18 - Selina

12 3 0
                                    

"Mau ke mana?"

"Nyari si Matthew-Matthew itu!"

"Nyari di mana? Lo aja gak kenal dia siapa."

Jevian menghentikan gadis itu keluar dari garasi. Pasalnya Nadia sudah menaiki motornya dan bersiap mencari lelaki bernama Matthew yang sudah diceritakannya tadi.

Nyatanya, Matthew anak Manajemen angkatan 30 itu tidak pernah ada. Tidak ada yang bernama Matthew di sana.

Nadia memukul dashboard motornya dengan kesal. Sejauh ini tidak pernah ia mencari masalah dengan orang lain. Sejauh ini tidak pernah pula ia memiliki musuh. Jadi untuk apa orang-tidak-jelas itu menguntitnya. Dasar psikopat.

"Sebel!"

Jevian menghela napas. Tidak bisa dipungkiri kalau dirinya ikut kesal dengan orang yang sudah mencoreng nama baik sahabatnya itu.

"Udah, sekarang kita tunggu bokap lo dulu, minta beliau buat dateng sama lo besok ke kampus."

"Ngapain njir, bokap gue sibuk. Nggak ada waktu buat masalah sepele kayak gini."

Jevian membawa Nadia kembali ke dalam rumah. Keduanya duduk di sofa ruang tamu sambil menyandarkan diri.

"Beritanya pasti udah nyampe ke telinga petinggi jurusan, Nad. Dan mungkin aja dosen pembimbing lo juga udah denger berita hoax ini. Jadi mending lurusin secepetnya."

Gadis itu tidak merespons, hanya helaan napas kasar yang ia keluarkan.

"Brengsek."

Jevian menepuk bahu Nadia agar tenang. Sedari tadi gadis itu berbicara dengan emosi sementara dirinya berusaha untuk tidak terbawa emosi juga. Akan sangat menyulitkan jika keduanya sama-sama tidak terkendali.

Oh.. nasib boneka Stitch pemberian si penguntit itu sudah Nadia lenyapkan dengan cara membakarnya. Tentu bersama kamera yang tersembunyi di sana. Awalnya ia hanya ingin merusak kamera saja, tapi Jevian khawatir ada kamera atau alat penyadap lain di dalam bonekanya. Jadilah gadis itu membakar semuanya.

"Nanti gue beliin boneka Stitch yang lebih bagus, lo boleh pilih."

Itu adalah kalimat yang terus-menerus Jevian katakan ketika Nadia ragu untuk membakar boneka karakter favoritnya. Siapa yang tidak sayang? Meskipun bisa dikatakan Nadia sangat mampu jika harus membeli boneka Stitch sendiri. Bahkan di kamarnya pun banyak beragam boneka Stitch miliknya.

"Take a breath, Nad, rileks."

Nadia menuruti titah sahabatnya. Ia menghirup oksigen melalui hidung dan menghembuskannya melalui mulut. Berkali-kali gadis itu lakukan hingga dirinya merasa lebih baik.

Seketika Nadia malu telah bertindak impulsif di hadapan Jevian. Impulsif adalah nama tengah Nadia. Hanya saja gadis itu tidak pernah menunjukkannya pada orang lain. Salah satu kelemahan Nadia yang tanpa sengaja terbongkar sendiri hari ini.

Sudah dibilang kalau Nadia adalah gadis yang suka memendam perasaannya. Dan sudah dibilang juga kalau Nadia adalah mood swinger. Jika saja keduanya diperlihatkan bersamaan, bisa-bisa gadis itu berubah menjadi macan galak.

Bukan mama cantik ya, hehe.

"Minum dulu."

Jevian memberikan segelas air mineral yang sebelumnya dibawakan bibi untuk mereka. Masing-masing.

Gadis itu berterima kasih kemudian menenggak habis air minumnya.

Belum sempat Nadia menyimpan gelasnya, sang papa lebih dulu muncul dari balik pintu.

"Pantas saja di luar ada motor yang familiar, Jevian lagi mampir toh."

"Sore, Om," sapa Jevian sambil bersalaman.

My Beloved Friend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang