"Pagi, Je," sapa Nadia kala dirinya memasuki dapur dan melihat Jevian memanaskan masakan semalam.
"Pagi. Gimana tangan lo? Udah sembuh?"
"Aman. Udah dikasih salep." Gadis itu memberi lihat kondisi tangannya.
"Good, tinggal nunggu kering aja. Lo jangan mandi dulu, nanti basah lagi lukanya."
"Okai!"
Jevian berdeham, ia sibuk menyiapkan sarapan di meja makan.
"Whoaa! Makasih ya sarapannya."
Mata Nadia berbinar melihat cumi balado yang terus mengeluarkan uap panas.
"Bisa makan sendiri?" tanya Jevian yang langsung diangguki oleh gadis itu.
.
.
Selesai sarapan dan mandi, Jevian sudah siap pergi bertemu sang kekasih. Ia melewati ruang tamu dan melihat Nadia sedang duduk sambil memainkan ponselnya.
"Nad, gue berangkat ya. Lo kalo mau keluar pamit dulu ke Ayah."
"Iya, tapi gue mau di rumah aja."
"Nanti pulang gue bawain martabak kalo gitu."
"Ketan campur keju ya!" teriak Nadia ketika Jevian sudah berjalan keluar.
Jevian mengacungkan jempolnya tanpa menoleh.
Ok. Saatnya Nadia malas-malasan di rumah, hihi.
Bercandya~
Gadis itu berinisiatif membereskan rumah ketika tersadar rumah itu agak berantakan. Biasanya, setiap Nadia ke sini, rumah akan selalu rapi karena ayahnya Jevian sering membersihkan rumah. Saat ini mungkin saja beliau sedang lelah.
"Wah, rumahnya jadi bersih dan rapi. Terima kasih ya, Nadia. Kamu yang bertamu malah direpotkan bersih-bersih rumah."
Nadia yang sedang selonjoran di sofa langsung berdiri ketika mendengar suara ayahnya Jevian. Ia cukup terkejut. Pasalnya sekarang masih jam 11 dan biasanya beliau akan keluar kamar setelah jam 1 siang.
"Hehe, nggak, Yah. Malah Nadia yang makasih udah diizinin nginep lagi. Jadi suka ngerepotin Ayah." Nadia memang memanggil beliau Ayah, ia sudah sering berkunjung ke rumah Jevian sehingga akrab dengan ayahnya.
Nadia mempersilakan pria itu untuk duduk.
"Justru Ayah senang jadi ada teman ngobrol. Sekalian ada Jean juga ke rumah."
Fyi, Jevian memang jarang sekali pulang. Dan Jean adalah nama panggilan lelaki itu jika di rumah.
"Ayah mau kopi? Kayak biasa?" tanya Nadia seraya memperagakan minum kopi.
Ayah terkekeh. "Boleh, seperti biasa."
Nadia beranjak ke dapur dan membuatkan kopi hitam yang dicampur ½ sendok gula untuk sang ayah. Beliau tidak suka kopi yang terlalu manis, katanya merusak cita rasa kopinya.
Sambil membawakan kopi, Nadia juga mengambil semangkuk kolak pisang yang ia masak setelah membereskan rumah.
"Terima kasih, Nadia. Kamu sudah seperti anak Ayah saja."
Nadia tertawa. "Gapapa, anggep aja anak Ayah. Nadia juga udah anggep Jean kayak adik Nadia."
"Kenapa adik?" tanya Ayah setelah menyeruput kopinya.
"Sikapnya masih kayak anak kecil, Yah, manja dan butuh perhatian. Gara-gara anak bungsu kali ya. Biasanya emang paling manja."
Ayah tertawa mendengar jawaban Nadia sementara gadis itu hanya terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Friend [END]
Teen Fictioncw // harsh words Bagi Nadia, berteman dengan Jevian adalah hal yang patut ia syukuri. Jevian adalah orang yang baik dan tidak pernah memandang rendah orang lain. Sifatnya itulah yang perlahan membuat Nadia jatuh suka. Di samping itu, ada sosok lela...