Seperti biasanya, Nadia dan Jevian mulai sibuk dengan urusan masing-masing. Terlebih lagi di semester 7 Nadia mengambil kelas tambahan dari luar jurusannya sehingga di hari tertentu mereka tidak akan bertemu jika tidak ada janji.
Misalnya hari ini, kebetulan satu mata kuliah sedang mengundang dosen tamu yang dilaksanakan untuk satu angkatan. Jevian memilih kelas daring karena kapasitas ruangan tidak mencukupi, sementara Nadia kelas luring karena bertepatan dengan hari jadwal kelas tambahannya.
Dari kosan, Jevian bisa melihat Nadia melalui Zoom Meetings. Ia menghadiri kelas bersamaan dengan Zaid, Dimas, dan Amir yang kebetulan satu kosan.
Sesekali Jevian tertawa ketika melihat ekspresi Nadia yang berubah-ubah. Kadang gadis itu memasang wajah bingung, kadang paham, kadang juga si gadis menguap.
"Kenapa lo, Jev?" tanya Zaid.
"Lo liat dah gebetan lo, Id." Jevian menghadapkan laptopnya pada Zaid, ia menunjuk Nadia yang duduk di depan dengan kepala yang terkantuk-kantuk.
Zaid ikut tertawa. "Lucu."
"Kan?" Jevian menyetujui ucapan Zaid.
"Dia masih PP ya? Kecapekan pasti." Zaid memfokuskan matanya pada gadis itu. Kali ini melalui layar laptop miliknya.
Jevian berdeham. "Udah gue minta pindah ke sini juga gak mau dia. Coba lo yang bujuk siapa tau berubah pikiran."
Zaid menoleh ke Jevian, mengerutkan keningnya. "Ke kosan kita banget, Jev?"
Jevian mengangguk.
"Cowok semua njir. Pantesan gak mau."
"Bokap gue yang nyuruh sebenernya. Sekalian jagain gue katanya." Jevian terkekeh. "Padahal gue udah gede, cowok juga, masa perlu dijagain cewek?"
Zaid tertawa, memang ayahnya Jevian random sekali. Omong-omong, ia pernah sekali menginap ke rumah Jevian sehingga kenal dengan ayahnya.
"Bokap lo tuh masih nganggep lo anak kecil. Apalagi lo bungsu kan?"
"Iya, kayaknya gitu."
"Tapi beneran bokap lo yang minta Nadia pindah ke sini? Ngizinin gitu?" tanya Dimas, temannya yang lain.
Jevian hanya mengangguk.
"Orang tuanya gimana?" Dimas lagi-lagi penasaran dengan hubungan Jevian dan Nadia yang sudah seperti saudara kandung.
"Ya, itu. Nadia gak mau izin, katanya pasti gak dibolehin. Orang tuanya emang strict banget sih. Apalagi dia anak tunggal. Tapi bisa aja kalo sama gue orang tuanya ngizinin, kayak kemarin liburan dia nginep di rumah gue aja diizinin."
"Lo pake pelet apa dah sampe orang tuanya ngasih izin nitipin Nadia ke lo?" celetuk Dimas.
"Muka gue muka-muka orang baik, hahahah," ucap Jevian dengan bercanda.
"Mungkin lebih ke gue sering nganterin dia balik dengan selamat, jadi dipercaya sama orang tuanya."
"Eh, semester lalu gue sempet nganterin dia balik sekali. Emang keliatan tegas banget sih bokapnya," sahut Zaid.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Friend [END]
Teen Fictioncw // harsh words Bagi Nadia, berteman dengan Jevian adalah hal yang patut ia syukuri. Jevian adalah orang yang baik dan tidak pernah memandang rendah orang lain. Sifatnya itulah yang perlahan membuat Nadia jatuh suka. Di samping itu, ada sosok lela...