Setelah beberapa hari bahkan beberapa minggu Nadia hanya lewati berdua bersama papanya, akhirnya kini sang mama pulang ke rumah. Nadia tersenyum menyambut kedatangan beliau. Gadis itu sudah mengikhlaskan apapun keputusan yang orang tuanya pilih—meskipun berpisah bukan sesuatu yang baik untuk Nadia.
"Mama dari mana? Nadia kangen banget."
Pelukan hangat Nadia berikan pada sang mama yang telah melahirkannya. Wanita itu membalas pelukannya seraya mengusap lembut punggungnya. Ini adalah momen yang Nadia rindukan. Entah kapan terakhir kalinya mereka saling memberi pelukan kasih sayang seperti ini.
"Mama pulang, Sayang. Maaf udah buat kamu khawatir ya."
"I'm glad to see you that you are okay."
Nadia melepaskan pelukannya. Ia menuntun wanita itu untuk duduk di sofa. Sementara sang papa sedari tadi hanya memperhatikan interaksi keduanya.
"Duduk, Pa. Jangan berdiri terus," kata Nadia membuat pria itu terkekeh lalu menuruti perkataan anaknya.
"Tentang percera—"
"Not today, Mom. Let's have fun tonight."
Wanita itu terkekeh. "Okay, okay."
Nadia tersenyum, bukannya ia tidak siap melainkan ia ingin membuat malam ini berkesan sebelum malam-malam kemudian tidak lagi sama. Gadis itu sudah tau apa yang akan terjadi esok hari. Jadi tolong biarkan Nadia bersenang-senang malam ini, bersama kedua orang tuanya.
.
.
"Nadia mau tidur sama Mama ya malam ini. Boleh?" tanya Nadia setelah mereka bersenang-senang bersama.
"Sure. Ayo tidur!" ajak sang mama.
Nadia memeluk wanita yang ia sayangi di dalam tidurnya. Gadis itu telah menceritakan banyak hal yang terjadi di saat mamanya tidak ada. Sedih, kecewa, senang, dan bahagia ia bagikan pada sang mama. Yang mungkin akan jadi cerita terakhirnya, entah untuk berapa lama.
"Maafin Mama ya, Sayang. Maaf kalau Mama belum jadi orang tua yang baik untuk kamu. Maaf karena Mama jadi sosok ibu yang kurang peduli. Maaf ya, Nak, karena Mama tidak bisa menyalurkan kasih sayang dengan benar. I hope happiness always comes to you, Dear."
Wanita itu mencium kening Nadia yang sudah menjemput bunga tidurnya sedari tadi.
.
.
"Jadi, Papa sama Mama nikah karena dijodohin?"
Nadia sangat terkejut mendengar alasan mereka akan berpisah. Ternyata orang tuanya menjadi korban perjodohan untuk menjalankan bisnis. Ia kira hal itu hanya terjadi di film-film saja.
"Iya, Nadia," jawab pria itu.
"Papa gak mau coba lagi sama Mama? Udah 21 tahun, kenapa baru sekarang Papa gugat cerai kalau emang gak saling cinta?"
Sang mama mengusap punggung anaknya yang bergetar.
Nadia tetaplah seorang anak yang berharap orang tuanya tidak berpisah. Ia pikir dirinya sudah ikhlas, nyatanya belum dan mungkin tidak semudah itu.
"Nadia, Papa dan Mama sudah coba bertahan di pernikahan ini," kata sang mama. "Saat kamu lahir, Papa dan Mama mulai saling jatuh cinta. Kami mencintai setiap kali kamu bertumbuh, dimulai saat kamu belajar merangkak, berbicara, hingga berjalan dan berlari. Namun sekarang Papa dan Mama paham, kalau perasaan kami ada hanya karena adanya kamu di hidup kami."
Nadia meneteskan air matanya. Ternyata memang itu yang jadi alasan kenapa ia tetap tinggal di rumah ini. Semata agar mereka merasa masih saling mencintai, padahal tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Friend [END]
Teen Fictioncw // harsh words Bagi Nadia, berteman dengan Jevian adalah hal yang patut ia syukuri. Jevian adalah orang yang baik dan tidak pernah memandang rendah orang lain. Sifatnya itulah yang perlahan membuat Nadia jatuh suka. Di samping itu, ada sosok lela...