"Mau ke kosan gue dulu atau langsung pulang?"
Jevian bertanya setelah gadis itu keluar dari toilet lalu menutup kepalanya dengan kupluk.
"Pulang aja."
Jevian mengusak kepala Nadia. "Kenapa ditutup gini sih? Cantiknya jadi gak keliatan."
Nadia memutar bola matanya, apakah Jevian tidak melihat kalau jaket itu sangat besar hingga tubuhnya tenggelam? Sangat aneh pasti. Makanya ia menutupi wajahnya. Selain itu juga karena rambutnya basah.
"Diem, Je, diliatin orang-orang malu."
Nadia beranjak meninggalkan Jevian menuju parkiran. Sesaat kemudian lelaki itu berlari menghampirinya.
"Let's go," kata Jevian seraya menggenggam tangan Nadia.
Selama di perjalanan, gadis itu memeluk tubuh Jevian, mencari kehangatan untuk tubuhnya yang terasa dingin.
"Gak mau ke kos? Zaid pasti khawatir sama lo."
Gadis itu menggeleng lalu menyandarkan kepalanya di bahu Jevian. Tujuannya adalah untuk menghindari kontak mata dengan orang di depannya. Jujur saat ini Nadia sedang menangis. Ia tidak pernah diperlakukan seperti itu. Dilabrak di depan umum lalu dipermalukan. Padahal Nadia sudah bersusah payah untuk hidup dengan damai di kampus.
Selain tidak bisa dibentak, Nadia juga tidak suka diberi kata-kata kasar. Atas hak apa orang lain yang tidak ia kenal mengatainya seperti itu?
"Nangis aja gapapa," ucap Jevian seraya mengusap lembut tangan Nadia.
"Gue kelilipan doang," sanggahnya.
Jevian terkekeh, dikira ia tidak merasakan air mata Nadia membasahi kaosnya apa ya. Tapi kalau dipikir-pikir gadis itu tidak pernah menangis di hadapannya. Ini adalah pertama kalinya Jevian melihat Nadia menangis.
"Masih laper gak? Mau beli soto lagi?" tawar Jevian ketika sedari tadi melewati beberapa pedagang soto di pinggiran jalan.
Gadis itu menggeleng. "Udah gak pengen."
"Kalo es krim?"
Dengan malu-malu Nadia mengangguk. Gadis itu tidak bisa menahan diri jika disogok dengan es krim. Salah satu makanan favoritnya. Eh, es krim itu makanan atau minuman ya? Pokoknya itu favoritnya.
Jevian menepikan motornya di salah satu gerai Mixue. Ia membawa Nadia ke meja yang letaknya jauh dari pintu. "Duduk di sini, gue pesenin dulu."
Lelaki itu membiarkan Nadia duduk. Sebelum pergi, ia mengusap sudut mata Nadia, menghapus sisa air mata di sana. Setelahnya ia tersenyum dan pergi untuk memesan es krim.
"Satu strawberry mi-shake, satu lucky sundae."
Jevian membayar setelah pesanannya selesai kemudian ia menghampiri Nadia lagi. Gadis itu sedang fokus menatap layar ponsel disertai smirk yang terlihat jelas di bibir gadis itu.
"Ada apa?" tanya Jevian seraya memberikan strawberry mi-shake milik Nadia.
"Anjing emang," umpat gadis itu tiba-tiba.
Jevian terperangah. "Heh!" Kemudian ia merampas ponsel Nadia. Apa sih yang bisa membuat Nadia mengumpat begitu?
Gadis itu menghela napas beratnya, ia mengocok es krimnya lalu meminum beberapa seruputan. Setelahnya ia melihat Jevian yang tertawa.
"Kocak gila," kata Jevian.
Nadia mengangguk. "Capek-capek gue nangis."
Jevian masih tertawa sampai pengunjung lain menoleh ke arah mereka. "Maaf, maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Friend [END]
Jugendliteraturcw // harsh words Bagi Nadia, berteman dengan Jevian adalah hal yang patut ia syukuri. Jevian adalah orang yang baik dan tidak pernah memandang rendah orang lain. Sifatnya itulah yang perlahan membuat Nadia jatuh suka. Di samping itu, ada sosok lela...