"Dim, gue minjem motor lagi ya, lebih lama daripada biasanya," kata Jevian.
"Pake aja. Emang mau ke mana?"
"Jemput Nadia."
Dimas menghentikan langkah Jevian. Lelaki itu sudah gatal ingin bertanya suatu hal.
"Lo suka sama Nadia kan?"
"Tiba-tiba banget lo nanya?" Jevian tertawa, apalagi Dimas tidak basa-basi dulu.
"Jawab aja njir! Gue capek liat lo pura-pura gak peduli sama Nadia waktu itu."
Jevian tidak paham dengan pernyataan Dimas barusan.
"Dipikir gue gak tau kalo lo ngehindar dari Nadia bukan karena lo sibuk?" kata Dimas. "Lo cuma takut perasaan lo ke Nadia semakin tumbuh kan?"
"Sotoy banget cuy."
"Idih! Denial lo? Waktu gue nganter balik Rara, dia cerita ke gue katanya lo mulai berubah."
Jevian tertawa. "Apanya njir yang berubah? Gue biasa aja padahal."
"Tatapan lo ke Nadia itu beda, Jev. Pas di Prom Night kemarin lo merhatiin dia mulu kan? Lo terpesona sama kecantikan dia malem itu? Ya, to be honest she's so beautiful. Terus gue perhatiin lo khawatir banget pas dia nangis karena Zaid."
Sebelum Jevian menyanggah, Dimas kembali berbicara, "Terserah lo mau gimana, tapi plis jangan sampe lo nyakitin Rara dan diri lo sendiri, termasuk Nadia juga."
Jevian terdiam. Apa pula maksudnya?
"Sana njir, Nadia pasti nungguin lo."
Lelaki itu berdecak, padahal Dimas sendiri yang menyita waktunya.
Selama di perjalanan, Jevian terbayang-bayang dengan perkataan Dimas. Kemarin pun Rara mengatakan hal yang sama padanya. Bisa dikatakan bahwa saat ini hubungannya dengan Rara sedang di ujung tanduk. Anehnya ia dengan santai malah memprioritaskan Nadia daripada mengantar Rara.
"Anjir lo, Jevian!" umpatnya pada diri sendiri. "Tolol!"
Lelaki itu sudah menyadari sesuatu. Bahwa, iya, Jevian suka dengan Nadia. Sudah sedari dulu dirinya memiliki perasaan aneh jika bersama Nadia.
Sejak Rara marah padanya waktu itu, Jevian memutuskan untuk menjauh dari Nadia, bertepatan juga dengan kesibukannya di PSDM. Di saat itulah Zaid menemani Nadia. Entah dengan berat atau senang hati, Jevian mendukung Zaid bersama Nadia karena lelaki itu jauh lebih baik dan pantas. Terlebih lagi Jevian sudah memiliki Rara.
Namun nyatanya Jevian tersiksa menjauh dari Nadia. Ia tidak bisa menemani Nadia di saat-saat terberat dalam hidup gadis itu. Ia terlalu pengecut untuk berdiri di samping Nadia.
Kini Jevian akan kembali meskipun terlambat, apalagi gadis itu sudah berpacaran dengan temannya. Tapi ia tidak akan memaksa Nadia, gadis itu punya pilihannya sendiri. Hanya saja ia akan mencoba menjadi sahabat yang lebih berguna dari sebelumnya.
.
.
"Pa, Nadia pamit," kata Nadia yang saat itu papanya menunggu Nadia untuk dijemput.
"Om, pamit ya," imbuh Jevian.
"Hati-hati. Jevian, jangan lupa jagain Nadia!" perintah pria itu yang langsung diangguki oleh Jevian sebelum mereka meninggalkan rumah Nadia.
"Nad, maaf selama ini gue gak ada di samping lo." Jevian membuka suara.
"Santai."
Lelaki itu tersenyum, lalu menarik tangan Nadia untuk memeluknya. Sudah lama mereka tidak berboncengan sepertu itu, membuat Jevian rindu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Friend [END]
Novela Juvenilcw // harsh words Bagi Nadia, berteman dengan Jevian adalah hal yang patut ia syukuri. Jevian adalah orang yang baik dan tidak pernah memandang rendah orang lain. Sifatnya itulah yang perlahan membuat Nadia jatuh suka. Di samping itu, ada sosok lela...