"Nad, mau ikut gue pulang gak?"
Seorang lelaki berjalan beriringan dengan Nadia, mereka baru saja menyelesaikan kelas terakhirnya hari ini.
"Kemana, Je?" Lelaki itu bernama Jevian. "Malang?"
Jevian mengangguk. "Iya. Besok kan kita libur seminggu karena ada kegiatan dosen. Katanya lo mau ke pantai kan? Ikut gue aja."
Nadia menimbang ajakan Jevian. Memang benar Nadia ingin ke pantai. Sejujurnya, bisa dihitung dengan jari berapa kali gadis itu berdiri di pinggiran pantai. Daerah rumahnya jauh dengan pantai. Tidak sering pula Nadia jalan-jalan ke pantai.
"Berangkat kapan?"
"Besok." Jevian berjalan mengambil motornya lalu memasangkan helm di kepala Nadia.
"Dadakan banget njir? Gue perlu izin dulu lah. Lo kan tau gue tinggal bareng orang tua." Nadia masih berdiri di samping motor Jevian.
"Pasti diizinin, lo udah sering ke rumah gue. Orang tua lo juga udah kenal gue, apalagi gue anak baik gini." Jevian mengerlingkan sebelah matanya.
Nadia memukul kepala Jevian. "Pede banget!"
"Pasti mereka percaya anak gadisnya bakal gue jagain," kata Jevian dengan percaya dirinya.
"Ya, terserah lo deh. Mending anter gue pulang sekarang. Capek nih."
Nadia pun naik ke motor Jevian lalu menyandarkan kepalanya di punggung sang sahabat. Nadia benar-benar lelah karena seharian berada di kampus.
"Ay-ay, Captain. Pegangan ya, awas jatoh!" Jevian men-starter motornya.
"Sekalian gue tidur ya," kata Nadia seraya memeluk pinggang Jevian.
"Apa sih yang gak boleh buat sahabat gue paling imut ini." Jevian menepuk tangan Nadia.
"Ck, berisik, buruan jalan!"
Sahabat katanya.
.
.
"Bawaan lo sedikit banget, Nad? Kita kan pulang seminggu."
Jevian menatap heran ke arah Nadia. Pasalnya gadis itu hanya membawa satu tas kecil tanpa totebag dan tas lain. Padahal Jevian sendiri membawa tas besar.
"Ya emang kenapa sih? Biasanya juga gue bawa 3-4 baju cukup. Kalo gak cukup tinggal pinjem baju lo bisa. Gampang." Nadia memasuki bis, disusul Jevian. Mereka tidak pulang menggunakan motor. Fyi, motor kemarin itu motor teman Jevian. Lelaki itu memang tidak membawa motor dari rumahnya.
"Mon maap ye, lo numpang nginep di rumah gue tapi gue juga yang sediain baju. Tau diri banget," sindir Jevian sambil tersenyum mengejek.
"Pelit banget lo sama sahabat sendiri!"
"Ck, elah. Iya, nanti gue pinjemin. Baju punya Ibu."
Nadia tersenyum melihat muka kecut Jevian. "Gitu dong. Ibu pasti seneng bajunya ada yang pake."
"Hutang budi ya lo."
Nadia menolehkan pandangannya ke arah Jevian.
"Lo ngajak gue pulang, minta temenin ziarah ke makam Ibu kan?"
Jevian mengangguk.
"Nah, gue bayar hutang gue pake itu. Tenang, gue temenin. Sampe tengah malem juga gue jabanin." Nadia menepuk bahu Jevian membuat sang empu berdecak.
"Gak selama itu njir!"
"Kata si anak yang curhat 5 jam di depan makam ibunya."
Jevian menyentil dahi Nadia, lelaki itu kesal sekaligus gemas dengan reaksi sang sahabat. "Untung lo sahabat gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Friend [END]
Genç Kurgucw // harsh words Bagi Nadia, berteman dengan Jevian adalah hal yang patut ia syukuri. Jevian adalah orang yang baik dan tidak pernah memandang rendah orang lain. Sifatnya itulah yang perlahan membuat Nadia jatuh suka. Di samping itu, ada sosok lela...