sekali yang membicarakan tentangnya. Namun Hanin tidak perduli.
Tangan penghulu dan tangan Riandi saling bertaut, sembari mendengar intruksi dari penghulu. Hanin mengepalkan tangannya kuat.
"Saya terima nikah dan kawinnya Nadine Almaira Binti Sandy Sudibja dengan maswakin tersebut di bayar tunai!" di mic, suara Riandi begitu tegas terdengar.
"Bagaimana para saksi, sah?"
"SAH!!"
Apalagi suara sorakan meriah dari tamu undangan membalas kata 'Sah'. Hari ini keduanya sudah resmi menjadi suami istri. Hanin sudah mempunyai seorang madu yaitu Nadine.
Yang di lakukan Hanin hanya bisa diam dan menyaksikan acara demi acara di selenggarakan. Meski banyak yang menyapa dan mengajaknya mengobrol, Hanin hanya diam saja seolah pikirannya kosong.
Ia jadi di suruh duduk di sofa, sambil meremas kedua tangannya. Ijab qobul kedua sudah terlaksana, itu artinya Riandi sudah resmi menjadi suami dua istri.
Mata Hanin melirik ke arah Riandi yang tengah menatap ke arahnya, Hanin langsung membuang muka dan menunduk.
Mama Tari menghampiri. "Hanin. Kamu mau makan? Dari pagi kamu belum makan apa-apa. Emangnya nggak laper?"
"Nanti aja, Ma. Perut Hanin sakit banget," keluh Hanin. Ia memegangi perutnya.
Hanin selalu mengeluh karena merasa sakit di bagian perut, mungkin wajar karena ini bekas operasi caesar. Tidak mau membuat Mama Tari khawatir. Hanin mengobrol dengan mertuanya.
"Kamu mau istirahat? Biar Mama antar ke kamar?"
"Kayaknya Hanin terlalu banyak gerak aja, Ma. Makannya perut Hanin sakit."
Meski Riandi terus menatapnya, Hanin tidak menghiraukannya. Hanin jadi malas menatap wajah tampan suaminya yang selalu menjadi candu di setiap hari.
"Nggak usah memaksakan diri. Kalau sekiranya kamu nggak kuat yaudah cerai aja," celetuk Oma Tita ketika melihat Hanin dan Mama Tari mengobrol.
Mama Tari mendelik tak suka. Bisa-bisanya Ibu mertuanya ini mengucapkan kata segamblang itu. Apalagi di hadapan Hanin langsung. "Cukup Ma! Jangan keterlaluan!"
"Ah Oma ngerti. Alasan kamu masih bersama Riandi cuma Riandi yang bisa nerima wanita mandul seperti kamu?!" air mata yang sedari Hanin tahan kini mengalir, matanya sudah berkaca-kaca.
"Siapa bilang mandul?! Memangnya Mama itu Tuhan? Yang bisa berkata demikian?!"
Riandi yang sedang istirahat di kursi pun menghampiri. Melihat apa yang sedang terjadi. Para tamu undangan sudah pada bubar, hanya menyisakan mereka saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Madu Dari Suamiku (TAMAT)
RomanceHanin harus menerima kenyataan pahit saat kehilangan anak yang di kandungnya, akibat kecelakaan itu Hanin di nyatakan tidak bisa memiliki keturunan lagi. Sebulan setelah insiden itu terjadi, Riandi datang bersama seorang wanita di hadapan keluarga d...