Sudah dua jam Jimin duduk di sebelah ranjang dimana Lya sedang berbaring. Sudah dua jam pula wanita itu belum membuka kedua matanya. Jimin terus menggenggam tangan istrinya saat dokter Nam mulai memeriksa.
"Apa yang terjadi dokter?" dokter Nam melepas stetoskopnya lalu memandangi wajah pucat pasien kecilnya.
"Dia mengalami shock," dokter Nam menoleh pada Jimin yang terus menatap khawatir pada istrinya. "Bagaimana awalnya?" dokter Nam menarik sebuah kursi lalu mendudukinya tepat di samping Jimin.
Jimin menghela napasnya sesaat. "Tadi awalnya dia berkeringat. Lalu terlihat gugup. Setelah itu dia pingsan," tatapan Jimin tak lepas dari Lya. Ia terus mengusap lengan telanjang Lya yang terasa dingin.
"Dia tidak mengatakan sesuatu?" tanya dokter Nam memastikan.
Jimin terperanjat. "Ah iya." Jimin langsung memutar posisi duduknya.
Ia menatap dokter Nam dengan serius. "Istriku sempat berkata suara itu suara itu. Entah maksudnya apa." Jimin menyugar rambutnya lalu kembali fokus pada dokter Nam. "Kira-kira suara apa yang dia maksud ya dokter?"
Dokter Nam memutar bola matanya. Nampak sedang berpikir tentang penjelasan yang diberikan oleh Jimin.
Dokter Nam berpikir suara siapa yang kira-kira didengar oleh Lee.
"Aku tadi sedang berbicara dengan a–"
"Oppa ..." Lya merintih. Wanita itu meringis seraya menekan kepalanya dengan tangan. "Kepalaku sakit ..." rintihnya lagi.
Jimin seketika memajukan tubuhnya. "Sakit bagaimana sayang?" Jimin ikut menyemtuh kepala Lya namun tidak menekannya. "Ininya sakit?" Jimin mengusap sisi kepala Lya dengan lembut. "Sayang ... Ada dokter Nam ..." kata Jimin setengah berbisik.
Lya mengikuti arah pandangan Jimin. Benar saja, dokter Nam sedang tersenyum padanya.
"Bagaimana Lee, apa yang kau keluhkan?"
Lya menggeleng lalu buru-buru memalingkan wajahnya lagi pada Jimin. "Oppa aku mau pulang."
Jimin langsung melihat dokter Nam bermaksud untuk mendapatkan tanggapan dari dokter yang menangani istrinya.
"Lee ... Sebaiknya kau istirahat dulu disini. Besok bisa pulang. Bagaimana?"
Tidak seperti biasanya, Lya justru merengek pada suaminya. "Oppaaa ..." Lya tidak peduli dengan nasehat dokter Nam. Ia terus menatap suaminya penuh permohonan. Memohon agar Jimin membawanya pulang. "Ayo pulang ..."
"Dokter, sepertinya istriku benar-benar ingin pulang. Jadi kami berdua pulang saja. Kalau ada apa-apa dengannya, saya akan hubungi dokter." Jimin sedikit merasa tidak enak karena Lya terus merengek padanya.
Dan akhirnya dokter Nam mengijinkan Jimin membawa istrinya pulang.
"Kalau ada apa-apa hubungi aku Lee ..." ucap dokter Nam sesaat sebelum Lya meninggalkan ruangan.
"Iya!" jawab Lya singkat.
Jimin sebenarnya sudah merasa sedikit aneh sejak Lya tidak mau menatap dokter Nam setelah ia siuman dari pingsannya. Bagaimana interaksi Lya dengan dokternya itu sangat berbeda dari biasanya.
"Bagaimana kepalanya sayang?" Jimin mengalihkan pertanyaannya."Masih sakit?" Jimin menoleh sebentar laku kembali menatap lurus ke depan. "Kau mau kita berkunjung ke dokter Hwang?" Jimin mencoba menawarkan solusi selain pulang ke rumah karena jujur saja Jimin masih khawatir dengan kondisi Lya.
Jimin tau Lya menggeleng meskipun ia tidak melihatnya secara langsung. "Aku mau tidur saja di rumah. Boleh kan?"
Jimin tersenyum lalu mengusap kepala istrinya, "Boleh, terserah sayang saja." Jimin tidak akan bertanya lebih. Jadi dia menahan diri untuk tidak terlalu banyak bertanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
PARK & LEE
FanfictionJimin bertekad mencari manusia yang sudah menghancurkan hidupnya lima belas tahun yang lalu. Hingga akhirnya ia membangun sebuah firma hukum dibantu oleh Hae Mi dan teman-temannya. Siapa sangka di tengah pencarian itu Jimin justru bertemu dengan se...