22. Perdebatan Riandi Dan Nadine

1K 26 0
                                    

Di depan rumah sakit, Nadine sudah standby di sana karena sore ini sudah waktunya pulang. Alasan ia menunggu di sini, karena katanya Riandi akan menjemputnya. Nadine merasa senang, ia pikir saat sudah bersama Hanin sang suami akan abai padanya.

Senyum manisnya tidak pudar sedari tadi, ada banyak orang yang menyapa dan ia juga membalasnya dengan ramah. Sembari menyapa, sesekali Nadine menatap jam di tangannya.

Ia menghembuskan napas panjang, matanya berbinar saat melihat mobil berwarna putih memasuki area rumah sakit. Siapa lagi pemilik mobil itu yang tak lain dan tak bukan adalah Riandi. Nadine tersipu saat Riandi membuka kaca jendela dan melambai ke arahnya.

Karena tidak mau membuat Riandi lama menunggu, Nadine segera menghampiri dan langsung masuk. Ia mendesah kecewa, ia pikir Riandi akan membukakan pintu, tapi nyatanya hanya acuh saja.

"Maaf sudah membuatmu menunggu, di jalan agak macet tadi," ucap Riandi.

Nadine mengulas senyum sambil mencium punggung tangan Riandi dengan takzim, Nadine mematung saat Riandi mengusap puncak kepalanya. "Tidak apa, Mas. Aku juga baru keluar kok. Maaf udah repot-repot jemput aku."

"Tidak merepotkan sama sekali. Beruntung Hanin mengizinkan." Senyum Nadine perlahan memudar. Setiap kali membahas Hanin, wajah Riandi selalu saja bersinar kala menyebut namanya.

Ah ya, Nadine lupa jika ia harus berusaha untuk mengontrol rasa cemburu. Harusnya ia berterimakasih pada Hanin karena sudah mengizinkan Riandi untuk menjemputnya.

Mungkin jika Nadine, belum tentu mengizinkan Riandi dekat dengan Hanin saat jadwalnya.

Riandi menoleh saat Nadine mengusap punggung tangannya. "Mas, mampir ke caffe bentar yuk. Aku kangen ngobrol berdua sama kamu."

"Maaf nggak bisa. Kamu tau 'kan jika sekarang adalah jadwalku dengan Hanin? Kita lakukan ketika sudah jadwalmu saja," tolak Riandi. Riandi menarik tangannya dari genggaman tangan Nadine dan fokus menyetir.

Selain tidak suka di ganggu ketika sedang berkendara, Riandi juga agak tidak nyaman setiap kali Nadine menyentuhnya.

Rabb...hamba harus bagaimana? Haruskah hamba melepasnya saja? Riandi membatin dalam hati.

Merasa dilematik dengan semua ini. Apalagi saat di rumah ia membahas perihal ini dengan sang Ibu, mungkin harus ia pikirkan baik-baik. Yang tentunya demi kebaikan bersama untuk kedepannya.

"Yaudah deh. Aku juga cape, pengen cepet istirahat. Aku mau tinggal di rumahku saja ya, Mas. Boleh?" tanya Nadine.

Riandi mengangguk mengiyakan sebagai jawaban. Lagi pula rumah Nadine tidak jauh dengan rumahnya. Jika ada apa-apa masih bisa di awasi.

"Silahkan, jika ada apa-apa hubungi aku," ucapnya.

Dalam hati Nadine terus menggerutu. Ia pikir Riandi akan melarangnya karena tidak boleh berjauhan, nyatanya Riandi selalu saja mengizinkan. Padahal yang Nadine inginkan itu Riandi melarangnya dan memintanya untuk tetap berada di dekatnya. Ah, rupanya ekspetasi Nadine terlalu berlebihan.

Padahal dari awal ia sadar jika Riandi menikahinya karena terpaksa dan tidak di dasari cinta. Tapi Nadine tidak mau menyerah begitu saja. Apa pun caranya, Nadine harus bisa mengambil hati Riandi kembali.

Meskipun caranya sangat jahat dan egois. Sungguh, Nadine tidak suka dan tidak rela jika Riandi di miliki wanita lain selain dirinya.

"Bagaimana malammu dengan Hanin, apakah menyenangkan?" tanya Nadine. Tiba-tiba ia ingin menanyakan hal ini. Pasalnya Nadine penasaran, apa kegiatan mereka di kamar sampai-sampai tidak keluar saat tadi pagi.

Sang Madu Dari Suamiku (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang