.
.
.
Lya tersenyum menatap wajahnya di pantulan cermin. Menunggu Jimin yang sedang mandi, Lya memilih untuk merias wajahnya.
Hari ini ia terlampau senang. Aneh. Seharusnya ia marah, kecewa, atau mungkin seharusnya ia memaki Jimin dengan semua umpatan paling buruk sedunia. Karena satu-satunya pria yang ia cintai dan ia miliki di dunia ini justru mengkhianatinya.
Tapi lihatlah!
Lya justru tidak berhenti tersenyum. Jemari lentiknya bergerak menyentuh wajahnya, ia menyentuh kelopak matanya, lalu turun menuju tulang hidungnya, kemudian berakhir di bibirnya.
Semua yang ia sentuh itu adalah semua yang Jimin cium beberapa menit lalu. Jimin menciumi setiap titik wajahnya dengan penuh sayang sesaat sebelum Jimin menceritakan tentang kejadian semalam.
Flashback beberapa menit lalu,
Jimin menatap kedua mata Lya yang berkaca-kaca dengan begitu dalam dan pandangan yang lembut.
Bibirnya perlahan menyentuh pucuk kepala Lya seraya menggumamkan kata sayang. Lalu turun mulai mengecupi dua kelopak mata Lya yang tertutup hingga melewati pangkal hidungnya dan berakhir melumat lembut bibir lembab Lya diiringi dengan kata maaf yang Jimin ucapkan berkali-kali.
"Aku sudah menyakitimu ... Maafkan aku ..." Jimin membelai dua bahu Lya yang tertutup jaket. Ia terus memandangi wajah cantik itu dengan penuh senyuman.
"Aku tidak berbuat apapun yang melewati batasku sayang ..."
"Tapi tetap saja oppa pergi ke rumah Hae Mi!" Ucap Lya tidak terima dengan keputusan Jimin semalam.
"Aku ditinggal sendirian di rumah. Oppa pergi menghabiskan wak—"
"Tidak!" Jimin memutus ucapan Lya dengan menempelkan telunjuknya di bibir Lya. "Jangan bilang aku menghabiskan waktu. Aku tidak menghabiskan waktu sayang. Hanya merasakan penat lalu mengunjungi temanku saja."
Lya terus menatap Jimin, mencari sebuah kebenaran di sorot matanya.
"Sayang ... Maaf ..."
Lya menggerakkan kelopak matanya untuk berkedip dua kali, yang menyebabkan air yang tergenang itu menetes satu kali.
"Ceritakan semuanya!"
Jimin menghela napasnya dengan sedikit berat. Pandangan Lya padanya kali ini benar-bemar pandangan yang tidak akan puas hanya dengan kata maaf.
"Aku sempat menyentuhnya," Jimin menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Diiringi kedua tangannya yang menggenggam erat jari-jari Lya lalu menuntunnya duduk di tepian ranjang.
Jimin berlulut di depan kedua kaki istrinya dengan dua tangan yang saling menggenggam di atas kedua paha Lya.
"Kami sempat ..." Jimin tidak meneruskan kalimatnya melainkan menengadah menatap Lya yang duduk lebih tinggi darinya. "Tidak sayang ... Maaf ... Aku menyakitimu ... Maaf ..." Jimin membenamkan kepalanya di atas tangan mereka yang masih bertaut. Lalu membenturkan dahinya pelan.
"Sempat apa?" Suara sumbang terdengar dari bibir Lya. Hatinya sudah perih teriris sejak semalam suaminya pergi meninggalkan dirinya dalam keadaan marah.
Ditambah noda lipstik yang membekas di leher kaos milik Jimin. Pemikiran Lya sudah tidak ada putih-putihnya.
"Sempat apa!" Kali ini Lya tidak bertanya melainkan mempertegas ucapan Jimin yang menggantung. Mendesak Jimin agar segera menceritakan semuanya seperti yang ia katakan di butik beberapa saat lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARK & LEE
أدب الهواةJimin bertekad mencari manusia yang sudah menghancurkan hidupnya lima belas tahun yang lalu. Hingga akhirnya ia membangun sebuah firma hukum dibantu oleh Hae Mi dan teman-temannya. Siapa sangka di tengah pencarian itu Jimin justru bertemu dengan se...