35 - Sleepover

16 3 0
                                    

"Sayang?"

Nadia memukul kepala Jevian yang terus-menerus memanggilnya sayang. Rasanya gadis itu belum terbiasa karena selama ini Jevian hanya sebatas sahabat.

"Sakit kali, Nad! Galak banget ke pacar sendiri," kata Jevian.

"Sejak kapan kita pacaran?!" pekik Nadia. Gadis itu memang selalu mempertanyakan segala hal pada Jevian, terutama jika memang belum ada kejelasan apa-apa.

"Di taman tadi bukannya udah pacaran?" tanya Jevian. Lelaki itu sedang mengambil beberapa potong buah semangka di kulkas Nadia.

"Lo minta gue tendang ya? Mana ada lo ngajak gue pacaran. Lo ngajak nikah tadi!"

Jevian berdiri di hadapan Nadia, lelaki itu menggerakkan tangannya di bibir Nadia hingga membentuk lengkungan senyum.

"Nad, jangan ngomel terus. Senyum kayak gini bisa kan? Nggak capek kamu ngomel-ngomel?"

Suara lembut Jevian membuatnya seakan terhipnotis. Nadia mengangguk dengan senyuman yang masih terpatri di wajahnya.

"Maaf. Gue bawaannya pengen ngomel terus kalo sama lo, hehe," ucap Nadia dengan jujur.

"Sini peluk." Jevian merentangkan tangannya yang langsung disambut hangat oleh Nadia. Lelaki itu mengusap lembut kepala Nadia. "Cantik, baik hati, pintar."

Nadia tersenyum di dalam pelukan mereka. Ia pun baru sadar jika Jevian memiliki dada bidang.

"Nadia Putri Pradana."

Gadis itu terkekeh kala Jevian memanggil nama lengkapnya.

"Aku sayang kamu. Mau jadi pacar Jevian ganteng gak?"

Nadia merenggangkan pelukannya, gadis itu tertawa ketika Jevian memanggil dirinya ganteng, sangat percaya diri. "Iya, Jevian ganteng, Nadia cantik mau!"

Keduanya melemparkan tawa. Sepertinya mereka jodoh, sangat cocok karena sama-sama percaya diri.

Jevian mengecup kening Nadia, lalu berbisik, "Inget ya. Jangan banyak ngomel lagi."

Nadia mengangguk. "Dan lo juga janji harus jujur sama gue, sekecil apapun itu."

"Iya, Nadia. Kamu bisa pegang janji aku. Aku akan jaga kamu sekaligus kepercayaanmu sampai kapanpun."

Nadia mengeratkan pelukannya. Semoga ia bisa bahagia dengan Jevian hingga waktu yang tidak terbatas.

.

.

"Je, bangun. Kita ada kelas pagi!" teriak Nadia dari arah dapur.

Gadis itu bangun lebih awal. Ia heran kenapa Jevian belum juga bangun, padahal biasanya lelaki itu yang paling rajin dibanding dirinya.

Setelah mematikan kompor, Nadia menghampiri Jevian karena belum menunjukkan tanda-tanda bangun. Awalnya ia akan mengomel, tapi ingat perkataan Jevian semalam jadi ia mengurungkannya.

"Je, lo sakit?!" pekik Nadia ketika Jevian menggigil. Ia buru-buru menaikkan suhu AC dan menyelimuti Jevian sampai ke leher. Lelaki itu masih belum membuka mata.

Nadia mengambil kompresan, lalu menyimpannya di kening Jevian. Sesekali ia mengusap bulir keringat di seluruh wajah kekasihnya itu.

Setelah Jevian tidak lagi menggigil, Nadia beranjak membuatkan bubur. Ia mencuri resep milik mamanya, bubur paling enak—ketika sakit.

"Je, bangun yuk?" Nadia menggoyangkan lengan Jevian setelah buburnya matang, lalu menyimpan mangkuk dan gelas di atas nakas.

Lelaki itu membuka matanya, terlihat sangat merah seperti habis menangis. Kemudian Nadia membantu untuk duduk.

My Beloved Friend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang