37 - D-Day!

9 3 0
                                    

"Sayang, udah hampir jam setengah 1 ini. Ayo, nanti keburu telat!" panggil Jevian dari luar kamar mandi. Ia sedang menunggu gadisnya yang masih bersiap-siap. "Just in case you forgot, aku Kadiv Acara, Nad."

"Sebentar, Je. Dua menit lagi selesai!" teriak Nadia dari balik kamar mandi.

Jevian menghela napasnya. Lelaki itu memutuskan duduk di karpet dan sesekali mengecek barang bawaan. Mereka sudah menyiapkan satu tas yang berisi baju dan lainnya serta satu tas lagi yang berisi barang berharga keduanya.

"Selesai. Let's go!" Nadia menuntun Jevian untuk keluar dari kamarnya. "Maaf ya kalo gara-gara aku kamu bakal telat."

Jevian tersenyum, ia tidak bisa lagi marah pada kekasihnya. Gadis itu sangat berharga dan ia sangat menyayanginya. "It's okay."

.

.

Begitu sampai di Auditorium, Jevian pamit untuk berkumpul dengan teman-teman panitianya sementara Nadia memutuskan untuk menghampiri Salsa.

"Hai, Sal," sapa Nadia. Rasanya sudah lama mereka tidak bermain. Terakhir kali beberapa minggu yang lalu saat Salsa bercerita kalau dirinya putus dengan sang kekasih.

Begitulah, akhir dari kisah pacaran itu hanya dua: putus atau terus.

"Eh, Nad, sini duduk. Jevian mana?" tanya Salsa. Gadis itu sedang duduk bersama teman yang lain.

"Kumpul panitia," balas Nadia seraya berjabat tangan dengan teman-temannya. "Hai, Abel, Susan."

"Hai, Nad!"

"Kita nggak nih?" tanya Setyo, teman kelas Nadia yang sangat heboh dan tidak bisa diam. Ia menunjuk dirinya, Bira, dan Kemal.

Fyi, Nadia memang tidak banyak berinteraksi dengan teman-temannya, tapi tidak jarang mereka akan saling sapa dan bertukar kabar.

"Sorry, gue gak liat kalian. Lagian kenapa di belakang banget duduknya," ujar Nadia lalu menjabat tangan ketiganya.

"Mahasiswa akhir mah duduk di belakang aja, Nad. Biarin maba yang duduk di depan," kata Bira.

"Iya lagi, angkatan 28 udah pada sibuk penelitian jadi mumet."

"Gue sih iya, tapi kayaknya kalo lo lebih sibuk ngebucin sama Jevian, hahahahha." Kemal menanggapi perkataan Nadia.

"Namanya orang pacaran, Kem. Serasa dunia milik berdua," celetuk Salsa yang sibuk dengan makan siangnya. Gadis itu belum sempat makan di kos sehingga dibawa ke sana.

"Mana Jevian juga sering banget nginep di kos lo, Nad. Hati-hati aja kalo dia nakal."

Nadia terkekeh, Jevian memang manja sekali tapi tidak pernah menjadi orang brengsek di hidup Nadia selama ia mengenal lelaki itu.

"Santai, gue geplak aja kepalanya kalo dia macem-macem," balas gadis itu diikuti tawa.

Mereka terdiam beberapa saat, fokus dengan kesibukannya masing-masing. Salsa sibuk makan, Abel dan Susan sibuk selfie (memang teman Nadia yang paling narsis), Bira chatting dengan gebetannya, Kemal sibuk mengobrol dengan dosen pembimbing, Setyo sibuk menjahili Bira, dan Nadia sibuk menatap ke panggung Auditorium (memandangi kekasihnya yang sedang mengobrol dengan Zaid dan panitia lain).

Nadia tersenyum sembari meliat Jevian dengan seriusnya berbicara di depan sana. Ia baru menyadari satu hal, sejak kapan Nadia memiliki pacar se-berwibawa itu?

"Gak usah dipandangin terus, gak akan ilang digondol kucing kali!" sahut Abel disertai kekehan.

"Jangan salah, Bel, waktu acara kemarin aja ada yang ngegondol mantan pacarnya. Harus waspada dong, apalagi cewek gatelnya jadi panitia lagi," imbuh Susan.

My Beloved Friend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang