15. Hak Dan Kewajiban

1.1K 30 0
                                    

Riandi merentangkan tangan, dengan kedua mata yang tak lepas memandang istrinya. Ia berharap, Hanin menghampirinya dan memeluk erat tubuhnya. Sudah 3 hari Riandi menahan diri, rasanya begitu tersiksa jika tidak bersentuhan dengan Hanin.

Bukannya Hanin menghampiri, ia justru masih diam di tempat dengan kedua mata berkaca-kaca.

Bukan ia tidak mau memeluk suaminya. Ia ingin, sangat ingin. Tapi tubuhnya kaku untuk sekedar melangkah pun sulit.

Dulu ia pasti akan bersuka cita menyambung kepulangan suaminya. Semenjak Riandi memutuskan untuk menikah lagi, Hanin merasakan ada sesuatu yang sedikit hilang, Hanin pun tidak tahu apa.

Cinta? Mungkin saja, ia jadi biasa saja. Berbeda dengan dulu, melihat bayangannya saja sudah mampu membuat Hanin menggebu-gebu.

"Maaf Mas, Hanin nggak bisa. Lebih baik Mas keluar saja, Hanin mau pakai baju—"

"Kenapa tidak bisa? Aku suamimu, Mas berhak meminta hak Mas kapan pun Mas mau. Sebagai seorang istri, kamu harus patuh pada suamimu, 'kan?" kata Riandi dengan raut wajah terkesan datar dan dingin.

"Mas, ingatlah perjanjian awal. Sebelum memutuskan untuk berpologami, kamu tentu saja paham dengan aturan dan adabnya bukan?"

Riandi mematung dengan kedua tangan yang terkepal. "Ya, aku paham. Lalu?"

Hanin memejamkan mata, sambil berjatuhan air mata. "Harusnya Mas Rian selalu ingat, jika sekarang Mas mempunyai dua istri. Yaitu aku dan Kak Nadine. Poligami nggak bisa kita anggap mudah, apalagi kita anggap sepele. Poligami nggak seenaknya seperti itu Mas, yang harus di sesuaikan dengan keinginan diri sendiri. Ada adab dan aturan yang harus Mas patuhi. Harusnya Mas nggak asal mendatangi dan menyentuhku kapan pun Mas mau. Karena sekarang, jadwalmu dengan Kak Nadine. Sesuai aturan, kamu hanya boleh menyentuh dan menggauli Kak Nadine untuk sekedar melepas rindu atau melampiaskan syahwatmu, Mas. Baik aku dan Kak Nadine, sudah memiliki jadwal masing-masing. Kamu boleh menyentuhku sepuasmu jika sudah jadwalku tiba. Tapi untuk sekarang, kamu hanya boleh menuntaskan syahwatmu pada istri keduamu Mas. Kita bukanlah seperti dulu, sekarang kamu merupakan pria dengan 2 istri Mas. Kamu jangan asal mendatangiku dan mau menyentuhku begitu saja, jika Kak Nadine melihat, dia bakalan marah padaku. Mas juga tahu 'kan, dia sering kali melontarkan kalimat pedas padaku."

Riandi hanya bisa mendengarkan saja kala Hanin berbicara panjang lebar. "Susuai ketentuan yang kita sepakati bersama, itu sudah aku pahami. Tetapi kalau suami tetap menginginkan haknya, meskipun bukan waktu bermalam dengannya itu tidak apa-apa. Tidak menjadi sebab haram untuk menggauli istrinya. Sebab sudah menjadi fitrahnya seorang istri melayani suami. Kapan pun dan dimana pun, asal tidak melanggar hukum syari'at yang sudah di tentukan. Intinya aku boleh menyentuhmu, jika aku mau, tidak ada dalil atau hadist yang mengatakan jika suami tidak boleh menyentuh istri di saat bermalam dengan istri lain."

Kini giliran Hanin yang kalah telak, apa yang di katakan Riandi benar. Tidak ada larangan jika seorang suami menyentuh istrinya, meskipun masih jadwalnya bermalam dengan istrinya yang lain.

Riandi berdecih. "Aku yakin kamu tau dan paham perihal ini, Hanin. Hanya saja kamu mencari alasan untuk menolakku. Tidak apa. Jika memang kamu tidak mau katakan saja, kamu tentu tau akan berdosa jika seorang istri menolak ajakan suami," lanjutnya.

"Tapi Mas, ada uzur syar'i yang mengharuskan aku untuk menolakmu. Kamu tau sendiri jika aku sedang sakit, 'kan? Jika saja aku mampu, aku tidak akan menolakmu untuk menyentuhku. Tak apa jika kamu tidak percaya, kamu boleh menyentuhku, silahkan saja." Hanin berjalan mendekati Riandi, hingga ia berhadapan dengan sang suami.

Mata Riandi menatap lekat wajah Hanin. Cantik, itu yang selalu Riandi ucapkan ketika melihat wajah istrinya.

Ketika Hanin hendak melepaskan handuk yang membungkus tubuh polosnya, dengan cepat Riandi menahan. "Yasudah, tidak apa. Aku akan memakluminya. Tapi ingat satu hal, jangan berani beralibi ketika jadwalku sudah tiba. Bersiaplah." Sebelum beranjak keluar, Riandi mengecup bibir Hanin.

Sang Madu Dari Suamiku (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang