Pagi ini Nadia mengawali harinya dengan senyuman cerah. Semoga yang terjadi kemarin bukan mimpi.
"Pagi, Sayang."
Baru saja gadis itu keluar dari kosnya, sang kekasih sudah membuat pipinya merah karena tersipu dipanggil sayang. Ia gemas sendiri melihat Zaid yang terkekeh karena sebutan yang sangat asing di bibir lelaki itu.
"Pagi jugaa!"
Sebelum Nadia menduduki jok penumpang, dengan berani ia mengecup pipi Zaid yang kebetulan tidak memakai helm. Gadis itu tertawa melihat respons kekasihnya yang membeku.
Mulai hari ini dan seterusnya, lelaki itu yang akan mengantar jemput Nadia (lagi).
Zaid menuntun Nadia masuk ke sebuah tempat makan yang cukup ramai. Keduanya akan sarapan bersama di sana. Bubur adalah sarapan yang mereka pilih sebelumnya.
"Kamu udah cerita ke Jevian, Nad?" tanya Zaid sambil menunggu pesanan bubur mereka.
"Belum. Kamu aja gih yang bilang. Btw, kamu gak cemburu lagi kan sama Jevian?"
Zaid menggelengkan kepalanya. Lelaki itu tersenyum. "Aku gak cemburu, Nad. He's your best friend, right?"
"Of course, he's like my brother actually."
"Kayaknya aku punya ide yang lebih bagus."
"Apa?" tanya Nadia.
"Jadi aku dapet bocoran dari si Amir, ini belum diinfoin ke semua mahasiswa, dia ngajuin proker Prom Night buat angkatan kita."
"Hah? Beneran? Seru dong!" kata Nadia dengan antusias.
Nadia tersenyum sambil berterima kasih ketika menerima pesanan yang diberikan penjual pada mereka.
"Kamu suka?"
"Of course! Aku udah lama gak ikut acara kayak gitu semenjak lulus SMA," katanya. "Prokernya bagus karena anak-anak yang lain pasti seneng bisa punya waktu bareng."
Zaid tersenyum, Nadia-nya memang hebat.
"Oke, Sayang. Aku bakal sampein pendapat kamu ke Amir. Supaya kami makin semangat jalanin prokernya."
Nadia terkejut ketika mengingat sesuatu. "Oh iya! Kamu juga pimpinan di HIMA kan? Ya ampun, aku baru sadar ternyata pacarku hebat banget!"
Lelaki itu terkekeh melihat Nadia yang memujinya dengan ekspresif.
"Semangat ya. Semoga bisa terealisasi prokernya. I support you."
"Pasti. Akan aku usahain karena di sana aku bakal kenalin kamu ke temen-temen aku sebagai pacar," ucap Zaid membuat gadis itu tersenyum.
"I can't wait!"
.
.
Sebulan telah berlalu dan hubungan Nadia berjalan lancar dengan Zaid. Lelaki itu benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik. Setiap pagi Zaid akan mengajaknya sarapan di luar, atau kadang mereka akan memasak di kos Nadia.
Fyi, papanya Nadia sudah mengizinkan Zaid bermain ke kos anaknya meskipun sendirian. Pria itu sudah menaruh kepercayaan yang cukup besar pada Zaid.
Hari ini misalnya, Zaid berkunjung ke kos Nadia sebelum keduanya berangkat ke kampus. Lelaki itu sedang memasak sarapan. Ia memang pintar masak, apalagi ia punya alergi terhadap makanan tertentu hingga mengharuskannya memasak makanan sendiri, meskipun jika terdesak dan malas ia akan membeli makanan di luar.
"Can I help you?" tanya Nadia yang menghampiri Zaid setelah dirinya mandi dan berpakaian.
"Tolong siapin peralatan makan ya? Maaf karena aku telat jadi kita cuma makan sama telur." Zaid dengan tergesa memberikan bumbu di telur mata sapi yang dibuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Friend [END]
Teen Fictioncw // harsh words Bagi Nadia, berteman dengan Jevian adalah hal yang patut ia syukuri. Jevian adalah orang yang baik dan tidak pernah memandang rendah orang lain. Sifatnya itulah yang perlahan membuat Nadia jatuh suka. Di samping itu, ada sosok lela...