"Congratulation, Babe!" Jevian memberikan sebuket bunga pada Nadia yang baru saja menyelesaikan seminar hasilnya. Ia bangga memiliki kekasih sehebat Nadia.
"Selamat, Nad!"
"Congrats!!"
"Semhastulation, Nadia!"
Nadia berterima kasih pada teman-temannya. Ia memeluk mereka satu persatu menyalurkan rasa bangga pada dirinya dan juga memberikan semangat untuk yang masih berjuang menuju seminar hasil.
Setelahnya gadis itu memeluk Jevian, lelakinya yang sering membantu Nadia kala kesulitan menyelesaikan penelitian dan S word-skripshit.
"Terima kasih, Je!"
Dipikir-pikir Nadia jarang sekali memanggil Jevian dengan sebutan sayang. Entahlah gadis itu lebih nyaman memanggil nama Jevian.
"Satu minggu lagi kamu yang semhas!" ujar Nadia dengan antusias.
Lelaki itu mengangguk, benar bahwa sebentar lagi ia menyusul Nadia.
"Ikut aku yuk?"
Belum sempat bertanya, Jevian sudah menarik Nadia ke parkiran. Ia membawa gadis itu menuju taman yang pernah mereka datangi bersama. Lebih tepatnya taman yang menjadi saksi kisah cinta mereka dimulai.
Jevian menggenggam jemari Nadia sambil berjalan berdampingan menuju air mancur.
Nadia tersenyum seraya menatap genggaman tangan Jevian. Genggaman yang sehangat senyumannya, sehangat kelembutan hatinya, dan sehangat kepribadiannya.
"Jevian?" panggil Nadia di sela-sela keduanya berjalan.
"Kenapa, Sayang?" Jevian menoleh lalu memberikan senyum manis.
"Kamu baik." Dari sekian banyaknya kalimat yang Nadia rangkai di kepala, hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya. Padahal masih banyak kalimat pujian untuk kekasihnya.
Sesampainya di depan air mancur, Jevian berhenti lalu menghadapkan tubuhnya pada Nadia.
"Kamu juga baik, Nad. Aku selalu beruntung, orang yang jadi sahabat dan semoga jadi teman hidupku adalah kamu. Makasih udah selalu temani aku bahkan di hari tersedihku saat itu. Meskipun kita nggak saling menemani dari awal. Aku berharap-dan akan aku wujudkan-kalau kita akan saling menemani dari sekarang sampai seterusnya."
Nadia terharu mendengar kata demi kata yang Jevian ucapkan. Lelaki itu tau kalau Nadia suka dengan kalimat pujian. Ia melihat tatapan tulus dari Jevian. Ia senang dirinya menjadi pemenang hati lelaki itu.
Jevian mengusap pipi Nadia yang basah. Gadis itu tidak sadar kalau sedari tadi air matanya mengalir.
"Mau ya wujudkan hal itu berdua?" Jevian memegang sekotak cincin yang dihadapkan pada Nadia. "Nadia, will you marry me?"
Alunan musik Pilihanku oleh Maliq & D'Essentials menggema di telinga gadis itu. Jevian sangat tau kalau lagu itu yang Nadia inginkan saat ada yang melamarnya nanti. Dulu ketika mendengar lagu ini, Jevian bertanya, "Emang ada yang mau lamar lo pake lagu ini?" Eh ternyata, dirinya sendiri yang jadi pengabul impian Nadia.
Hampir satu menit Nadia melamunkan kenangannya bersama Jevian. Akhirnya ia mengangguk. "Of course I will!" Gadis itu bahagia karena Jevian benar-benar serius dengannya. Dari yang awalnya ia rasa tidak mungkin bersama Jevian. Hingga kini akhirnya ia berencana hidup bersama Jevian. Masa depan ternyata se-misteri itu.
Jevian memasangkan cincin di jari manis Nadia, dengan ukiran yang sangat cantik. Cincin emas putih yang dihiasi berlian-berlian kecil di sekitarnya. Juga permata berwarna biru langit yang menjadi pusat perhatian di sana. Jevian menatapnya dengan bangga. Cincin itu sangat pas di jari manis Nadia, warnanya pun selaras dengan kulit putih kekasihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Friend [END]
Ficção Adolescentecw // harsh words Bagi Nadia, berteman dengan Jevian adalah hal yang patut ia syukuri. Jevian adalah orang yang baik dan tidak pernah memandang rendah orang lain. Sifatnya itulah yang perlahan membuat Nadia jatuh suka. Di samping itu, ada sosok lela...