Tidak perlu membutuhkan waktu lama untuk mengurus penceraian. Akhirnya hari ini adalah sidang pertama mereka. Di dalam kamarnya, Hanin dilematis. Antara gugup dan takut menjadi satu.
Pasalnya sudah 5 hari ini Hanin tidak mengetahui kabar Riandi, pria itu tidak mengaktifkan sosial medianya. Sejak Riandi pulang ke Jakarta, itu menjadi pertemuan terakhir mereka.
Hanin: Mas, jangan lupa datang ke pengadilan ya. Kamu nggak lupa 'kan, kalau sekarang sidang pertama kita?
Hanin: Mas? Kok nggak aktif?
Hanin: Aku harap kamu datang Mas.
Setelah mengirimkan pesan itu, Hanin melempar benda pipinya secara asal ke arah ranjang. Entah mengapa, hatinya mendadak gelisah dan tidak tenang.
Harusnya ia tenang, bukan? Karena hari ini memang hari yang dia tunggu selama ini. Tapi kenapa hatinya malah mengatakan sebaliknya.
Apalagi ketika mengetahui jika Riandi sulit di hubungi, begitu juga dengan keluarga Riandi. Biasanya Mama Tari selalu mengirimnya pesan. Sekarang, malah tidak ada balasan apa pun dari Ibu mertuanya itu.
Dan juga Rayyan, biasanya adik iparnya itu selalu mengirim pesan, walau hanya sekedar chat random saja. Aneh dan janggal, Riandi dan keluarganya tidak bisa di hubungi, bahkan pesannya pun ceklis satu.
"Kenapa semua sosial media mereka offline semua? Sebenarnya ada apa?" monolog Hanin.
Ia sudah berusaha untuk bersikap tenang. Tapi tetap saja hatinya merasa gelisah.
Seperti ada yang mengganjal dalam hatinya, tapi apa? Semoga mereka baik-baik saja di Jakarta.
Karena sidang penceraian mereka akan di adakan sebentar lagi, Hanin langsung bersiap-siap untuk berangkat ke pengadilan. Semoga Riandi dan keluarga datang. Setidaknya itu akan membuat Hanin lega.
Sesampainya di pengadilan agama kota Bandung, seperti biasa Hanin akan di temani oleh Ayah dan juga Syarif—yang akan menjadi pengacaranya. Ternyata benar kata Ayah Zaffar, Syarif mampu menangani masalah ini dengan cepat.
Mereka duduk di dalam ruangan. Di tempat duduknya, Hanin meremas tasnya.
Ayah Zaffar menatap Hanin yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
"Apa yang sedang kamu pikirkan, Nak?" Ayah Zaffar mengusap puncak kepala putri semata wayangnya, netranya terlihat khawatir melihat Hanin yang hanya diam saja sedari tadi.
Tidak mau membuat Ayah Zaffar khawatir, wanita itu terpaksa tersenyum.
"Tidak ada, Ayah."
Mulut berkata bohong, tapi hati tidak bisa bohong. Rasanya sangat sulit meredam rasa khawatir ini.
"Ayah," panggil Hanin.
"Kenapa?"
"Apa Ayah suka berkomunikasi dengan Riandi? Kenapa ya seluruh sosmednya offline, Mama Tari dan Kak Rayyan juga. Tidak biasanya. Apa mereka baik-baik aja?"
Terdiam sejenak, Ayah Zaffar baru menyadari hal ini sekarang. Jangankan Hanin, dia juga tahu kenapa keluarga besannya tidak ada kabar sama sekali.
Karena tidak tahu, Ayah Zaffar menggelengkan kepalanya. "Ayah sudah lama tidak berkomunikasi dengan Riandi, sekitar semingguan mah ada."
Helaan napas pasrah keluar dari mulut Hanin. Rasa penasaran dan khawatir kini menjadi satu.
"Apa Riandi akan datang?"
Ayah Zaffar mengedikkan bahu, pertanda tidak tahu. "Kita tunggu, semoga dia datang."
Alhasil Hanin hanya bisa mengangguk pelan. Sudah beberapa menit lamanya mereka menunggu, namun pihak Riandi belum juga menunjukan batang hidungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Madu Dari Suamiku (TAMAT)
RomanceHanin harus menerima kenyataan pahit saat kehilangan anak yang di kandungnya, akibat kecelakaan itu Hanin di nyatakan tidak bisa memiliki keturunan lagi. Sebulan setelah insiden itu terjadi, Riandi datang bersama seorang wanita di hadapan keluarga d...