7 - Father's Plan

225 30 9
                                    

.

.

.

Lee menatap malas pada deretan cincin yang ditata rapi oleh seorang perempuan muda tepat di depannya. Berkali-kali ia menghela napas pendek. Tiga perempuan muda berseragam serba hitam yang berada di sekitar Lee masih terus mencoba berbicara dengan Lee yang moodnya sudah tidak bagus sejak pertama kali gadis itu duduk.

"Nona—"

"Aku malas sekali disini. Bisa aku pergi sekarang?" Lee menutup kedua matanya dengan kepala yang menengadah ke atas.

"Tapi nona belum memilih cincin mana yang dipilih," salah satu pegawai terlihat gugup sekaligus kebingungan karena menghadapi tingkah Lee yang sejak tadi membuatnya mengelus dada.

Jimin yang memperhatikan sejak tadi kini ikut bergabung dalam obrolan sepihak yang mereka lakukan. Karena Lee sejak tadi tidak mau berbicara sama sekali. "Sayang ..." Jimin mengusap lengan Lee yang menutupi kedua matanya. "Coba pilih mana yang kau suka."

Lee masih diam bergeming. 

"Baby ... mereka menunggumu. Bisa kau lakukan dengan cepat? Setelah itu kita bisa pulang," suara Jimin masih ia upayakan untuk tetap rendah dan pelan. 

"Pilih saja sesukamu," tukas Lee dengan cepat. Ia sudah mengangkat lengannya. Kedua matanya terbuka lebar menatap cincin yang letaknya masih sama. Detik berikutnya Lee mendorong kursinya ke belakang dan hendak berdiri tapi Jimin menahannya dengan cepat.

"Lepas!" Lee menggeram kesal serta menatap Jimin dengan tatapan marah.

"Ada apa?" Kini Jimin sepenuhnya menatap Lee. Ia yang sejak tadi menahan diri untuk tidak bertanya akhirnya tak tahan juga. "Sejak tadi cara bicaramu kurang enak didengar. Mereka sudah melayanimu dengan baik," Jimin menoleh sekilas pada tiga staff yang berdiri berjajar sambil merapatkan kedua tangan di depan tubuhnya.

"Aku tidak minta untuk dilayani," sahutu Lee dengan wajah dan nada suara yang begitu tajam.

"LEE!!!"

"APA?!" Lee menyahut dengan suara yang tak kalah tinggi.

Keduanya berdiri berhadapan dengan pandangan yang sama tajamnya. Sedangkan tiga staff perempuan itu masih berdiri dan menunduk semakin dalam tidak ada yang berani mengangkat wajahnya.

"Aku mau pulang!"

Lagi-lagi Jimin menahan lengan Lee yang sudah memutar tubuhnya. "Selesaikan dulu. Setelah itu kita pulang," Jimin kembali melembutkan suaranya karena mengerti Lee tidak akan semudah itu untuk meredakan marahnya.

"Aku tidak mau," Lee kembali menyentak tangannya namun tak berhasil. Dengan kesal Lee kembali berdiri tegap di depan Jimin. Tangan kanannyapun masih belum Jimin lepaskan. "Kau pilih saja sendiri."

"Denganmu sayang. Aku akan memilihnya denganmu," kata Jimin dengan penuh kelembutan. "Yang menikah bukan hanya aku, tapi—"

"Iya! Kau yang akan menikah. Aku tidak! Dan jangan mengharap apapun dariku. PARK JIMIN!" dengan satu kali sentakan Lee berhasil melepaskan lengannya. Ia berjalan dengan gusar menuju pintu keluar.

Lee berhasil menghentikan satu taksi dan menaikinya sebelum sempat Jimin cegah. Ia pergi meninggalkan Jimin yang berdiri mematung di depan pintu. Lee pergi dengan semua kekecewaan dan kekesalan yang entah darimana datangnya. 

Tangannya meremas kuat tali tas yang ia bawa. Dan hampir saja ia melempar tas tersebut ke arah kaca jika tidak mengingat saat ini sedang berada di mobil yang bukan miliknya.

PARK & LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang