Selesai ngobrol dengan Ainun, Hanin dan Riandi memutuskan untuk kembali ke kamar. Satu hal yang membuat Hanin sering kali lupa, Riandi sudah memiliki istri dan tentu saja arah kamarnya berbeda.
Di tangga, Riandi terus menatap punggung Hanin yang berada di depannya. Semenjak dari rumah sakit, Hanin terlihat sedih.
Walau tadi bercanda dengan Ainun. Tapi di raut wajahnya, Riandi tahu jika Hanin sedang tidak baik-baik saja.
Merasa frustasi sendiri melihat Hanin begini, Riandi menarik tangan Hanin, hingga langkahnya terhenti.
"Astagfirullah Mas! Kenapa tiba-tiba narik tangan Hanin?" Hanin menggerutu kesal, sambil mengusap dadanya karena merasa kaget gara-gara tarikan Riandi.
Sedangkan sang ampu hanya mampu merasa bersalah, dengan tatapan mata yang menatapnya lekat. "Maaf, Mas nggak sengaja. Kamu kenapa? Mas rasa kamu lagi nggak baik-baik aja."
Emang nggak, batin Hanin. Sayangnya hanya mampu ia ucapkan dalam hati. Kebiasaan Hanin dulu, jika ada apa-apa cerita pada Riandi. Karena sebagai pasangan, tentu saja harus saling terbuka.
Tapi hari ini, rasanya Hanin sulit menjelaskan. Tidak mungkin juga Hanin bilang jika ia tersinggung dengan ucapan Nadine. Hanin tidak mau di anggap tukang mengadu dan juga ia tidak mau selemah itu.
Benar kata Rayyan waktu, Hanin tidak boleh menyerah begitu saja, ia harus kuat.
"Hanin, hey...kenapa? Kok Mas tanya malah melamun?" Hanin membulatkan mata kala telapak tangan Riandi membelai pipinya.
Riandi terkekeh melihat wajah kaget Hanin seperti tadi. "E-eh, nggak apa kok. Aku baik-baik aja, Mas. Kamu paling bisa bikin aku kaget."
"Kaget atau salting nih?" goda Riandi seraya menaik-turunkan alisnya.
Bibir Hanin berkedut menahan senyum. "Gak jelas kamu, Mas. Udah ah, aku mau ke kamar dulu."
Belum sempat Hanin berbalik, Riandi menahan pergelangan tangannya lagi. "Kamu belum jawab pertanyaan Mas tadi!"
"Hanin baik-baik aja. Hanin udah bilang sama Mas, Hanin cuma sakit perut aja, makannya diem mulu," alibi Hanin. Untungnya Riandi percaya.
"Syukurlah kalau kamu nggak apa-apa."
Hanin tersenyum simpul. Merasa senang jika Riandi mengkhawatirkannya, meski itu hal kecil. "Emangnya Mas pikir Hanin kenapa?"
"Mas pikir kamu cacingan, makannya diem mulu," celetuk Riandi. Hanin berkacak pinggang dan bersiap menghajar Riandi. Sebelum kena serangan Hanin, Riandi buru-buru naik ke tangga agar menghindar dari serangan Hanin.
"Mas! Berhenti kamu! Ih nyebelin banget sih!" teriak Hanin, meras kesal dengan kejahilan Riandi, ia tidak akan membiarkan Riandi lolos begitu saja.
Saat Hanin memberi pukulan, tapi Riandi dengan cepat menghindar, sehingga terjadilah aksi kejar-kejaran antara keduanya.
Nadine yang sedang memakai piyama dengan tali tipis itu terdiam kala mendengar suara Riandi dan Hanin sedang tertawa. Di hadapan pantulan cermin, Nadine menatap nanar dirinya di pantulan itu.
"Aku akan merebut hati Mas Rian kembali, kamu pasti bisa Nadine. Ya, kamu pasti bisa," monolognya.
Sebuah ide terlintas di pikirannya, Nadine mencapai resleting piyama tipisnya. Ia menyeringai sambil berjalan keluar kamar.
Tentu saja tujuannya ingin menghentikan kegiatan Hanin dan Riandi, yang sangat menjengkelkam di mata Nadine sejak tadi.
"Mas Rian..." panggil Nadine. Riandi menghentikan langkah, lalu menatap Nadine.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Madu Dari Suamiku (TAMAT)
RomanceHanin harus menerima kenyataan pahit saat kehilangan anak yang di kandungnya, akibat kecelakaan itu Hanin di nyatakan tidak bisa memiliki keturunan lagi. Sebulan setelah insiden itu terjadi, Riandi datang bersama seorang wanita di hadapan keluarga d...